"Udah siap, Ka?" tanya Teddy pagi ini.
"Siap," jawab Raka yang menutup tas ranselnya yang berisi pakaian yang akan dia bawa ke Solo hari itu.
"Kenapa sih, lo suka banget jalan darat? naek pesawat harusnya jam 11 nanti kita udah sampe di sana."
"Gak ada sensasinya, terus keenakan lo gak ngapa-ngapain, langsung sampe enak banget." Raka keluar dari lift apartemennya menuju mobil CRV berwarna putih itu.
"Kagak ada lo ya, gak gantian bawa mobil ya, gila aja gue yang bawa Jakarta Solo," ujar Teddy sebal.
"Kalo ngantuk, berhenti di rest area, itu gunanya rest area di buat, untuk istirahat. Stop pegang ponsel, pokus sama jalanan," ujar Raka.
"Tau, Bos ... perjalanan Anda akan menyenangkan, mohon di pasang sabuk pengamannya," sindir Teddy.
Pukul delapan pagi mereka berangkat dari Jakarta, dan pukul delapan malam dua lelaki itu sampai di Solo.
"Ka, kok dua kamar?"
"Lo mau tidur sama gue?"
"Ya iyalah, emang lo gak mau?"
"Ya gak lah ... ogah," jawab Raka berjalan lebih dulu menuju kamar mereka di hotel itu.
"Ka ...."
"Apaan sih? manja banget."
"Mau bobok bareng," rengek Teddy.
"Udah gue bayar itu kamar, jangan sampe gue cancel, mau?"
"Takut."
"Najis ... syaiton takut sama syaiton, gimana ceritanya." Raka buru-buru masuk ke dalam kamarnya. Lelaki itu terkekeh saat dia masih mendengar suara Teddy di balik pintu kamarnya.
Raka merebahkan tubuhnya setelah membersihkan tubuhnya terlebih dahulu sesaat yang lalu. Dia usap layar ponsel itu, mencari nama gadis yang beberapa minggu ini membuat hidupnya terasa hampa.
Beberapa pesan sudah dia kirim namun belum mendapatkan balasan dari nama yang dia tuju.
"Sudah tidur?"
"Kamu apa kabar?"
"Bener lupa aku kayak nya."
'Jenna."
Hampir setengah jam lebih Raka menunggu, akhirnya ponselnya berbunyi, balasan pesan dari Jenna. Sudut bibir Raka pun tertarik, hanya senyum kecil namun berarti.
"Belum tidur ... aku baik, kamu apa kabar?"
"Syukur kalo baik-baik aja, kamu gak kangen aku, Na?"
"Jangan bilang kangen ... gak baik." Balasan kembali masuk dari Jenna.
"Kenapa? gak salah kan kalo aku kangen."
"Salah ... karena akan ada hati yang terus berharap, dan aku gak mau itu."
"Kalo gitu, biar aku yang kangen," balas Raka.
Lama Raka menunggu balasan dari Jenna, Raka memberanikan dirinya menghubungi Jenna. Rasa rindunya memang sudah tak lagi bisa di bendung, entahlah Raka justru merasakan debaran rindu itu melebihi saat mereka masih menjalin hubungan.
"Sudah tidur ya?" tanya Raka.
"Belum," jawab Jenna di seberang sana.
"Chat aku gak di bales."
"Tadi ada temen yang telpon ... gimana di sana?"
"Baik-baik aja, kerjaan baik semua baik dan ... aku gak baik," ujar Raka.
"Kok kamu gak baik?"
Terdengar helaan nafas dari Raka.
"Entah, aku ngerasa kok jadi hampa.'
"Kenapa bisa?"
"Mungkin karena kamu."
"Kok aku?"
"Aku kangen, Na."
"Raka, please ... jangan lagi di bahas. Ini kan sudah mau nya kita ... maunya kamu."
"Kamu kayaknya baik-baik aja setelah putus dari aku."
Raka merasa perasaannya saat ini sudah bertepuk sebelah tangan, dia merasa tanggapan dari Jenna jauh dari yang dia bayangkan.
"Aku cuma berusaha menerima keadaan," lirih Jenna.
Raka terdiam.
"Aku hanya menjalani apa yang sudah dituliskan buat aku Ka, kehilangan kamu dan mengalah demi karier kamu, itu sudah cukup menyakitkan."
"Aku minta maaf ...."
"Sudah gak ada yang harus dimaafkan, semua sudah terjadi ... kalo pun memutar waktu pasti juga akhirnya akan seperti ini."
Rasa perih mendengar kata-kata yang Jenna ucapkan begitu menyakitkan di hari lelaki itu. Begitu sakitkah perasaan Jenna? Begitu kecewakah Jenna padanya?
"Kalo aku pulang, masih mau kan ketemu aku?"
"Ya ampun ... iya lah Ka, pasti nanti kita ketemu."
"Jenna."
"Iya."
Raka menguatkan hatinya, "bukan karena sudah ada yang lain kan?"
"Maksudnya?"
"Gak ... lupain aja." Raka memilih untuk tidak membahasnya lebih dala.
"Tidur gih, udah hampir jam 12 malam."
"Hati-hati disana Ka."
"Pasti ... balas pesan aku kalo kamu gak sibuk, Na."
"Sekarang jadi terbalik ya ... biasanya dulu aku yang bilang gitu."
Raka tertawa, ya ini seperti karma baginya, karena dulu sempat memperlakukan Jenna seperti ini.
"Baik-baik di sana, Na."
Raka memutuskan pembicaraan mereka, cukup sudah baginya jawaban yang Jenna berikan malam ini. Kesalahan yang pernah dia lakukan harus dia terima, Jenna memang berhak bahagia, Jenna mungkin sudah perlahan-lahan menutup hatinya untuk Raka tapi tidak untuk Raka.
Raka mengusap layar ponselnya kembali, wallpaper ponsel itu bahkan belum dia ganti, fotonya bersama Jenna masih terpampang disana.
"Jika ada mesin waktu, mungkin aku berharap untuk kembali membawa kamu ke dalam pelukan aku, Na. Menyesali semua keputusan yang sudah aku ambil, menjalin asa kembali," gumam Raka. "Tapi sepertinya saat ini jelas sudah berubah." Raka mengatup keras rahangnya.
Terkadang penyesalan itu akan datang terlambat, itupun terjadi pada Raka. Siapa yang bisa menduga hati wanita yang pernah merasakan sakit akan secepat itu berbalik meninggalkannya.
Teringat kembali yang pernah Teddy katakan padanya, karena dasarnya manusia itu akan cepat berubah jika menemukan sesuatu yang menarik, perhatian serta bisa memberikan kenyamanan.
Raka menghela nafasnya, ya ... dia sebaiknya perlahan merelakan semuanya. Mata itu menatap langit-langit kamar ingatan itu kembali membawanya ke saat-saat dulu, dan hingga mata itupun akhirnya terpejam.
*****
Ketukan di luar pintu kamar Raka membangunkannya pagi itu. Suara Teddy di balik pintu itu sungguh mengganggu tidur lelaki berparas manis itu.
"Ka, woi ... bangun, astaga! Ka ... Raka!"
"Apaan sih, Ted," ujar Raka membuka pintu itu lalu mengeluarkan kepalanya alih-alih takut penghuni hotel mendengar suara gaduh Teddy.
"Ya Tuhan, dia baru bangun." Teddy meringis melihat Raka yang belum siap sama sekali sedangkan pagi ini mereka harus bertemu Kalla di lokasi proyek.
"Jam berapa ini?" tanya Raka kebingungan.
"Tujuh, Ka ... itu klien kita udah jalan pasti ke lokasi, lo belom mandi, Ya Tuhan." Teddy menggaruk kepalanya.
"Gue mandi dulu, lo udah di share lokasinya kan?"
"Gak usah ngurusin gue, karuan lo mandi sono, kagak usah lama, mandi bebek bila perlu," dengus Teddy yang sudah kesal dengan kebiasaan buruk Raka.
Mobil Raka berhenti di sebuah lahan pembangunan tol panjang yang akan mereka bangun nanti. Kalla anak dari pemilik perusahaan itu sudah berada di sana lebih dulu.
"Maaf kami terlambat," ujar Raka mengulurkan tangannya pada Kalla.
"Gak apa-apa, saya juga baru datang, gimana perjalanannya?"
"Lumayan ... lumayan capek," ujar Raka denagn sedikit tertawa.
"Ehem ... yang bawa mobil saya, Pak." Teddy mengangkat satu alisnya.
Kalla hanya tersenyum saat mendengar kedua rekan kerjanya itu saling berbalas kata.
"Kal ... gimana? mau langsung apa masih mau di sini?"
Suara seorang wanita dengan memakai topi proyek dan kamera yang melingkar di lehernya memaksa Raka menoleh ke arah suara itu.
enjoy reading 😘
ikuti terus kisah cinta Raka ya... (scene percakapan Jenna dan Raka bisa di baca di Kawin Lari part talking bukan stalking)
terimakasih atas sambutan kalian untuk karya Chida ini... maaf belum sempat balas komentar kalian... tapi terimakasih sekali lagi antusias kalian adalah mood booster buat aku....
Jangan tanya, Chida juga kangen sama kalian semua 😘😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Aisyah Zahra
kasian juga diposisi jenna
2024-03-07
0
ſᑎ🎐ᵇᵃˢᵉ
heiii MR.R 📢📢📢🤧🤧🤧
jangan seakan memberi Jenna harapan lagi..mulai lah melupakan Jenna...
2023-05-15
0
Erni Fitriana
gak pernah bosen baca komunikasi ulanganya...best chida😘😘😘😘
2023-03-24
0