Raka baru saja terbangun dari tidurnya pagi itu. Rumahnya sudah ramai dengan celotehan sang Ibu yang sedang berbincang di ruang keluarga. Raka menuruni anak tangga, lelaki yang hany mengenakan kaos dalam berwarna putih serta celana boxer itu dengan santainya merebahkan dirinya di pangkuan sang Ibu.
"Sudah bujang, umur 28 tahun, tapi tetap aja manja gini, Ka," ujar Citra, ibu dari Raka seorang keturunan ningrat di tanah Jawa yang merantau ke pulau Bangka itu masih terlihat ayu.
"Kak, udah ketemu sama Kak Jenna?"
"Udah ... kemarin, kenapa?"
"Gak apa-apa, kakak putus ya?"
"Kamu putus?" tanya Ibu Citra.
Raka hanya diam, sementara tangan sang Ibu merapikan helaian rambut-rambut Raka.
"Kalo udah gak jodoh berarti jangan di paksa," ujar Citra. "Ibu gak pernah maksa kamu untuk menerima hubungan ini awalnya, tapi ternyata kalian saling jatuh cinta tapi kalo cinta itu lama-lama sudah mulai menipis, mau kamu kembalikan seperti semula pun sudah pasti susah."
Raka menghela nafas panjang, "Raka yang salah Bu, seharusnya Raka nggak buat Jenna kecewa."
"Resiko dalam suatu hubungan itu pasti selalu ada, Ka. Jenna juga mungkin merasa jenuh dan kamu yang terlalu sibuk."
Raka mengangguk, apa yang dikatakan ibunya memang benar. Hampir satu tahun belakangan ini Raka terlalu pokus dengan pekerjaannya.
"Kamu juga belom berani kan, ngajakin dia nikah?" tanya ibu lagi.
Raka membenarkan posisi tidurnya, lalu menatap ibu yang masih membelai rambutnya.
"Jenna gak pernah minta Raka nikahi, Bu."
"Itu ... itu salahnya kamu, kamu gak punya keberanian padahal kamu cinta."
"Karena Raka punya tanggung jawab, Bu ... Beban ah bukan beban, yang diberikan oleh ayah, itu sudah tanggung jawab Raka, dan Raka gak bisa setengah-setengah. Raka udah bilang ke Jenna, buat nunggu Raka sebentar lagi."
Raka merubah lagi posisinya, menyandarkan punggungnya pada sofa.
"Sampe kapan? Perempuan itu butuh kepastian, Anakku. Kamu bilang sebentar ternyata tiga tahun lagi ... bisa Jenna nunggu selama itu?"
Raka menghela nafasnya berkali-kali, Wita yang sedari tadi menonton TV, diam-diam mendengarkan pembicaraan ibu dan kakaknya.
Benar ibu bilang, wanita itu hanya butuh kepastian bukan cuma janji belaka. Raka menyugar rambutnya, lalu berdiri.
"Mau kemana?" tanya Ibu Citra
"Packing."
Raka melangkah kembali menaiki anak-anak tangga menuju ke kamarnya. Terngiang kembali perkataan sang Ibu, jika seorang wanita butuh kepastian bukan hanya menunggu.
"Aku berharap semua bisa berubah, Na," gumam Raka.
*****
Jakarta jam tiga pagi,
Raka baru saja selesai membereskan apartemen yang baru saja dia beli dari hasil jerih payahnya. Sebuah apartemen dengan tipe convertible yang kesemuanya bernuansa putih itu akan menjadi tempat tinggalnya, satu unit apartemen yang cukup luas untuk dia tinggali seorang diri.
Raka melirik jam dinding, sudah lewat dari tengah malam malah hampir menjelang subuh. Raka membaringkan tubuhnya di sofa, perlahan dia pejamkan matanya.
Bunyi dering ponsel itu mengagetkan Raka, tangannya meraih ponsel yang berada di lantai sementara matanya masih tertutup.
"Halo," ujar Raka dengan suara paraunya.
"Ka ... buset, baru bangun?" Suara Teddy mengagetkan Raka.
"Apa?"
"Duh, gini nih ... kita ada meeting, bro. Proposal kita kan lolos jadi sub-kontraktor, gimana sih lo? Kan gue udah bilang kemarin, meeting Ka jam sembilan."
"Ini jam berapa?"
"Jam delapan lewat, astaga."
"Kenapa lo baru telpon gue sekarang?"
"Lah ... dia nyalahin gue, buruan. Gue on the way, tunggu depan gang," ujar Teddy.
"Gang? Gang mana?" tanya Raka bingung. "Dih, dimatiin."
Raka bergegas membersihkan dirinya, setelan celana chinos biru tua dan kemeja biru laut membuat tampilannya segar pagi ini. Dia raih tas punggung kulit berwarna coklat yang berada di atas sofa.
Raka bergerak cepat memburu waktu, sampai di lobby apartemen Teddy sudah menunggunya.
"Ini kerjasama kita sama perusahaan besar, Ka ... lolos lagi, bisa-bisanya lo lupa." Omelan Teddy mewarnai pagi hari ini.
"Serius gue lupa, Ted. Semalem gue beresin apartemen biar rapih, kecapekan gue jadi ketiduran," jawab Raka.
"Kalo gak macet, cepet kita sampe ... lo kayak gak tau aja daerah Kasablanka macetnya krodit jam segini."
"Iya, sorry Ted. Eh ... ntar dulu," ujar Raka seakan melupakan sesuatu.
"Apa?"
"Gue bingung ... kenapa gue yang minta maaf ke elo sih, kan gue bos nya. Kurang ajar lo." Raka memberikan pukulan di lengan Teddy yang sudah tertawa. "Sialan lo."
"Haha ... seneng gue, kapan lagi marahin atasan."
"Kambing emang, untung lo masih sodara ... meski jauh."
"Astaga, diungkit."
******
Teddy dan Raka menunggu di ruang meeting, hampir setengah jam mereka menunggu. Bukan hanya mereka sebenarnya, karena ada beberapa sub-kontraktor yang lain juga yang memang di ajak bekerjasama untuk pembangunan jalan tol itu.
Lelaki yang berumur hampir 55 tahun itu nampak masih terlihat gagah, rambut yang memutih dan jambang yang menghias dagunya serta caranya tersenyum memperlihatkan kepribadian yang tegas dan berwibawa.
Memasuki ruangan meeting, dia menarik kursi lalu memberikan salam pembuka.
"Maaf, saya terlambat," ujar pemimpin perusahaan itu. "Klise rasanya kalau saya terlambat karena keadaan Jakarta yang macet," ujarnya lalu tersenyum.
"Baik, bisa kita mulai pembahasan kita pagi ini." Seorang dengan paras yang hampir mirip dengan Presiden direktur tadi memulai meeting pagi ini.
"Perkenalkan saya, Kallani Putra Kelana. Mewakili ayah saya ... Rangga Langit Kelana, mengucapkan selamat datang di perusahaan kami, selamat bergabung di PT. Langit Kelana. Anda semua terpilih menjadi sub-kontraktor yang akan bekerjasama dengan kami dalam pembangunan jalan tol yang berada di beberapa provinsi di Indonesia."
Seorang staf perusahaan membagikan beberapa berkas yang harus di baca yang berisi pembagian sub-kontraktor akan mengerjakan proyek tol di daerah yang akan di tuju.
"Sub-kontraktor akan saya bagi menjadi tiga kelompok, yang terdiri dari dua perusahaan ... oh sorry, ada yang akan berpasangan dengan perusahaan kami langsung," ujar Kalla lagi.
"Didi mungkin ada yang akan ditambahkan?" tanya Kalla pada Presiden direktur itu.
"Baik, sudah dijelaskan di laporan yang kalian pegang, bahwa semua di bagi menjadi dua sub-kontraktor, masing-masing di daerah yang sudah kami tentukan, mohon kerjasamanya, karena ini adalah proyek kita yang secara langsung bekerjasama dengan pemerintah, maka saya ingin ini semua memberikan yang terbaik," ujar Langit.
"Untuk PT. PILAR MENARA, akan langsung berada di bawah pengawasan perusahaan kami." Langit menatap Raka selaku pemilik PT. PILAR MENARA.
"Saya rasa untuk proses serta pelaksanaannya, nanti bisa dibicarakan langsung dengan perwakilan perusahaan kami," ujar Kalla mengakhiri meeting pagi ini. "Oh ya, PT. PILAR MENARA bisa ikut saya ke ruangan," kata Kalla lagi lalu tersenyum.
Enjoy reading 😘
Sabar yaaa Chida semaksimal mungkin akan up setiap hari di NT kalaupun tersendat maka akan up sesuai jadwal ... Senin-Selasa-Rabu, yang pasti terimakasih untuk support dari teman-teman semua 😘 nuhun 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Erni Fitriana
kangen kalla...langit...masih berasa ruhhh nya nih novel chida sebelumnya...sukses chida😘😘😘😘
2023-03-24
0
EndRu
Kalla kembarannya ZURRA kankak
2023-02-26
0
lia oeliel
calon mantu.... 😄
2022-06-19
1