" lha sekarang malah senyum-senyum sendiri dek, terpesona ya sama aku! mas Ringgo menggoda, aku sudah lama tidak mendengar mas Ringgo melontarkan gombalan seperti itu padaku.
"eh mas apaan sih!" aku tersadar dari lamunanku. Aku menjadi melamun karena terus kepikiran akan setiap kejadian hari ini.
"sebenarnya apa yang sedang kamu pikirkan dek, mas seperti merasa kamu sedang memikirkan sesuatu" kata mas Ringgo menatap serius kepadaku.
"gak apa-apa kok mas, aku hanya senang kamu beri uang untuk membeli baju. aku senang sekali mas karena telah lama sekali tak membeli baju, hingga tadi aku sadar aku tak punya baju lagi yang layak untuk di pakai. aku hanya punya beberapa pakaian yang sudah lusuh dan warnanya sudah pudar" jawabku dengan nada sedih, memberikan alasan sedikit panjang menurutku, aku berharap dia sadar selama ini telah mengabaikanku. Aku berharap mas Ringgo sadar selama ini dia telah memperlakukanku seperti pembantu bukan selayaknya istri.
Selama ini mas Ringgo selalu menuntut aku untuk selalu menunaikan kewajiban, sedang kewajibannya untuk memberikan kebahagiaan untukku sering dia abaikan.
"mas minta maaf ya dek, Abang belum bisa memberikan yang terbaik untukmu" kata mas Ringgo lagi.
"gak apa2 apa mas, aku mengerti kok kalau gaji kamu kecil. Tapi aneh ya mas gaji kamu tidak naik-naik padahal sekarang kamu sangat rajin. kamu pergi bekerja pagi sekali dan pulangnya selalu larut malam, memang perusahaan kamu tidak melihat segala peningkatan kinerja kamu selama enam bulan terakhir.
"mas tidak tahu dek" jawabnya singkat. Aku sedikit heran dengan jawaban mas Ringgo, merasa jawabannya bohong menutupi kebenaran yang sesungguhnya. Aku bisa melihat dari sorot matanya yang, seakan ada kebohongan di sana.
"mas mari kita lanjutkan makan siang, semua tidak usah kita bahas lagi. Kamu harus segera makan nanti terlambat balik ke kantor" kataku lagi tak ingin terus membahas soal gaji mas Ringgo.
Aku akan mencari tahu semua kebenaran yang masih di tutupi mas Ringgo, aku yakin aku bisa melakukannya dengan baik. Mas Ringgo sekarang pandai menutupi kebohongannya, tapi aku harus lebih lihai darinya.
Sedang fokus makan, aku mendengar ponsel mas Ringgo berbunyi dari dalam saku celananya. Aku melihat mas Ringgo segera mengambil dan melihat siapa yang menelpon. Aku melihat ada sedikit perubahan ekspresi di wajah mas Ringgo, sekilas aku bisa melihat mas Ringgo menatapku kemudian mematikannya.
"siapa yang menelpon mas, kok dimatiin?" tanyaku pada mas Ringgo dengan tatapan ingin tahu.
"hmmm, eh itu teman menyuruh mas cepat balik ke kantor, katanya bos datang" jawab mas Ringgo gelagapan, terlihat jelas kalau mas Ringgo sedang membohongiku.
"oh iya mas, sebaiknya kamu segera menyelesaikan makan siang, biar bisa cepat balik ke kantor" kataku lagi. Aku bukannya tidak tahu kalau mas Ringgo sedang berbohong, tapi aku sebaiknya pura-pura tidak tahu saja.
Aku harus melakukan sandiwara agar bisa menangkap basah kebohongan mas Ringgo. Mas Ringgo mungkin merasa telah berhasil membohongi aku, dia tidak tahu kalau sebenarnya telah mulai menyadari kecurangannya kepadaku.
Setelah selesai makan, mas Ringgo bergegas merapikan pakaiannya yang sedikit kusut. Mas Ringgo kelihatan buru-buru sekali. Aku tidak tahu pasti apa benar yang dikatakannya tapi melihat dari caranya aku tak yakin dia jujur kepadaku. Tapi sekarang biarlah dia begitu, aku pasti bisa mengorek kebohongan yang disimpannya dariku.
Mas Ringgo buru-buru menuju pintu kemudian mengenakan sepatunya. Aku sebenarnya ingin bertanya padanyatapi tidak jadi, ini karena yakin dia akan menjawab pertanyaan dengan kebohongan lagi. Aku merasa percuma saja bertanya kalau mas Ringgo akan berbohong lagi.
"oh ya mas, nanti malam pulang cepat ya, aku kangen lho" aku berkata seraya tersenyum genit kepadanya.
"iya nanti mas usaha kan dek" katanya balas tersenyum kepadaku.
"mas berangkat dulu ya dek, assalamualaikum!" kata mas Ringgo kepadaku.
"iya mas, hati-hati di jalan ya mas" jawabku sambil mencium tangan mas Ringgo dengan takzim seperti biasanya.
Aku memandangi kepergian mas ringgo, sedih rasanya mengetahui semua kebohongannya. Aku tak percaya dia tega mengkhianati ku, berselingkuh di belakangku. Walau dulu, aku sudah merasakan keanehan sikap mas Ringgo, tapi aku mengabaikannya. Aku terlalu mempercayainya karena rasa cintaku lebih besar dari rasa curiga yang aku rasakan. ternyata, semua firasat waktu itu ternyata benar mas Ringgo telah membohongiku.
Aku kembali menuju meja makan dan membereskannya. Aku membawa piring-piring bekas makan kami kemudian langsung mencuci dan menatanya di rak piring. Setelah selesai aku kemudian menuju kamar, berniat merapikan penampilan. Aku akan membeli baju dan beberapa alat rias yang sudah habis.
Salama ini, aku tak pernah meminta uang untuk membeli alat rias. Aku membeli alat rias dengan menyisihkan sedikit uang belanja dapur. Kalau beruntung, aku bisa sedikit berhemat ketika barang belanjaan ada yang turun harganya. Aku selalu menawar setiap yang dibeli, aku kadang bisa dapat potongan harga kalau nasibku lagi baik. Dari berhemat itulah, aku bisa membeli kosmetik yang aku butuhkan.
Setelah selesai dandan ala kadarnya, aku segera berangkat ke pasar. Aku mau membeli baju di pasar karena di sananya murah-murah, tapi kalau di mall jelas aku tak akan sanggup untuk membelinya. Aku menumpang angkot ke pasar kalau naik ojek sewanya mahal.
Setiba di pasar, aku langsung ketempat orang menjual baju. Aku melihat-lihat setiap lapak yang ada, aku melihat ada baju yang dipajang menarik hatiku. Baju itu modelnya bagus, aku meraba bahannya terasa lembut.
"maaf mbak, mau cari apa? apa yang bisa saya bantu? tanya penjual baju itu, ramah.
"eh ini mbak, saya suka baju ini berapa ya harganya? tanyaku kepadanya
"ini harganya dua ratus lima puluh mbak!" ujar penjual tersebut. Aku berpikir sejenak, merasa harganya mahal untukku walau aku sadar harga itu memang pantas mengingat baju tersebut memang bagus kualitas dasarnya.
"kenapa mbak, kok diam?" tanyanya lagi.
"bisa kurang gak mbak harganya, bisa nggak kalau seratus lima puluh ribu?" tanyaku menawar harga baju tersebut.
"nggak bisa mbak harga yang mbak tawar tadi jauh di bawah modal, bisanya dua ratus dua lima ribu mbak gimana?" tanyanya menurunkan harganya.
"maaf mbak, bisa kurangi lagi harganya gimana kalau seratus delapan ribu saja mbak!" aku membujuk lagi.
"begini aja mbak, saya kasih dua ratus ribu saja itu penawaran terakhir kalau mbak mau" kata penjual itu lagi. Aku berpikir sejenak, akhirnya aku memutuskan untuk membeli baju tersebut karena aku memang menyukainya.
"iya deh mbak aku ambil" kataku lagi. Kemudian sang penjual baju cepat mengemas dan memberikan kepadaku. Setelah membayar, aku berlalu meninggalkan kios tersebut, beralih melihat-lihat ke kios lain.
Ketika asyik melihat-lihat, aku melihat sesuatu sesuatu yang menarik perhatianku. Aku bergegas mendekati, sejenak tersenyum memikirkan sesuatu. Aku akan menggunakan benda ini sebagai alat untuk memuluskan langkah berikut yang akan kurencanakan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
Eci Sulistiani
lanjut lah thoor
2022-05-18
0