Sebuah acara ijab qobul tampak sedang berlangsung di sebuah rumah yang mewah dengan hanya sedikit orang yang menghadirinya.
pernikahan siri itu hanya di hadiri beberapa orang saksi dan ustadz yang sengaja di undang untuk melakukan proses pernikahan.
Ningrum tampak menitikkan air matanya, entah dia harus bahagia atau pun bersedih. Karena bagaimana pun ini bukanlah pernikahan yang dia inginkan.
Ayahnya belumlah sembuh dari koma nya. Sudah pasti ayahnya tidak bisa menjadi wali nikahnya.
Sebelumnya Eliana dan dirinya terikat sebuah perjanjian. Dan memaksanya untuk melakukan apapun yang di inginkan oleh Eliana, atas imbalan biaya operasi ayahnya. Yang terbujur kritis korban tabrak lari kala itu.
Namun tak pernah terbayangkan jika keinginan Eliana adalah menikahi suaminya yang lumpuh itu, dan menjadikannya sebagai madunya.
Ningrum sempat menolaknya karena itu permintaan yang sangat sulit menurutnya. Pernikahan dan menikah dengan siapa itu adalah hak pribadinya.
Tapi bukanlah Eliana namanya jika keinginannya tidak terpenuhi. Dia mengancam Ningrum kembali hingga akhirnya Ningrum bersedia.
''Bisakah menunggu Ayahku sembuh dulu Nona? Bagaimana pun dia adalah wali ku.'' mohon Ningrum sempat menawar dengan memelas.
Berharap Eliana berubah pikiran.
''Kamu itu hobi banget ngebantah ya!!'' Bentak Eliana.
''Jika aku berkata tidak! Ya tidak!! Ingat Ningrum, sekarang kamu itu ibarat budak yang sudah aku beli. Jadi kamu harus dan wajib melakukan apa saja yang aku katakan!!'' gertak Eliana dengan seringai yang mengejek.
Ningrum kembali menghela napas panjang sambil berderai air mata.
''Baiklah Nona aku setuju.'' pasrah Ningrum akhirnya.
Seperti mimpi saja kini hidupnya, entah akan bagaimana kedepannya. Sekarang hidup Ningrum ada di bawah telapak tangan seorang Eliana.
Bak seorang budak sahaya yang harus menuruti kemauan tuannya meskipun benar atau salah dia harus menurutinya.
'' Ningrum, kok malah nangis terus sih?'' tanya Ibunya rada kesal dan gemas sambil menyenggol bahu Ningrum.
''Aku ingat sama Ayah, Bu.'' Kata Ningrum sambil terus terisak.
''Sudahlah jangan sok drama gitu sih! Tenang saja Bapak mu baik-baik saja ada Reno yang menjaganya. Sebenarnya Ibu juga malas datang ke pernikahan mu ini, kalo bukan Nyonya Eliana yang mengundang ibu!!'' Kata Ibunya dengan sinis dan sedikit berbisik.
Ningrum sudah tidak kaget lagi dengan sikap Ibunya yang seperti itu.
Karena memang sudah semenjak dulu sewaktu Ayahnya memutuskan menikah lagi. Dia tidak pernah merasakan kasih sayang yang tulus dari ibu nya itu.
Entah mengapa Ibu tirinya itu tidak pernah menyayanginya. Padahal Ningrum tak pernah menyakitinya dan selalu bersikap sopan padanya.
Mungkin waktu itu dia juga sudah mempunyai Reno sebelum menikah dengan Ayahnya. Jadi dia lebih sayang pada anaknya. Terlebih pernikahan dengan ayahnya tidak menghasilkan seorang anak.
Jadi dia merasa tak peduli lagi dengan nya. Tapi meskipun Ibunya selalu membencinya, justru Ningrum sebaliknya.
Dia tidak bisa membenci Ibunya dan tidak pernah ingin membencinya. Ningrum pikir mungkin suatu saat nanti hati Ibunya itu akan luluh dan akan menyayanginya kelak. Harap Ningrum dalam angannya.
Juga alasan mengapa Ningrum tidak bisa membenci ibunya itu adalah. Dia sangat menyangi Reno, adik tirinya itu sudah Ningrum anggap seperti adik kandungnya. Terlebih Ningrum pun tak mempunyai saudara lain lagi selain Reno.
Di tambah kasih sayang ayahnya juga yaang masih sama kepadanya. Dan tak membedakan antara dirinya dan juga pada Reno.
''Jangan di ambil hati ya Nak, jika ibumu itu terus marahin kamu. Karena itu adalah ungkapan kasih sayangnya sama kamu.'' Ucap Ayahnya kala itu. Apabila Ibunya kadang mengomeli Ningrum tiada henti.
Karena apapun sesuatu yang di lakukan oleh Ningrum tidak sejalan dengan ke inginan hati ibunya, sudah pasti omelannya yang panjang tidak akan berhenti secepatnya.
Dalam tangisnya Ningrum mengulas sedikit senyum karena mengingat masa itu.
''Apa Ayah sudah siuman Bu?'' Tanya Ningrum kemudian.
''Ya belum lah '' Jawab Ibunya cepat.
Tak berapa lama kemudian terdengar suara pintu di ketuk, di susul oleh seorang wanita yang muncul di balik pintu. Yang tak lain adalah Grace manejernya Eliana langsung masuk ke dalam kamar tanpa menunggu dipersilahkan untuk masuk.
''Ayo, acara akan segera dimulai kalian sudah pada siap kan?'' Tanya Grace kemudian.
''Iya Nona kami sudah siap,'' jawab ibu Ningrum.
''Ayo cepat, kita sudah di tunggu di luar. Acaranya sudah di mulai.'' Katanya lagi pada Ningrum.
Ningrum hanya mengangguk pelan, sungguh badannya terasa sangat berat hanya sekedar untuk bangkit dari duduknya.
''Baiklah, jangan lama-lama semuanya sudah menunggu.'' peringat Grace sambil berlalu pergi kembali keluar kamar.
''Wajahmu jangan seperti itu Ningrum, kamu itu pengantin. Seharusnya kamu itu bahagia karena calon suami kamu itu orang kaya. Ingat ya, nanti jangan sampai lupa sama ibu dan Reno. Kami itu masih tanggung jawabmu. Apalagi sekarang ayahmu tidak bisa cari uang. Mau makan apa Ibu sama Reno.'' Ucap Bu Rina nama dari ibu tiri Ningrum itu panjang lebar.
Sejatinya seorang ibu jika anak perempuannya menikah adalah memberikan doa yang baik dan wejangan yang sangat berharga untuk anaknya. Dan akan menangis haru karena akan melepaskan anak gadisnya.
Yang ada malah urusan tanggung jawab dan hanya uang yang dia bicarakan dengan Ningrum.
''Jawab dong Ningrum!! Malah diam saja!!'' seru ibunya merasa kesal karena Ningrum hanya diam saja mendengar dia berbicara panjang lebar.
''Iya Bu, tenang saja. Ningrum tidak akan melupakan kalian.'' Ucap Ningrum akhirnya. Sambil masih terisak.
Jujur sebenarnya dalam hati Ningrum merasa hancur dan sakit. Tapi ibunya tidak mengerti akan hal itu. Bagaimana bisa dia memberikan uang padanya. Sedangkan ibunya itu tahu sendiri tentang status pernikahannya saat ini.
Mungkin statusnya adalah seorang istri, tapi kenyataannya dia adalah seperti seorang budak saja.
''Ayo cepat kita segera keluar.'' ucap Bu Rina kemudian.
Lalu melangkah ke arah pintu dan membukakan pintu untuk Ningrum.
Ningrum hanya mengangguk pelan saja. Lalu dia pun melangkah mengikuti Ibunya keluar kamar dan menuju ruangan tengah.
Sepanjang jalan dia hanya menundukkan pandangannya hingga sampai ke meja akad.
Bahkan dia sama sekali tidak melirik pada calon suaminya yang kini duduk di sampingnya.
Berbeda dengan calon suaminya, dia begitu lekat memandangi Ningrum semenjak datang sampai akhirnya duduk di sampingnya.
''Apakah ini calon istri yang kau pilihkan untuk ku Ana? Ada apa dengan wajahnya? Dia seperti tertekan." Batin lelaki itu dipenuhi tanya melihat raut wajah wanita yang sebentar lagi akan menjadi istrinya itu.
''Mas--'' lirih Eliana di samping satunya sambil memegang tangannya.
''Ya,'' ucapnya sedikit kaget, dan langsung menoleh ke arahnya.
''Ijabnya sudah akan di mulai.'' kata Eliana dengan menampilkan senyum manisnya.
Pria itu hanya memasang wajah datar dan dinginnya, sambil mengangguk pelan.
Lalu beberapa saat kemudian.
Prosesi ijab qobul dengan bermaharkan hanya seperangkat alat sholat itu pun telah selesai dan berlangsung secara lancar.
Dan tibalah saat Ningrum akan mencium tangan suaminya.
Tangannya begitu bergetar dan terasa berat untuk bergerak. Yang di rasakan Ningrum, entah mengapa tiba-tiba dadanya terasa sesak.
Dengan masih menunduk dia memaksakan tangannya bergerak untuk meraih telapak tangan suaminya yang terulur padanya.
Disaat Ningrum hampir meraih tangan itu, tiba-tiba perhatianya teralihkan.
''Kakak!! Ibu!! Ayah Kak!! Ayah!!!'' Teriak seseorang di pintu utama rumah dengan histeris.
Dengan napas yang tersengal-sengal orang itu berusaha melangakah menuju Ningrum berada.
Semua perhatian orang di ruangan itu seketika langsung tertuju padanya.
''Reno!!?'' Lirih Ningrum dengan terkejut.
Seketika hatinya merasa gusar mendengar nama Ayahnya disebut.
💔💔💔💔💔💔💔💔💔💔💔💔💔💔💔💔
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments