Bab 5

Seminggu sudah berlalu, aku masih belum sanggup menerima kenyataan bahwa suamiku berselingkuh.

Kemudian aku mendengar kabar, jika Rudi telah menikah siri dengan Silvia.

Aku terus menangis, mendengar gunjingan dari para tetangga ku. Mereka berhasil membuat harga diriku jatuh terinjak-injak.

" Karin, kamu gak apa-apa?" tanya ibuku yang melihat kedua mataku sudah sembab

" Aku menyesal menikah dengan Rudi, Bu!" lirihku sambil menangis di pangkuannya.

" Kamu sabar Karin, mungkin kamu akan di naikkan derajat oleh sang Maha Kuasa." nasihat ibuku selalu menenangkanku.

Seiring berjalannya waktu, aku merasakan ada keanehan di dalam tubuhku.

" Huek, huek ...." Tiba-tiba perutku mual, dan kepala terasa pusing.

" Karin, kamu kenapa?" Tanya ibuku yang sedang memasak di dapur.

" Enggak tahu Bu, rasanya perut ku mual dan kepala pusing." Jawab aku sambil memijat pelipisku.

" Nanti Ibu kerokin, ya! " Kata ibuku. " Sebaiknya kamu istirahat, dan tidak usah bekerja." saran ibuku.

" Nanti juga sembuh kok, kalau aku nggak kerja maka gaji aku akan dipotong." Selorohku

" Huek, huek, huek ..." Aku mencoba memuntahkan seluruh isi makanan, namun yang keluar hanya cairan bening yang terasa pahit.

Kepalaku terasa pening, dan perutku seperti di kocok-kocok.

" Sebaiknya kita ke dokter, Karin!" Saran ibuku.

" Baik, Bu." Jawab ku menurut ajakan ibu.

Aku menunggu ibuku, yang sedang mengganti bajunya. Dan kami pun langsung berjalan, menuju klinik yang tak jauh dari rumahku.

Sesampainya di klinik, aku mendaftarkan namaku. Selang beberapa menit, namaku di panggil.

" Nona Karina Susilawati." Panggil perawat yang berada di pintu ruang dokter.

Aku pun bangun dari duduk, dan berjalan menuju ruangan dokter.

" Selamat siang, " sapa dokter wanita dengan name tag Rahayu Indira.

" Siang, Bu. " sahut ku, kemudian aku  duduk di kursi.

" Ada keluhan apa, Bu Karina?" Sapa Rahayu sambil tersenyum.

" Mual, muntah dan kliyengan. Tadi pagi sempat pingsan dan gak jadi kerja." Jawabku secara rinci. 

" Apakah anda sudah menikah?" Tanyanya

" Sudah." Jawabku.

" Terakhir datang bulan, kapan?' tanyanya sambil memperhatikan ku.

" Sepertinya bulan ini belum dapat, Dok!" Jawabku sambil mengingat terakhir datang bulan.

" Kita tespek dulu, ya!" Seru Rahayu yang menyuruhku untuk melakukan tespek.

" Untuk apa, Dok?" Tanyaku yang bingung.

" Kita coba tes alat kehamilan." Ujarnya.

" Hamil ... ?" ucapku terkejut.

Selang beberapa menit, alat tespek di masukkan ke cup berisi air seniku, terlihat jelas garis dua berjajar di alat itu.

" Selamat ya, kamu akan mempunyai calon anak." Kata Rahayu memberikan ucapan selamat padaku.

" Apa, Dok! Aku hamil?" Jawabku terkejut, dan kepalaku terasa berat. Lalu aku memijat -mijat pelipisku.

" Ada apa, Bu Karina?" Tanya dokter cemas.

" Oh enggak, aku hanya sedikit pusing." Kataku beralasan.

Entah, aku harus bahagia atau bersedih? Disaat kehamilan pertama, suamiku dengan terang-terangan telah menikah lagi.

Aku dan ibuku pulang ke rumah, ada raut bahagia di wajah ibuku. Karena kini akan bertambah lagi cucunya.

Sesampainya di rumah, kami di kejutkan dengan kedatangan kakakku.

Dia tidak bisa menghubungiku, karena kini aku tidak memiliki handphone.

" Karin, kamu abis dari mana sih? Di telepon gak di jawab." Bentaknya saat melihat kedatangan ku bersama ibu.

" Diana, kapan kamu sampai , Nak?" Tanya ibuku dengan suaranya yang lembut.

" Dari setengah jam yang lalu." Katanya dengan nada ketus.

Kemudian ibuku membukakan pintu rumah, dan kami masuk ke dalamnya.

" Tumben kakak ke sini?" Kataku sinis.

" Eh kamu, di datangi bukannya senang kok malah judes gitu." Ucapnya kasar.

" Iya, paling kakak datangnya kalau ada maunya aja." Jawabku ketus.

" Ish, kok kamu nyolot gitu sih, Rin?" Ucapnya marah sambil mengikuti langkah ku ke kamar.

" Sudah, kalian kok jadi ribut sih." Kata ibuku menengahi kami.

Dia menggendong cucunya, yang masih berusia empat tahun.

" Keysa, uda makan?" Tanya ibuku sambil menggendong Keysa.

" Iya belumlah bu, kan kita jalan dari rumah pagi. Sampe sini nunggu lagi, harusnya uda makan." Sahut Diana dengan nada ketus.

Ibuku langsung membawa Keysa menuju dapur, dia mengambil gorengan sisa jualan tadi pagi.

" Ini pisang goreng, kamu makan ya!" Kata ibuku sembari memberikan satu pisang goreng pada kedua cucunya. 

" Bu, " panggil Diana yang menghampiri ibuku di dapur.

" Iya, " jawab ibuku yang masih sibuk menyuapi cucunya. 

Diana memiliki dua anak, yang pertama bernama Keyla usianya sudah tujuh tahun. Dan yang kedua bernama Kesya, usianya empat tahun.

" Bu, Diana butuh uang." Kata Diana merengek pada ibuku.

" Tuh kan, kalau ke sini pasti gak jauh-jauh soal minta duit." Celetukku dengan nada menyindir.

" Ish, apa urusannya sama kamu. Mending kamu urusin tuh suami kamu, yang kerjaannya nongkrong di depan." Kata Diana membalas ejekan ku.

" Maksudnya apa kak? Kok bawa-bawa bang Rudi?" Kataku geram.

" Iya noh, dia di depan lagi nongkrong bukannya kerja." Katanya.

" Tadi kakak tegur, eh dia malah nyolot. Katanya dia mau nyerein kamu." Ucap Diana kasar.

Lalu tiba-tiba ibuku terjatuh, dan menimpa Kesya. 

" Brak ..."  

" Mama ... " Teriak Keysa yang tertimpa badan ibuku.

" Ibu .... " teriakku segera aku menghampiri ibuku.

Diana langsung menggendong anaknya, yang jatuh tertimpa tubuh ibuku.

Segera aku mengangkat tubuh ibuku, dan membawanya ke dalam kamar.

" Bu, bangun Bu!" Ucapku menangis di pelukan ibuku. Aku menepuk pipinya pelan, agar dia membuka kedua matanya. Namun tidak berhasil, kedua matanya masih terpejam.

" Ibu kenapa sih, Rin?" Tanya Diana sambil menggendong anaknya.

" Kakak gak liat apa, dia pingsan?" Geramku yang geregetan melihat tingkah kakakku.

" Maksudnya pingsan kenapa? " Tanyanya mengulang.

" Kakak sadar gak sih, kalau tadi kakak menyinggung soal Rudi?" Bentak ku sambil menoleh ke arah Diana.

" Iya, lalu kenapa ibu yang pingsan?" lagi-lagi Diana mengulang pertanyaan, hingga membuatku kesal.

" Sudahlah, kita tidak usah berdebat lagi. Sekarang ambilkan air minum untuk ibu." Kata ku yang menyuruh Diana.

Diana langsung mengambil kan air minum di dapur, " Ini air minum nya." Kata Diana yang menyodorkan segelas air putih.

Lalu aku meminumkannya pada ibuku, dan ibuku membuka kedua matanya.

" Ibu, enggak apa-apa?" Tanyaku cemas.

" Enggak apa-apa, ibu tadi hanya pusing." Katanya sambil memijat pelipisnya.

" Diana, bagaimana kondisi anakmu." Kata ibuku yang mengkhawatirkan kondisi Keysa.

" Dia gak apa-apa bu. Memang ada apa sih dengan Karin? Sampe Rudi mau menceraikan dia?" Diana kembali menanyakan hal, yang seharusnya tidak di bicarakan saat ini.

" Kak Diana, bisa gak sih gak bahas soal itu!" Bentak ku padanya.

" Ish, ya sudah aku mau keluar." Katanya dengan tatapan sinis ke arahku.

" Bu, gak usah dengerin omongan Kak Diana ya!" Kataku sambil mengelus lengan ibuku.

" Ibu enggak apa-apa." Ucap ibuku dengan raut wajah yang tak terlukiskan. 

Aku tak bisa menebak raut wajahnya, dia begitu tegar dan sabar.

" Karin, ibu ingin istirahat. Tolong tinggalkan ibu sebentar." Pinta ibuku yang langsung merebahkan tubuhnya.

" Iya, Bu." kataku yang langsung menyelimuti tubuh ibuku.

Aku pun keluar dari kamar ibu, dan menuju kamar ku.

" Karin, sebenarnya apa yang terjadi?" Panggil Diana saat melihat ku keluar dari kamar ibu.

" Kak, ini urusan rumah tangga ku. Sebaiknya kalian jangan ikut campur." Ucapku menegaskan.

" Iya tapi kan tadi Rudi, jelas-jelas ngomong begitu sama kakak." Ucapnya tak mau mengalah.

" Biar aku yang menyelesaikan nya, dan maksud mu datang kesini ada apa?" Tanyaku yang sangat hapal dengan tingkah kakakku.

" Aku butuh uang, dan ingin meminjam cincin ibu untuk aku gadaikan." Kata Diana.

" Apa? Kau bukannya bawain makanan atau kabar bagus, malah minta duit." Ucapku ketus, lalu aku tak lagi menghiraukan keberadaan Diana. Aku langsung masuk ke dalam kamar ku, untuk merebahkan diri.

" Ish, aku main ke sini malah di tinggal tidur." Kesal Diana yang meninggikan suaranya.

Aku tak lagi memperdulikan ocehan nya, dan kedua mataku langsung terpejam.

Selang beberapa jam, kedua mataku terbangun. Aku melihat ibuku sedang sibuk di dapur. Dan ku dengar suara Diana sedang membantu ibu.

Aku pun menghampiri mereka, dan duduk di kursi makan.

" Karin, kamu harus makan yang banyak. Inget kamu lagi hamil." Kata Diana sambil menyediakan sepiring pisang goreng.

" Iya, " jawabku malas.

Karena setahuku, dia datang kesini tadi mau meminjam uang. Tetapi kenapa sikapnya jadi perhatian padaku. Apa mungkin sikapnya berubah lembut karena ada maunya?

Aku terus menatap sinis Diana, yang tiba-tiba tulus memperhatikan ku atau ada maksud lain?

" Tok, tok, tok.." terdengar suara ketukan pintu dari arah depan.

" Biar aku saja, yang buka." Kata Diana yang kebetulan sedang di kamarku. Diana langsung berjalan menuju pintu depan.

" Siapa sih, malam-malam gini bertamu?" Gerutu Diana yang langsung memegang handle pintu lalu membukanya.

Silakan kamu tap like dan vote ya ceritaku jangan lupa berikan poin hadiah dan masukkan Favoritmu untuk mengikuti episode selanjutnya.

Terpopuler

Comments

Alitha Fransisca

Alitha Fransisca

Like thor..
mau istirahat dulu ya..
Semangat..

2021-11-03

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!