Sebelum membaca karyaku, aku harapkan kalian follow dan vote cerita ku. Dan jangan lupa tap like di setiap bab nya.
" Eh Karin, ada suamimu tuh di depan." Silvia memanggil ku dengan nada ketus.
" Bang Rudi, mau apa dia ke sini?" Aku langsung bangun, dan berjalan menuju pintu keluar.
" Abang, ngapain sih ke sini, Bang?" Aku langsung menghampiri Rudi
" Aku butuh duit, kasih aku duit buat betulin ban yang pecah tadi." Rudi membentakku.
" Abang, emang kurang jelas yang tadi Karin omongin?" ucapku dengan tatapan sinis kearah Rudi.
" Nggak mau tahu, pokoknya kamu pinjam sama siapa sana, " hardik Rudi dengan paksa yang mendorong lenganku.
" Abang jangan maksa gitu, emangnya Abang nggak kerja apa?" tanyaku.
" Aku udah berhenti, ngapain punya bini bisa nyari duit terus aku harus kerja juga?" Rudi berucap kasar.
" Apa, Abang udah nggak kerja?" Aku terkejut dengan penuturan Rudi.
" Udah Bang, aku mau kerja jangan ganggu aku, sebaiknya Abang pulang sekarang." Aku langsung masuk ke dalam.
" Eh Karin, kasih aku duit dulu dong." Rudi berteriak namun tak kuhiraukan.
Akhirnya Rudi dicegah oleh satpam, saat akan mengejarku masuk ke dalam kantor.
Terlihat Sivia begitu sebal, melihat ke arahku. Entah ada hubungan apa, dia dengan Rudi? Aku tidak mau ambil pusing, yang jelas kini aku harus bekerja kembali.
" Ada apa, sih?" Tanya Ajeng yang menghampiriku.
" Itu suaminya, minta duit gak dikasih, " sindir Silvia sambil menatap sinis ke arahku.
" Eh Sil, aku nggak pernah ada urusan sama kamu. Kenapa kamu begitu benci sih, sama aku?" Aku begitu geram melihat wajah Silvia.
Silvia langsung berbalik badan, dan pergi meninggalkanku.
" Udahlah Rin, kamu kerja aja lagi. Nanti kinerja kamu jadi buruk, hanya karena meladeni Silvia, " ucap Ajeng membelaku.
Dan aku melanjutkan kembali pekerjaanku, karena ada barang baru yang datang dari gudang pusat.
Jam menunjukkan pukul 5 sore, aku dan karyawan yang lainnya bersiap untuk pulang.
****
Sesampainya di rumah aku melihat Rudi, sedang tiduran di dalam kamar. Lalu aku menghampirinya dan menegurnya.
" Emangnya Abang, udah enggak kerja lagi ya?" tanyaku dengan tatapan emosi.
" Aku, udah dipecat, " ucapnya lantang.
" Terus kalau dipecat, Abang nggak mau cari kerja lagi gitu?" Aku begitu kesal mendengar jawaban dari Rudi
" Kan udah ada kamu, yang kerja!" jawabnya yang sangat santai.
" Udahlah, ayo sekarang kita pergi ke rumahku." Rudi memaksa ku untuk tinggal di rumahnya. Padahal dulu sebelum menikah, dia bersedia untuk tinggal di rumahku. Karena aku harus merawat ibuku yang sedang sakit.
" Besok, aku akan mengantar ibu ke rumah sakit. Sebaiknya Abang saja yang pergi, " sahutku, lalu aku langsung menaruh tasku di atas meja, kemudian langsung keluar dari kamar.
Aku menghampiri ibuku, yang kini berada di dapur. Sepertinya aku melihat kesedihan, di wajah ibuku. Melihat aku dan Rudi, yang selalu bertengkar setiap hari.
" Ibu, lagi ngapain?" Aku mendekati ibuku.
" Ibu, mau bikin makanan untuk kamu, Karin." Ibuku langsung mengambil telur di dalam kulkas.
" Bu, Karin sudah dewasa. Dan Karin bisa masak sendiri, Ibu istirahat saja." Aku mencegah ibuku, untuk memasak telor.
" Kamu pasti capek bekerja ya, jadi biar Ibu aja yang masak." Ibuku langsung mengambil telur dan menaruhnya di wajan.
" Maafkan Karin ya Bu, belum bisa membahagiakan ibu, " lirihku
Lalu aku membantu ibu mencuci piring, setelah itu melihat cucian yang berada di mesin cuci. Aku langsung memilih baju putih dan berwarna. Aku memisahkannya baju putih, lalu ku masukkan ke dalam mesin cuci. Setelah itu aku isi air dan detergen. Lalu menunggunya hingga air terisi penuh.
Usai Ibuku memasak, kami langsung makan bersama.
" Kau tidak panggilkan Rudi, untuk makan?" kata ibuku yang masih mengkhawatirkan menantu yang kurang ajar itu.
" Dia udah gede Bu, kalau lapar juga dia cari makan sendiri, " jawabku ketus.
" Kamu nggak boleh gitu, sekarang dia kan sudah menjadi suamimu." Ibu menasehati ku.
Kemudian aku langsung bangun, dan mencari keberadaan Rudi di kamar.
Kulihat dia sudah rapi, dan langsung keluar tanpa pamit.
" Bang, mau ke mana, Bang? Kamu nggak mau makan dulu?" Aku memanggil Rudi, namun dia tidak menghiraukannya. Rudi terlihat sudah rapi, memakai jaketnya lalu keluar meninggalkan ku.
Aku tidak merasa curiga sama sekali dengan kepergian Rudi, yang sangat terburu-buru sekali.
Aku langsung menuju ruang makan, untuk menghampiri Ibuku, menemaninya makan malam.
Setelah selesai makan, ibuku langsung masuk kamar. Dan aku membersihkan piring kotor, yang berada di atas meja.
Usai membersihkan semua yang ada di dapur, aku langsung beranjak ke kamar mandi untuk melihat cucian di mesin cuci.
Karena menggunakan mesin satu tabung, maka otomatis sudah bersih dan kering. Aku pun langsung menjemurnya. Setelah selesai menjemur, aku langsung menuju kamar untuk mengistirahatkan tubuhku.
Seketika mataku terpejam, karena Aku terlalu lelah dengan pekerjaanku begitu juga menghadapi sikap suamiku.
***
Pagi pun tiba, aku masih belum melihat keberadaan Rudi di samping ku.
Kenapa dia seenaknya saja pergi tidak permisi, pulang pun tidak mengabari.
Setelah rapi memakai baju, Aku ingin mengambil ponselku, yang berada di dalam tas.
Betapa terkejutnya aku, saat tidak mendapati ponselku berada di dalam tas.
" Ke mana sih, handphonenya? Kayaknya kemarin, aku langsung masukin tas." Aku panik saat tak menemukan ponsel di tasku. Karena setahuku setelah menerima telepon dari Rudi, aku langsung mematikan handphonenya, dan menaruhnya di dalam tas.
Aku terus mengingat-ingat lagi, setahuku saat aku pulang aku tidak membuka tas.
" Atau mungkin, jatuh di kantor?" pikirku yang masih mengingat kejadian kemarin.
Lalu, bagaimana aku harus menghubungi kantor? Sedangkan hari ini, aku akan izin mengantar ibuku ke rumah sakit.
Akhirnya aku putuskan, untuk mengantar ibuku dulu. Setelah mengantar ibu, aku langsung ke kantor menggunakan ojek. Setelah izin, aku kembali ke rumah sakit untuk mengurus ibuku.
" Ibu, udah rapih?" tanya aku yang masuk ke kamar ibu.
" Sudah, dan ini kartu kesehatannya," kata ibu seraya menyerahkan kartu kesehatan dari pemerintah, dan juga fotokopi kartu keluarga.
Pengobatan ibu memang ditanggung oleh pemerintah, tapi untuk obat-obat yang tidak di cover aku harus membelinya di apotek.
Aku dan ibuku berjalan menuju jalan raya, melewati gang kecil.
Saat aku dan ibu sedang menunggu angkot, kulihat dari jauh ada Rudi yang terlihat sedang memboncengi seorang perempuan.
Samar-samar, karena aku hanya melihatnya dari arah belakang.
Siapakah wanita yang sedang diboncengi motor oleh Rudi? batinku bertanya dalam hati, namun aku langsung mengalihkan pandanganku.
Aku merasa sedih, karena terus di perlakukan kasar oleh Rudi.
Aku langsung menghentikan angkot, yang mengarah ke rumah sakit. Aku dan ibuku pun naik satu persatu. Aku duduk di dekat supir, dan ibuku berada di sebelah ku.
Sepanjang perjalanan, aku masih terbayang sosok Rudi. Dia yang sedang berboncengan dengan wanita.
'Apakah profesi dia sekarang, menjadi tukang ojek? ' batin ku terus bertanya, mencoba berpikir positif atas apa yang aku lihat tadi.
" Karina, kamu kok melamun saja?" tanya ibuku sambil menepuk lenganku.
" Eh, enggak Bu, " jawabku sambil tersenyum miris.
Aku hanya sedang pusing memikirkan Rudi, di tambah ponselku yang hilang tadi pagi.
Akhirnya aku sampai di rumah sakit, dan aku langsung menuntun ibuku berjalan ke dalam.
" Ibu, duduk dulu di sini. Biar Karina yang mendaftar." Aku menyuruh ibuku duduk di bangku tunggu.
Aku berjalan ke tempat pendaftaran, memberikan kartu kesehatan dari pemerintah.
Setelah melakukan pendaftaran, aku langsung menuju poli khusus penyakit dalam.
Ku urungkan niatku yang ingin pergi meninggalkan ibuku, untuk ijin ke kantor. Karena saat kulihat wajah ibuku, terlihat sangat pucat dan lelah. Sehingga membuat aku tak tega, untuk meninggalkan nya.
Silakan like dan komentar ya!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Alitha Fransisca
Karin naik jabatan + tambah cantik = bang Rudi merapat.
huuu.. pengen ngerasain tendangan tanpa bayangan juga nih laki" egois.
Lanjut Thor.. semangat ✊
2021-11-03
1