Sebelum membaca karyaku, aku harapkan kalian follow dan vote cerita ku. Dan jangan lupa tap like di setiap bab nya.
Selang beberapa jam melakukan antrian, kami pun masuk ke dalam poli. Kemudian mengambil obat yang telah di resepkan oleh dokter. Aku dan ibu pergi, meninggalkan lantai dua. Lantai dua adalah tempat berbagai poli, yang ada di rumah sakit. Sedangkan lantai atas, adalah kamar rawat inap.
Kami berjalan melewati lorong rumah sakit. Tak ku sangka, ternyata aku berpapasan dengan bosku. Dengan cepat, aku langsung menyapa nya.
" Siang, bu Christina." Sapa ku yang berjalan mendekati nya, sambil menggandeng Ibu ku.
Christina hanya terdiam, hanya senyum yang mengulas di bibirnya yang mulai mengerut.
Mungkin karena pegawai yang begitu banyak, sehingga dia lupa denganku.
" Maaf, kamu siapa?" Tanyanya.
" Aku Karina, karyawati ibu bagian gudang yang kemarin baru saja menikah." Tutur ku sembari mengulurkan tanganku bermaksud ingin menjabat tangan.
" Oh, sedang apa di sini?" Tanya Christina seraya menyambut uluran tanganku.
" Aku mengantarkan Ibuku berobat, Bu! " Ucapku sambil merangkul ibuku.
" Oh memang ibumu sakit apa?" Tanyanya
" Diabetes, dan harus kontrol setiap bulan." Ucapku sambil melirik kearah ibuku.
" Maaf Ibu, boleh aku minta tolong?" Ucapku memotong pembicaraan.
" Minta tolong, apa?" Tanya Christina.
" Bisa Ibu meminta izin kepada Ajeng, karena aku tidak hadir hari ini. Sebab handphone ku hilang, jadi aku tidak bisa menghubunginya." Kata aku dengan wajah memelas.
" Oh baiklah, biar aku yang hubungi Ajeng." Kata Christina dengan suaranya yang lembut. Wanita paruh baya, yang kisaran usianya hampir sama dengan ibuku. Namun masih ada aura cantik, walaupun umurnya kini menginjak 60 tahun.
Tak heran kenapa wajahnya masih cantik, karena dia orang kaya pasti banyak perawatannya.
Usai Christina menelpon Ajeng, aku diajak olehnya menuju ke kantin.
" Ikut aku, untuk makan siang." ajaknya.
Aku menoleh kearah ibuku, Ibuku menyetujuinya karena memang sedari pagi kami belum makan.
Kami berjalan mengekori Christina dan suaminya. Mereka nampak harmonis, di usianya yang tidak lagi muda.
Sepertinya aku harus mencontoh, dari hubungan mereka. Tapi kayaknya tidak akan mungkin, karena Rudi mempunyai sikap yang acuh terhadap ku.
Entah kenapa sikapnya menjadi berubah, sehari setelah pernikahan ku. Sepertinya bukan sehari hanya beberapa jam, di saat dia mengambil seluruh isi amplop milik ibu ku.
" Kamu, mau makan apa Karina?" Tanyanya yang sudah duduk berhadapan dengan kami.
Aku menoleh ke kanan dan ke kiri, mencoba mencari hidangan yang pas untuk perut kami.
" Aku pesen pecel ayam aja, Ibu apa?" Tanyaku seraya menoleh kearah ibuku.
" Ibu sama aja sama kamu, dan minumnya teh tawar hangat ya." Jawab Ibuku karena memang dia tidak boleh terlalu banyak gula.
Aku berjalan menuju kios pecel ayam, kemudian Christina pun menghampiriku.
" Ini, uangnya." Katanya seraya menyerahkan selembar uang seratus ribu rupiah.
" Bu, biar aku saja yang bayar." Kata aku ingin menolak.
Namun Christina kekeh, ingin membayarkan pesanan kami. Dan dia langsung membayarkannya, kepada Abang pecel ayam.
" Terima kasih banyak Bu, maaf merepotkan." Ucapku sambil tersenyum.
" Oh ya bang, pecel lelenya dua ya. Nanti diantar ke meja itu." Kata Christina yang juga memesan.
Aku dan Christina pun berjalan, menuju meja yang ada ibuku dan suaminya.
Sebelum pesanan datang, ibuku banyak sekali bercerita kepada Christina. Karena memang dia memiliki riwayat penyakit yang sama dengan ibuku.
Mereka bertukar pikiran, mengenai cara pengobatan dan pantangan.
Selang beberapa menit, pesanan kami pun datang. Kami makan bersama, di jam istirahat makan siang.
Usai makan siang, aku dan ibuku pamit pulang kepada Christina bosku.
" Bu, kami pulang dulu ya!" Kata aku pamit.
" Tunggu, " cegah Christina lalu dia memanggil namaku, " Karina.."
" Iya, Bu?" Aku menoleh ke arah Christina.
" Kami antar, kalian pulang." Ucapnya lembut, Christina dan suaminya pun bangun dari duduk, lalu menghampiri kami.
" Tapi Bu, kami sudah sangat merepotkan Anda." Ucapku yang merasa tidak enak kepada bosku.
" Tidak apa, sekalian aku ingin tahu rumah kalian." Katanya.
Dengan perasaan tidak enak, akhirnya aku dan ibu berjalan mengikuti Christina menuju mobilnya.
" Masuklah." Katanya menyuruh kami masuk ke dalam mobil nya. Sudah ada suami Christina, yang duduk di bangku paling depan berdampingan dengan supir.
Sedangkan aku dan ibuku, juga Cristina duduk berdampingan.
Aku memberitahu sopir, alamat rumahku. Aku bilang ," Rumahku tidak masuk mobil,
jadi nanti turunkan saja kami di pinggir jalan persis depan gang." ucapku
" Baik, nona." Sahut sang supir yang mulai menyalakan mesin mobilnya dan melajukannya.
Bosku baik sekali, aku merasa tidak enak diperlakukan istimewa oleh nya.
Selang setengah jam, kami pun sampai di depan gang.
" Ya sudah pak, itu gang rumah kami." Ucapku yang menghentikan lagi sang supir.
Sopir menghentikan laju mobilnya, persis di depan gang rumah kami.
Aku dan ibuku pun turun, " Terima kasih Bu Christina, sudah mengantar kami ke rumah." Ucapku dengan senyum.
" Iya sama-sama, jaga dan rawat ibumu Karina." Pesan Christina kepadaku.
" Baik Bu, aku akan menjaga Ibuku Terima kasih, atas perhatiannya." Aku pun menjauh dari mobil, dan melambaikan tanganku. Aku menatap kepergian mobil, milik bosku.
" Karin, bosmu sangat baik sekali." Kata ibuku sambil menggenggam tanganku erat.
Kami pun berjalan masuk ke dalam gang, aku tidak sekalipun melepaskan genggaman tanganku.
Aku sangat menyayangi ibuku, aku akan selalu menjaganya. Walaupun belum bisa membahagiakan dia seutuhnya.
Seketika lamunanku buyar, kala teringat kebaikan bosku.
****
Saat aku mengetahui perselingkuhan antara Rudi dan Silvia.
Dia persis berada di depanku, sedang membonceng seorang wanita. Sepertinya wanita itu, sangat aku kenal. Dari bentuk tubuhnya, tasnya kemudian pakaiannya, sangat familiar di mataku.
Aku terus mengikuti Rudi, hingga dia melajukan motornya ke kantorku.
" Silvia." Lirih ku.
" Oh, jadi selama ini yang antar kamu itu suamiku, Sil?" Ejek ku sambil menatap jijik ke arah Silvia.
Mereka berdua menjadi salah tingkah, saat tertangkap basah oleh ku.
" Dasar wanita murahan, bisa-bisanya merayu suami orang." Cela ku pada Silvia karena sudah merasa emosi.
Sikap Silvia jadi berubah, dia seolah-olah menatapku remeh.
" Eh, kamu ngaca dong!" Ucap Silvia sambil mendorong tubuhku dengan jarinya.
" Apa maksud kamu, Silvia?" Tanyaku sambil memajukan badanku di hadapan Silvia.
" Kamu tuh nggak ngaca apa? Mana mau sih Rudi sama wanita kayak kamu, udah item, gendut." Ejek Silvia di depan Rudi.
Semua orang yang berada di dalam kantor, tiba-tiba keluar. Menyaksikan kami yang sedang adu mulut.
" Oh bang, jadi kamu gak pernah cinta sama aku?" Bentak ku sambil mendorong tubuh Rudi.
Tangisku tiba-tiba menjadi histeris, aku menyesal kenapa harus menikah dengan laki-laki buaya seperti Rudi.
Aku mengamuk, dan marah-marah kepada Rudi. Menjambak rambut Silvia, dan mendorong nya hingga terjatuh. Entah setan apa yang merasuki tubuh ku.
" Asal kamu tahu, kalau setiap malam Rudi selalu menginap di kostan ku." sambung Silvia sambil menantangku.
" Dasar perempuan gak punya malu, cewek gatel." Ucapku yang emosi ingin menjamah Silvia. Namun para karyawan mencegahku, dan tiba-tiba aku jatuh pingsan.
Aku pulang dengan tubuh lemas, karena habis pingsan usai ribut dengan Silvia dan Rudi. Pak Supri adalah office boy, di tempat ku bekerja. Dia sangat baik, dan langsung menawarkan diri untuk mengantarkan ku pulang.
Aku di antar oleh pak Supri, dia membawa motor ku. Aku di bonceng oleh Pak Supri, sampai depan rumah ku. Sedangkan dia balik ke kantor, menggunakan ojek online.
" Terima kasih ya, Pak!" Kataku sambil memberikan selembar uang lima puluh ribu, untuk ongkos naik ojek.
" Sama-sama, bapak balik lagi ke kantor ya!" Pamit Supri yang sudah mendapatkan ojek, dan dia menerima uang yang aku sodorkan.
Aku mengetuk pintu, " Tok, tok, tok .."
" Assalamu'alaikum, " ucapku memberi salam kepada ibuku, lalu aku membuka pintu.
" Loh Karin, kok kamu uda pulang aja?" Tanya ibuku yang bingung melihat ku sudah pulang, padahal belum waktunya pulang.
" Aku habis pingsan, bu!" kataku mengadu pada ibuku. Aku tidak bisa berbohong bila di depannya.
" Pingsan kenapa, Nak?" Tanya ibuku cemas yang langsung menuntunku menuju kursi.
" Aku habis ribut, sama bang Rudi." Kataku sambil menangis, di hadapan ibuku. Tak tega rasanya menyampaikan keluh kesahku pada ibuku. Seharusnya aku menyenangkan dia di masa tuanya. Bukan menambah penderitaan untuk nya.
" Ribut soal apa?" Tanya ibuku yang begitu cemas melihat keadaan ku.
" Dia hanya memanfaatkan ku saja bu, aku mau pisah darinya." Kataku sambil terus menangis dalam pelukannya.
" Sabar ya, Nak! Ini ujian untuk mu." Ucap ibuku menenangkan ku.
Silakan tap like yang banyak ya, juga vote ceritaku kalau kamu suka!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments