After kissing

"Woy Nes!"

Geplakan di kepala membuatku tersadar dari lamunan. Basya nyengir lebar lalu berdiri di sampingku. Senin siang aku memeriksa proyek tidak jauh dari kantor. Pram belum kembali dari Bogor sehingga aku dan Basya menggantikan tugasnya memeriksa proyek.

"Pak Pram cari desainer interior buat dekorasi rumahnya. Dengar-dengar dia mau nikah tahun ini Nes," ucap Basya membuatku meliriknya sekilas.

"Gosip mulu lo Bas," sahutku malas.

"Gue serius Nes, anak-anak kantor udah dengar kok. Lo aja yang ketinggalan berita karena sering keluar kota."

"Gue kerja cari duit bukan dengerin gosip nggak penting."

"Pak Pram tuh naksir sama lo Nes, dia sering nanya jadwal lo kalau pas keluar kota. Dia juga ke Bintan, tapi pas itu lo lagi sama Abitama dari Violet Group. Terus besoknya kabar pernikahannya tersebar, dia putus asa sama lo Nes."

Aku bergumam pelan mendengar gosip si mulut ember Basya. Panas terik siang hari tidak cukup meredam mulutnya.

"Gue mau beli es, lo ikut kagak?" tanyaku.

"Ikut Nes!"

Aku sudah berada di warung tenda pinggir jalan. Cuaca panas begini cocok minum yang dingin-dingin. Aku memesan es kelapa serut dengan tambahan sirup. Basya memesan es cendol lalu duduk di sampingku. Laki-laki itu mengipasi wajahnya tampak jelas cuaca siang ini membunuh kami para pekerja lapangan.

"Siang panas ntar malam hujan. Gue kemarin basah kuyup pulang dari gym."

Aku mengangguk. "Gue juga kehujanan Bas."

"Eh, lo nggak demam 'kan?" Basya mengamati wajahku.

"Demam paginya udah sembuh. Gue ketemu pak Pram di halte dia malah bawa gue ke Bogor. Tengah malam gue baru pulang Bas," ucapku yang dihadiahi tepukan keras.

"Gue bilang juga apa!"

Teriakan Basya memancing pelanggan menoleh ke arah kami. Bahkan rombongan yang baru saja datang ikut menoleh. Jantungku mencelos melihat Marco di antara rombongan itu. Basya duduk membelakangi Marco tidak melihat bagaimana cara laki-laki itu menatapku.

"Pak Pram naksir lo dari zaman batu Nes. Gue nggak habis pikir dia bisa naksir sama lo."

"Ngomong pelan dikit Bas."

Marco dan rombongannya mengambil tempat duduk di belakang Basya. Kursi di warung tenda ini cukup banyak, tapi anehnya Marco memilih tempat duduk di dekat kami. Rombongan yang terdiri dari para mahasiswa itu tampak kelelahan, termasuk Marco yang kulit putihnya memerah. Aku memalingkan wajah saat Marco menatapku, sial aku tertangkap basah sedang memperhatikannya.

Basya menoleh ke belakang dan seketika mengerti maksud ucapanku. Dia menggeser tubuhnya sehingga aku bisa melihat jelas Marco tanpa terhalang tubuh Basya. Aku menyesal memperingati Basya dan memberikan kesempatan Marco melihatku.

"Nes?" panggil Basya.

"Apa?" jawabku singkat.

"Pesanan lo, awas jatuh."

Aku berdiri untuk mengambil segelas es kelapa, tapi tubuhku kehilangan keseimbangan sehingga Basya menahan lenganku. Aku mendengar suara berisik dari rombongan Marco dan samar-samar laki-laki itu mengumpat.

Aku pasti dituduh selingkuh lagi.

"Hati-hati Nes, lo hampir ketiban gelas segede gaban."

"Sorry gue nggak fokus," ucapku lalu kembali duduk di kursi setelah meletakkan gelas di meja.

"Habis dari Bintan lo kelihatan aneh, bukan karena Abitama kan?"

Aku mengutuk mulut bocor Basya yang kembali mengungkit soal perjalananku ke Bintan. Marco menatapku tajam sementara teman-temannya sibuk berdiskusi. Aku sudah tidak memiliki keinginan meminum es kelapa. Rasanya ingin segera angkat kaki dari tempat ini.

"Bas, diam bentar bisa nggak?"

"Gue penasaran beb."

Aku menarik napas panjang mencari cara mengenyahkan bayangan Tama dari otakku. Namun, aku tidak bisa melupakan kalimat terakhirnya sebelum kami berpisah.

"Dia mau tunangan Bas."

"Gue ikut prihatin Nes. Sebagai teman semasa kuliah gue paham alasan lo nggak peka sama orang-orang di sekitar lo. Alasannya karena Tama. Gue nggak paham kenapa kalian putus, tapi gue yakin kalau kalian saling mencintai."

"Waktu nggak bisa putar balik Bas. Gue cuma mau hidup damai aja sekarang. Yah, meskipun gue tahu kehidupan itu nggak semudah dulu. Gue musti kerja keras biar lupa sama rasa sakit itu. Toh, jodoh udah ada yang ngatur."

"Intinya lo masih belum rela Nes, percuma pake teori kalau nyatanya lo belum ikhlas." Basya menepuk bahuku sekadar menguatkan.

"Gue nggak tahu," ucapku jujur.

Gebrakan meja membuatku terkejut, aku melupakan keberadaan Marco akibat Basya memancingku perihal Tama. Sekarang rombongan itu kacau balau dengan ekspresi wajah berbeda-beda. Aku melirik Marco yang serius mengamati makalah di tangannya. Kemarin aku mengerjakan tugasnya di sela kesibukan mengambil mobil dan berbelanja. Kini, aku tidak percaya Marco menggunakan makalah itu.

"Si Marco jurig mana paham soal begituan Ujang."

Aku melihat Marco sekilas.

"Marco teh pahamnya soal paha ayam. Sok tanya ke dia barangkali ada yang mau sharing. Rajanya adegan plus-plus Marco mah."

Mulut lelaki kalau sudah berkumpul lupa difilter, aku menyedot minumanku dengan kecepatan super. Waktu istrihatku sudah habis setelah ini aku mau kembali ke kantor. Mendinginkan tubuh sambil menyantap mie instan di pantry.

"Bas, gue mau balik ke kantor." Aku berdiri hendak membayar pesananku.

Basya menatap arlojinya. "Gue punya janji sama klien, tapi masih sempat antar lo ke kantor. Tunggu bentar gue abisin minuman dulu."

"Gue tunggu di proyek aja Bas." Aku membayar pesananku kemudian meninggalkan warung tenda itu.

Aku berjalan menyusuri jalan berdebu dan kendaraan melintas menambah jumlah debu di udara. Aku terbatuk-batuk saat partikel debu masuk ke mulutku.

"Pakai ini Nes."

Aku terlonjak kaget melihat Marco berdiri di belakangku. Basya belum terlihat batang hidungnya membuatku menurunkan rasa waspada. Aku menerima masker pemberian Marco dan memasangnya di wajahku.

"Thanks Mark," ucapku.

"Aku antar ke kantor ya."

"Nggak usah, kamu kan sibuk ngerjain tugas. Habis penelitian ya?" tanyaku basa-basi.

Marco mengangguk. "Makasih ya Nes."

"Buat apa?"

"Makasih udah ngerjain makalahku."

"Sama-sama," ucapku singkat.

Marco menarik bahuku sehingga kami berjalan bersisian. Laki-laki itu menggunakan jaketnya sebagai penutup kepala. Aku merasa seperti satu payung berdua. Perlahan aku tersenyum kecil merasa cuaca panas ini tidak begitu buruk.

Suara langkah kaki menjadi fokus perhatianku sekarang. Marco menoleh ke arahku sekilas.

"Nes."

"Iya?"

"Jangan terlalu dekat sama cowok lain ya."

Aku tertawa keras melihat ekspresi serius Marco. Bocah labil yang berpengalaman ini terlihat lucu di mataku.

"Basya itu teman kuliahku. Zaman kamu belum paham sama paha ayam Mark," ucapku geli.

"Bukan dia, tapi Tama."

Tawaku menghilang dalam sekejap.

"After kissing then what, Nes?"

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!