Pukul 14.30 dengan ditemani Naura, Novi berangkat dari rumah untuk menemui Firmansyah di Banaran Coffee yang berada di wilayah Semarang Selatan. Dengan kecepatan sedang, Naura mengemudikan mobil dan pada pukul 15.00 akhirnya mereka sudah sampai di halaman parkir café yang dikelola oleh PT Perkebunan Nusantara IX (Persero). Setelah memarkirkan mobilnya di tempat yang teduh, Naura mengikuti langkah Novi memasuki café. Novi mengedarkan pandangannya ke sekitar café, dan karena merasa tidak melihat Firmansyah, akhirnya dia memilih tempat duduk di tempat yang agak menyendiri di sisi selatan.
Setelah mereka duduk, terlihat seorang waitress menghampiri mereka dengan membawa buku menu. Novi mengambil buku menu kemudian melihat-lihat sebentar.
“Lemon Squash 1, Singkong Goreng khas Banaran 1 dan tempe mendoan 1 ya,” kata Novi pada waitress.
“Kalau aku sup ikan gurami dan Americano,” sahut Naura.
“Baik, mohon tunggu sebentar. Kami akan segera menyiapkan pesanannya,” kata waitress ramah sambil mengambil kembali buku menu dan membawanya pergi.
Naura mengambil gadget dari dalam tasnya, dan tidak menunggu lama dia sudah asyik tenggelam berselancar di dunia maya.
Novi sendiri terlihat sedang gelisah menantikan kedatangan Firmansyah yang berjanji akan menemuinya pada pukul 15.30. Sedangkan saat ini, Rolex di pergelangan tangannya sudah hampir menunjukkan jam sesuai janji pertemuan mereka. Tiba-tiba Novi melihat sebuah Rubicon memarkirkan mobil dekat dengan mobilnya, dan seulas senyum terbit dari bibirnya. Dia melihat Firmansyah yang masih terlihat gagah meskipun garis-garis keriput sudah banyak muncul di wajahnya, sedang turun dari mobil.
Novi berdiri dan menghampiri Firmansyah untuk menyambutnya di pinggir halaman. Firmansyah langsung tahu dimana posisi Novi, kemudian melangkah menghampirinya.
“Hai Nov…, sudah lama menungguku,” tanya Firmansyah tersenyum menyapa Novi.
“Yah lumayanlah, maklum Fir… perempuan yang nyetir jadi harus berangkat lebih awal biar tidak tergesa-gesa di jalan,” jawab Novi sambil mengajak Firmansyah menuju tempat mereka duduk.
“Lho, kamu nyetir sendiri,” tanya Firmansyah heran sambil menatap Novi.
“Putriku nomer 2 yang nyetir, hanya dia yang peduli. Kakaknya sudah tidak bisa dipegang buntutnya, ayo duduk Fir.” Novi menawarkan duduk pada Firmansyah. Naura belum menyadari jika tamu yang ditunggu mamanya sudah datang, dia masih focus pada gadgetnya.
“Kenalkan ini putriku Naura, kita pernah ketemu dulu waktu di Shopping Arcade.” Kata Novi mengenalkan Naura pada Firmansyah. Dia menyikut Naura yang tampak tidak mempedulikan mereka.
“Ada apa ma,” tanya Naura yang bingung kenapa mamanya tiba-tiba menyikutnya. Kemudian di menatap ke depan, dan langsung menganggukkan kepalanya sambil mengulurkan tangan pada Firmansyah.
“Maaf Om, tidak sadar kalau teman mama sudah datang,” ucap Naura sambal mencium tangan Firmansyah.
“Tidak apa-apa nak. Putrimu cantik dan sopan Nov. Persis sepertimu waktu masih muda” kata Firmansyah memuji Naura di depannya. Novi tersenyum mendengar pujian itu.
Novi kembali memanggil waitress untuk melayani Firmansyah.
“Naura pindah kesana ya ma,” Naura ijin untuk pindah tempat duduk, khawatir mengganggu pembicaraan sesama orang tua.
“Ya,” jawab Novi singkat.
“Mari Om,” Naura pamit pada Firmansyah, kemudian dia duduk di tempat yang agak jauh dari mereka.
********
Sepeninggalan Naura, Novi tampak gelisah di hadapan Firmansyah. Berkali-kali dia tampak menyesap lemon squash untuk mengurangi kegelisahannya. Sedangkan Firmansyah tampak senyum-senyum sendiri melihat ketidak tenangan Novi, karena setelah sekian lama, baru saat ini mereka kembali duduk berdua dengan posisi berhadapan. Firmansyah berusaha memegang tangan Novi untuk membantu mengurangi ketegangannya, tapi dengan sopan Novi menarik tangannya menjauh dari tangannya.
“Maaf jangan lakukan itu Fir, kita tidak muda lagi,” kata Novi pelan.
Firmansyah menarik kembali tangannya, dan untungnya waitress datang mengantarkan pesanan mereka, sehingga membantu mengurangi rasa canggung di antara mereka.
“Mbak yang sup gurami dan Americano minta tolong diantarkan ke meja sana ya,” kata Novi menunjuk ke arah meja Naura.
Firmansyah memasukkan brown sugar ke dalam cangkir kopi dan mengaduk secara perlahan. Dengan memegangi cawan alas cangkir, dia menyesap kopi dengan menggunakan sendok pengaduk kopi.
“Nov…, apa yang ingin kamu bicarakan padaku.” Tanya Firmansyah. Dia yakin jika Novi memiliki masalah besar, karena setelah menikah dengan Samsuar baru kali ini Novi berinisiatif untuk ketemu dengannya secara langsung.
Novi menatap ke mata Firmansyah, tapi kemudian menundukkan pandangannya lagi.
“Sebelumnya mohon maaf ya Fir, kalau aku sudah mengganggu waktumu kali ini. Sebenarnya aku malu untuk bicara padamu, tapi aku dan suamiku bingung harus mencari bantuan kemana lagi.” Novi lirih mencoba mengutarakan alasannya meminta ketemuan.
“Tidak perlu sungkan padaku Nov, katakanlah apa masalahmu.”
Novi mengambil nafas panjang, kemudian menghembuskannya lagi secara perlahan, Dia mengulanginya sampai tiga kali untuk menenangkan perasaannya.
“Perusahaanku butuh injeksi dana yang tidak sedikit Fir. Berbagai cara untuk mendapatkan pendanaan lewat Lembaga keuangan bank maupun maupun nonbank, sudah kami lakukan. Tapi tidak dapat membantu, malahan menimbulkan beban operasional jangka pendek karena beban bunga dan return yang harus kami bayarkan pada investor.” Novi menghentikan perkataanya, dia mengambil gelas dan menyesap lemon squash untuk mengurangi kegugupannya.
Setelah sedikit lega, Novi kembali melanjutkan perkataannya.
“Untuk kelangsungan perusahaan dan masa depan anak-anak kami, perusahaan itu harus kami selamatkan. Tapi kami sudah tidak memiliki alternatif untuk mendapatkan pendanaan lagi, dan bahkan dalam jangka waktu satu bulan, jika kami tidak dapat melunasi beberapa pinjaman, beberapa asset kami terpaksa harus disita oleh pihak luar.” Tanpa sadar Novi berbicara dengan menitikkan air mata, dan tidak sanggup lagi melanjutkan perkataannya.
Suasana diam melingkupi mereka untuk beberapa saat.
“Terus dengan pertemuan ini, apa yang kamu inginkan dari saya Nov,” tiba-tiba Firmansyah tersenyum smirk, dan memberikan pertanyaan yang seakan menghujam jantung Novi,
“Mereka bukan siapa-siapa lagi, alangkah naif sekali jika dia menginginkan bantuan dari Firmansyah.” Novi berpikir sendiri.
“Nov…, kenapa kamu tidak menjawab pertanyaanku dan malah terlihat melamun,” kata Firmansyah yang seketika menyadarkan Novi dari lamunannya.
“Begini Fir, sebetulnya tidak tepat jika aku menggantungkan harapanku padamu. Kita bukan siapa-siapa. Tetapi dari beberapa hari terakhir, hatiku mengatakan jika kamu akan menjadi penolong keluargaku untuk mengakhiri permasalahan ini.” Kata Novi sambal tertunduk malu.
Firmansyah tersenyum kemudian kembali menyesap kopinya. Kemudian dia memegang dagu Novi dan mengangkatnya untuk melihat lebih dekat. Tanpa sadar Novi membiarkannya, dan mata keduanya menjadi bertatapan.
“Aku akan menolongmu Nov, berapa dana yang kamu butuhkan,” jawab Firmansyah. Tiba-tiba dia memiliki ide untuk membalas sakit hatinya pada Novi, yang telah memilih Samsuar hanya karena dia lebih mapan pada saat itu. Dan saat sekarang dia membutuhkan bantuan, tanpa malu dia menyampaikan padanya.
“Benarkah Fir…,” kata Novi tidak percaya dengan apa yang telah didengarnya.
Firmansyah menganggukkan kepalanya dengan mantap.
“Dana yang dibutuhkan perusahaanku saat ini tidak sedikit Fir. Aku tidak berharap kamu akan membantuku sejumlah nominal itu, tetapi paling tidak ada sedikit dana agar kami masih bisa beroperasi. Nominal uang yang dibutuhkan perusahaanku saat ini sebesar 400 milliar Fir.” Ucap Novi lirih tidak berani menatap mata Firmansyah.
Firmansyah sedikit terkejut dengan ucapan Novi, kemudian dia terlihat berpikir sejenak.
“Nov…, sudah aku bilang dari awal bahwa aku akan membantumu. Sangat jarang aku mendengarmu meminta bantuan padaku.” Kata Firmansyah.
“Tapi ada pepatah lama mengatakan bahwa There is no free lunch, bahwa tidak ada yang gratis di dunia ini.” Lanjutnya lagi.
“Persyaratan apa yang harus aku penuhi Fir, aku akan berusaha memenuhinya.” Ucap Novi yang sangat antusias karena Firmansyah bisa membantunya.
“Mendekatlah kesini, aku akan memberi tahukannya kepadamu. Tidak baik kalau sampai orang lain mendengarnya.” Kata Firmansyah sambil senyum-senyum sendiri.
Novi mendekat ke arah Firmansyah, dan sontak dia terkejut saat mendengar persyaratan yang diajukan.
“Apakah tidak ada pilihan lain Fir,” tanya Novi pelan.
Firmansyah menggelengkan kepalanya, kemudian dia berdiri dan mengambil kunci mobilnya yang tergeletak di atas meja. Dia mengeluarkan e money dari dompetnya dan meninggalkan di atas meja.
“Sorry Nov, waktuku tidak banyak. Gunakan e money untuk membayar pesanan kita. Aku tunggu sampai besok siang jawabanmu. Bye.” Tanpa menunggu Novi yang masih terhenyak dengan persyaratannya, Firmansyah berjalan menuju parkiran mobil.
*************
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments
Indahindah15
q ga bisa bayangin firmansyah yg umur segitu nanti kalau bucin ke naura jd kayak gimana,, ya ampun maaakk umur 58 lho 😂😂😂😂
2021-10-08
3