Bersantai di tepi kolam renang sambil menikmati segarnya jus jeruk serta mendengarkan lagu-lagu Afgan adalah kebiasaan yang menyenangkan bagi Silva. Ia akan melakukannya setiap pagi di hari Minggu.
Tiba-tiba musik di ponselnya berhenti dan berganti menjadi dering panjang menandakan ada sebuah panggilan yang masuk. Diraihnya ponsel tersebut dan kontak "My Bunny" yang tertera di layarnya.
Tanpa pikir panjang, Silva menolak panggilan itu. Tak lama kemudian, sebuah pesan masuk dari nomor yang sama. Inginnya ia cuek saja pada Faris karena kesalahan cowok itu pagi tadi. Namun, Silva tak bisa menahan senyumnya saat membaca pesan yang dikirimkan Faris padanya. Pacar tengilnya itu selalu saja bisa membuat hatinya meleleh. Bagaimana dengan rencananya memberi Faris pelajaran?
Ah, sudahlah. Silva tidak kuasa menahan rasa penasarannya dengan apa yang dikatakan Faris. Ia segera beranjak dari kolam, berlari menuju halaman depan.
Sesampainya di halaman depan, Silva menutup mulutnya yang menganga dengan kedua telapak tangan. Di depan sana, Faris berdiri dengan membawa sebuah buket besar bunga mawar merah favoritnya dan sebuah parsel besar berisi coklat kesukaannya. Yang membuatnya tak menyangka adalah, di belakang Faris juga berbaris para warga dan anak-anak yang membawa masing-masing sebuah kertas karton yang jika digabungkan akan membentuk tulisan "Faris & Silva untuk Selamanya. Titik! Gak boleh putus!"
"Satu, dua, tiga!" Faris memberi aba-aba kepada pasukannya untuk bersama-sama mengucapkan kalimat permintaan maaf.
"SILVA PACARNYA FARIS YANG PALING CANTIK, MAAFIN FARIS, YA!"
Lalu, Faris berjalan menghampiri Silva. "Maafin aku, ya? Aku janji gak akan mesum lagi, sumpah," ucapnya menatap Silva lembut.
Seakan kehabisan kata-kata, Silva tak tahu harus menjawab apa. Astaga... Bisa-bisanya dirinya memiliki pacar seperti Faris. Dua kata untuk pacarnya yang sialnya tampan ini. Manis tapi random.
***
Faris memasuki rumah Silva mengekor sang pemilik rumah yang berjalan di depannya. Ini bukan pertama kalinya ia berkunjung ke rumah ini. Bahkan sudah berkali-kali. Jadi, ia sudah tidak canggung lagi.
Silva terus saja berjalan menuju ruang tamu tanpa menoleh ke belakang. "Bunny, aku mau ke dapur dulu ya, nyimpen ini. Kamu duduk aja dulu di sini!"
Saat ia menoleh, ternyata Faris tidak ada di belakangnya. Pacarnya itu malah berjongkok di depan sebuah aquarium berisi ikan hias yang berada di sudut ruang tamu sambil bergumam tidak jelas. Silva tak ambil pusing. Ia tahu Faris suka dengan hal-hal baru. Aquarium itu memang baru dipindahkan ke ruang tamu. Awalnya dlisimpan di halaman belakang dekat kamar mandi dapur. Dan Faris belum pernah ke sana.
Silva hanya tersenyum sambil menggeleng pelan lalu melanjutkan langkahnya menuju dapur.
Sementara Faris masih menatapi ikan-ikan di aquarium. Meski begitu, sebenarnya isi otaknya dipenuhi oleh kekhawatiran kepada Silva. Ia takut jika Arkan akan merebut Silvanya. Bagaimana jika itu benar-benar terjadi? Faris menggeleng keras, tidak mau overthingking. Ia kembali memperhatikan dengan jeli setiap ikan yang jenisnya berbeda-beda.
"Bunny, ini minum sama makanannya! Ayo dimakan dulu!" Silva telah kembali dari dapur dengan membawa sepiring brownies dan dua gelas jus jeruk.
Faris masih di tempatnya, enggan menoleh apalagi melangkah menuju Silva yang duduk di sofa ruang tamu.
"Honey, sekarang kok ada ikan jeruk di sini? Kemaren-kemaren gak ada tuh," tanya Faris tanpa menoleh pada Silva.
Kening Silva berkerut dalam. "Hah? Ikan jeruk? Mana ada ikan jeruk?" balasnya sambil terkekeh dan menggelengkan kepala.
"Ini ada, tuh! Sini deh, kamunya!"
Karena penasaran, Silva pun mendekati Faris yang bola matanya bergerak acak memperhatikan seekor ikan yang bergerak ke sana kemari. Sampai di samping Faris, Silva ikut merendahkan badan dengan menumpukan telapak tangan di atas lutut.
"Mana ikan jeruk?"
"Itu yang Oren bulet!" jawab Faris menunjuk seekor ikan mas koki.
Kening Silva kembali berkerut. "Itu ikan mas koki, Bunny! Bukan ikan jeruk! Masa kamu gak tau, sih?"
"Gak cocok namanya, Honey! Masa ikan ada yang jadi koki? Terus emasnya mana?" tanya Faris makin random.
"Ya itu kan warna badannya emas," jawab Silva asal. Sejujurnya ia pun mempertanyakan jawabannya itu.
"Kamu buta warna, Honey? Itu Oren, tau, bukan emas! Dibanding mas koki, ikan itu lebih cocok dinamain ikan jeruk. Bentuk dan warnanya sama kaya jeruk. Badannya bulet dan warnanya Oren. Hiih, gemes banget ih, pengen tak hiiih!" ungkap Faris dengan tangan yang seperti sedang meremas ikan itu.
"Ya jangan, dong, Bunny! Nanti ikannya mati kalo diremes begitu! Udah yuk, sini duduk!" Silva menuntun Faris menuju sofa.
Setelah mereka berdua duduk berhadapan, Silva menatap Faris lurus ke kedua netra redup itu. Biasanya, netra itu akan menatapnya penuh cinta dan antusias. Namun, sekarang berbeda. Pasti ada yang tidak beres. Apalagi, kini si empunya menundukkan wajahnya.
"Aku tau kamu lagi ada masalah, kan? Sekarang, kamu cerita, ya sama aku! Jangan pendam sendiri masalah kamu! Perlakukan aku sebagaimana orang yang kamu butuhkan. Aku juga bisa, kok, jadi pendengar yang baik," ungkap Silva dengan senyum dan mengusap lembut punggung tangan Faris.
Faris yang awalnya menunduk, seketika mengangkat kembali wajahnya menatap Silva seakan tak percaya.
"Kok kamu tau? Kamu Milea atau Dilan? Kok bisa ngeramal?"
Silva memutar bola matanya jengah dengan tingkah Faris. Pacarnya itu tak bisa diajak serius sedikit saja.
Grep!
Melebarkan kedua matanya, Silva kaget karena tiba-tiba Far is mendekapnya.
"Hehe, gemes banget, sih! Iya, iya, aku bakal cerita, kok."
Di balik punggung Faris, Silva tersenyum dan membalas pelukan Faris. Dalam hati ia berkata, pacarnya ini memang random sekali.
'Tapi udah terlanjur cinta! Gimana dong?!'
***
Dua buah koper baru saja diturunkan dari mobil. Sang pemilik pun sudah berdiri di hadapan koper-koper tersebut. Arkan bersama sang papa baru saja sampai di halaman sebuah gedung apartemen. Dengan menggendong sebuah tas di punggungnya, ia menatap sang papa yang memutari mobil berjalan ke arahnya.
"Ayo, Ar, kita masuk!" ajaknya sembari merangkul sang anak dan menarik sebuah koper berjalan memasuki gedung.
Sementara yang dirangkul hanya mengangguk lalu mengikuti langkah papanya. Tanpa menjawab, tanpa ekspresi di wajahnya. Hanya datar seperti perasaannya saat ini. Seakan mati rasa, ia tak dapat memahami keinginannya. Mungkin, karena sudah lama sekali ia tidak mengikuti keinginannya, ia jadi lupa caranya berharap. Sudah cukup lama dirinya selalu mengikuti perintah dan keinginan sang papa yang meski diutarakan dengan lembut, namun mampu membuat dirinya tak bisa membantah. Seakan semua beban ditumpahkan padanya.
Arkan menghela napas dalam saat memikirkan hidupnya. Kepalanya menggeleng berusaha mengenyahkan pemikiran-pemikiran yang dapat membuat dirinya menjadi pemberontak.
Mereka memasuki lift menuju lantai enam dimana unit baru Arkan berada. Setya melempar senyum simpul saat Arkan masuk dan berdiri di sampingnya. Nampak senang sekali karena Arkan mau menuruti perintahnya untuk mulai belajar hidup mandiri.
Arkan hanya membalas tersenyum beberapa saat lalu menunduk dan senyum pun hilang. Tak berbekas. Sudah ia katakan jika orang-orang tersayangnya bahagia, ia pun akan bahagia. Sesederhana itu cara bahagianya.
Lift terbuka dan Setya mendahului Arkan melangkah keluar menuju unit yang kini sudah menjadi milik Arkan--sang putra sulung kebanggaan sekaligus pewaris perusahaannya beberapa tahun lagi.
Berjalan melewati beberapa unit kamar, mereka pun sampai di sebuah unit tujuan.
"Ini kartu aksesnya, kamu yang buka pintunya!" Setya menyerahkan kartu akses untuk membuka kunci pintu apartemen.
Arkan menerima lalu segera membuka pintu di hadapannya. Pintu terbuka, mereka pun masuk dengan dua ekspresi berbeda.
"Tempat tinggal yang bagus dan nyaman untuk kamu," komentar Setya saat baru saja memasuki ruang tamu.
Arkan ikut memperhatikan ruangan tempat mereka berada. Yah, cukup nyaman untuk ditinggali seorang diri, karena terdapat televisi dan DVD player yang bisa ia gunakan saat bosan melanda.
"Arkan, kemari!" Suara sang papa terdengar memanggilnya dari arah balkon.
Arkan segera menghampiri papanya. "Iya, Pah?"
"Lihat ini! Nyaman sekali, kan? Balkon ini bisa jadi tempat kamu bersantai sambil mempelajari berkas-berkas kantor atau belajar materi-materi sekolah. Pikiranmu jadi lebih segar dan mudah memahami materi," jelas Setya antusias dengan senyum lebar.
Tersenyum asimetris, Arkan mendengus pelan. "Ya, aku pasti bakal sering duduk di sini," jawab Arkan setengah hati.
'Tapi, buat bener-bener bersantai,' lanjutnya yang hanya diucapkan dalam hati.
Arkan benar-benar merasa menjadi anak yang paling menyedihkan di dunia. Bahkan saat bersantai pun ia masih harus belajar. Apakah masih bisa disebut bersantai?
"Ya sudah, kalau gitu Papa pamit, ya! Kamu beresin semua barang-barang, baru istirahat kalau sudah selesai. Jangan langsung istirahat! Pastikan dulu tempat ini rapi dan nyaman untuk ditinggali," ujar Setya mengacungkan telunjuknya ke arah Arkan dengan senyum tipis yang entah mengapa nampak jenuh di mata Arkan.
"Besok, kamu harus sekolah, jangan lupa siapkan peralatan dan buku-bukunya di malam hari! Jangan terburu-buru dalam mengerjakan sesuatu atau mengambil tindakan apapun itu. Masak dan bersihkan unit ini sendiri, jangan meminta bantuan apapun pada Papa atau mama jika hanya masalah kecil, apalagi keuangan. Karena Papa akan menyediakan uang setiap bulan yang tentunya harus cukup untuk memenuhi kebutuhan kamu selama sebulan. Belajarlah jadi pribadi yang mandiri dan profesional! Karena sebentar lagi kamu akan menjadi seorang pemimpin. Oke, Papa pamit, ya," tutup Setya menepuk lengan Arkan lalu melenggang keluar meninggalkan Arkan yang bahkan belum menjawab sepatah katapun.
Terdiam dengan kedua mata mengarah mengikuti langkah sang papa yang menghilang di balik pintu. Arkan menghela napas lalu menjatuhkan tubuhnya ke sofa yang ada di belakangnya. Persetan dengan perintah sang papa yang menyuruhnya untuk membereskan barang-barangnya lebih dulu. Arkan hanya ingin mengistirahatkan sebentar tubuh dan pikirannya.
... Bersambung......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Diah Nurpadilah
Arkan semangat yaaaa
2021-10-13
0
Diah Nurpadilah
huwaaa gak kuat liat keuwuan Faris Silva😭
2021-10-13
0