Seminggu sudah Melody dan Azta resmi bertunangan, selama seminggu pula Melody menghindari Azta, sebenarnya setiap hari Azta selalu berusaha datang ke rumah Melody, tapi sepertinya Melody belum mau bertemu tunangannya itu, Melody butuh waktu untuk mencerna apa yang sedang terjadi dan mempersiapkan diri untuk menerima jawaban dan kenyataan yang sebenarnya dari pertanyaan yang akan segera dia tanyakan pada Azta.
Sepertinya waktu seminggu sudah cukup bagi Melody untuk bertanya pada Azta apa yang sebenarnya terjadi pada hubungan mereka.
Kenapa harus ada wanita itu, wanita yang bernama Moza, atau siapapun itu namanya, Melody muak ! Bahkan untuk sekedar mengingat namanya, atau mungkin bahkan ada wanita wanita lain lagi yang Melody belum ketahui dari sosok Azta sang kekasih yang kini tak di inginkannya lagi itu.
Melody pikir, dia sangat mengenal Azta, namun sayang enam tahun kebersamaannya harus hancur dalam satu malam, bertepatan dengan hari pertunangannya pula, sungguh ironis, tiba tiba dalam sekejap mata saja Melody merasa Azta hanya sosok orang asing yang tak dia kenali, melihatnya mencium wanita lain, cukup membuat Azta berubah menjadi orang asing yang tak ingin di kenalnya lagi.
Melody memutuskan untuk menemui Azta di kantornya, dia sudah siap dengan segala kemungkinan dan keyataan yang mungkin saja akan lebih menyakitinya.
Tapi ini harus di selesaikan dengan segera, dia harus tahu kebenarannya, dia tak ingin di gantung oleh ketidak pastian akan hubungannya, bagai manapun dia harus segera menentukan sikap, atas apa yang terjadi pada Azta dan dirinya.
Benar saja, lagi lagi semesta belum puas menyiksa batinnya, saat membuka ruangan tempat tunangannya bekerja, terlihat jelas dengan mata kepalanya sendiri, Azta sedang menindih tubuh wanita itu, wanita bernama Moza itu! di sofa yang terletak di sudut ruangan sebelah meja kerja Azta.
Sungguh dia ingin mengutuk kedua orang tak tahu diri di depannya itu.
"Setidaknya, kunci pintu dahulu bila kalian akan berbuat mesum, untung aku yang datang, coba kalau orang lain. Hmm,,,atau,, jangan jangan orang lain sudah biasa melihat kalian beradegan seperti itu?" Melody tersenyum kecut dan dingin, sambil memandang mereka dengan tatapan jijik.
Sepertinya air mata pun sudah malas keluar dari pelupuk matanya, terlalu sakit apa yang yang di lakukan Azta padanya, sehingga menangis pun dia sudah tak sanggup lagi, seolah air mata pun tak sudi menangisi manusia biadab itu.
"Ody, sayang!" Azta terlihat gugup dan segera berdiri menyambut kedatangan orang yang seminggu ini paling cari dan di rindukannya, sementara wanita itu, terlihat membenarkan kemeja yang di pakainya, beberapa kancing depannya terlepas, entah permainan apa yang mereka mainkan tadi sebelum Melody datang, yang jelas pakaian mereka berdua terlihat sangat kacau, persis seperti suasana hati Melody saat ini.
"Bukankan sudah beberapa kali aku bilang, JANGAN PANGGIL AKU SAYANG! mual perut ku mendengarnya." Ketus Melody kesal.
Melody memperhatikan mereka yang sedang merapihkan diri masing masing dengan seksama, seakan tak ingin kehilangan moment sedetik pun.
"Ody, Maaf!" Lirih Azta yang merasa tak punya harapan lagi akan hubungannya dengan Melody setelah apa yang terjadi di malam saat mereka bertunangan, di tambah lagi kejadian barusan, sepertinya dia tak akan ter maafkan.
Tapi tak ada salahnya bila di coba, barangkali Melody berbaik hati dan memaafkannya, pikirnya.
"Apa Kakak tak punya kata kata lain selain kata MAAF?" tanya Melody datar, lalu dia duduk di kursi kerja nya Azta, dia enggan dan jijik jika harus duduk di sofa bekas Azta berbuat mesum.
"Apa yang harus aku lakukan agar kamu memaafkan aku?" Azta tertunduk lesu duduk di sofa bersebelahan dengan wanita benama Moza itu, dia duduk menempel dengan laki laki yang seminggu lalu bertunangan dengannya.
"Kakak ingin aku maafkan? gampang banget caranya, cukup dengan kita putus baik baik!" Sikap Melody benar benar santai saat itu, bahkan dia sempat mengeluarkan foto dirinya dari sebuah bingkai kecil yang tersimpan di meja kerja Azta, lalu memasukannya ke dalam tas yang ada di pangkuannya, seakan tak ingin ada jejak apapun tentang dirinya tertinggal disana.
"Selain itu, selain berpisah! Aku tak bisa kalau harus berpisah dari kamu!" Azta hanya memperhatikan gerak gerik Melody tanpa mengomentari dan membiarkan apapun yang di lakukan Melody.
"Kakak lucu, bukankah kakak sudah bahagia dengan wanita itu,? Kenaapa masih mau mempertahankan aku, sudah ada dia, buat apa aku?" Lagi lagi Melody tertawa miris.
"Moza, kamu pulang lah dulu," Titah Azta pada wanita itu.
"Tidak ada yang boleh pergi dari ruangan ini sebelum semuanya jelas !" Bentak Melody saat melihat wanita bernama Moza itu berdiri hendak meninggalkan ruangan.
"Katakan dan jelaskan pada ku yang sebenarnya terjadi, di hadapan wanita itu juga!" sambung Melody tegas, dengan sorot mata yang menakutkan.
"Tak ada yang bisa aku jelaskan pada mu !" Azta tetap bergeming.
"Maksudnya? Apa itu berarti Kakak ingin selamanya merahasiakannya pada ku, dan aku harus tetap menjadi tunangan Kakak setelah semua yang aku lihat antara Kakak dan wanita itu? dan Kakak tak berniat sedikitpun memberi penjelasan padaku ? Oh,,,Tuhan, lelaki mbajingan macam apa yang kau kirimkan padaku !" Ratap Melody.
Azta membisu, dia cukup terkejut, untuk pertama kalinya dia mendengar Melody mengumpatnya, mengatakan kalau dirinya lelaki mbajingan.
Tapi kenapa dirinya harus kaget, bukannya kenyataanya memang seperti itu, bahkan lebih parah dari hanya sekedar seorang lelaki mbajingan.
"Baik lah, apa yang ingin kamu tau dari seorang lelaki mbajingan ini," Pasrah Azta.
"Sejak kapan?" Melody menatap tajam Azta.
"Setahun yang lalu." Jawab Azta putus asa, dia cukup mengerti maksud pertanyaan Melody.
"Oke, setahun, dan anda cukup pintar menyembunyikan semuanya, berakting seolah olah hanya ada aku, Shiiittt,,,, betapa bodohnya aku,!" Umpatan demi umpatan meluncur dari bibir mungil yang biasanya bertutur kata lembut dan penuh cinta untuk Azta.
Tak terbayangnya olehnya selama setahun dirinya di bodohi atau mungkin selama setahun ini, wanita bernama Moza itu kenyang menertawakan kebodohannya karena selama itu Azta sukses menipunya, berselingkuh dengan wanita itu.
"Ody,,, tenang dulu. Itu tak seperti yang kamu pikirkan, aku punya alasan sendiri" Panik Azta saat baru pernah melihat kekasih pujaan hatinya se murka itu.
"CUKUP ! aku tau Kakak punya alasan untuk membodohi aku, dan aku tak akan menayakan atau pun ingin tahu apa alasannya, tapi yang pasti aku juga punya alasan kenapa aku sangat ingin berpisah dari Kakak. Dengan ataupun tanpa persetujuan dari Kakak." Melody melempar cincin pertunangannya ke sembarang arah, berharap cincin itu hilang dan tak di ketemukan lagi oleh Azta, seperti cintanya yang kini telah hilang dan berharap tak akan pernah lagi di pertemukan dengan Azta.
Azta hanya mampu terdiam dan memandang nanar punggung Melody yang semakin menjauh dari pandangannya.
Jujur, hatinya sangat ingin mengejar wanita pujaan hatinya itu, tapi mengingat seberapa parah luka yang yang sudah dia torehkan ke hati Melody, sepertinya dia tak tega untuk lebih menyakitinya lagi.
Terlebih, wanita bernama Moza itu memegangi erat lengannya, seakan tak rela bila dirinya harus mengejar Melody.
Bila dapat di gambarkan, hatinya remuk redam, perih sekali, membayangkan dirinya akan kehilangan Melody kekasih yang selama enam tahun menemaninya.
Tapi ini konsekuensi dari apa yang di namakan mendua, bermain api dan apapun itu namanya, itu buah yang harus dia terima, yang jelas dirinya salah, apapun alasannya, titik.!
sungguh tak ada kekurangan dari seorang Melody, cantik, pintar, rendah hati meski dirinya anak dari salah seorang pejabat tinggi dan hidup serba berkecukupan, menyayangi dan mencintai azta sepenuh hati, itu sudah pasti Azta akui, dan rasakan selama ini, Melody yang selalu memberinya semangat di saat saat tersulit dalam hidupnya, memberinya dukungan dalam menjalankan usaha, Melody yang pintar masak dan selalu memanjakan Azta dengan makanan makanan enak yang di masaknya sendiri.
Ini semua hanya keserakahan diri Azta saja, tak dapat menahan hawanafsu pada dirinya sehingga Melody memilih pergi dengan paksa dari sisinya.
Azta tak henti merutuki kebodohannya, keegoisannya, keserakahannya, sungguh dia masih mencintai dan menyayangi Melody dengan segenap hatinya.
"Sayang, sudah lah,,, relakan dia pergi." Ucap wanita bernama Moza itu sambil mengusap usap punggung Azta, seulas senyum tersirat di bibir wanita itu, entah senyuman apa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Jasreena
harusnya lempar ke mukanya azta....😄😄
2022-05-14
1
Jasreena
wadidaw.... videoin lah, buat bukti biar ntar putus g d salahin...
2022-05-14
2
Jasreena
idiiih... Moza bispak y... pantes takut d tinggalin....
2022-05-14
1