Bab 5: Soto Ayam

Ana menggerutu dalam hati. Dipegangi perutnya yang sedari tadi berbunyi meminta asupan. Tetapi mau bagaimana, jam istirahat masih 30 menit lagi. Apa boleh buat, Ana memilih untuk menidurkan kepalanya diatas meja sambil mendengarkan ceramahan Pak Beto—guru fisika yang sangat membosankan.

Bagaimana tidak, selama jam pelajaran siswa hanya mendengarkan penjelasan Pak Beto yang cara mengajarnya mengotot hingga urat-uratnya terlihat.  Tetapi, guru satu itu tidak pernah tahu atau tidak mau tahu dengan siswa-siswi yang menidurkan kepalanya diatas meja atau tertidur hingga mengeluarkan dengkuran.

Mata Ana melihati dinding-dinding atap kelas sambil memikirkan masa depan, keluarganya yang entah dimana, hingga sebuah wajah melintas di depan matanya. Bukan wajah Bu Sukmi—penjaga Panti yang dianggap sebagi ibu kandung, bukan juga Gadis—sahabat sejak ia dibangku Sekolah Menengah Pertama, melainkan wajah seorang cowok yang beberapa hari ini selalu mengusiknya.  Iya, siapa lagi jika bukan Alan. Cowok aneh yang tidak pernah Ana temukan sebelumnya. Kenapa gue mikirin tuh cowok? gerutu Ana dalam hati. Lalu ditenggelamkan wajahnya diatas kedua tangan. Berusaha menghilangkan wajah Alan yang tersenyum manis kepadanya.

Hingga bunyi bel istirahat membuat Ana senang. Dengan segera Ana berlari menuju kantin setelah Pak Beto keluar dari kelasnya. Diterombosnya kerumunan siswa-siswi yang sedang mengantri. Ana berhenti di depan penjual soto. "Pak, sotonya satu." Pak Nanang sang penjual soto mengangguk lalu membuatkan pesanan Ana dan beberapa siswa lainnya. Dirogohnya uang di saku dan yang bisa Ana lakukan hanyalah memukul keningnya.

"Belum minta uang saku ke Bu Sukmi lagi. Gak makan sampai sore deh," ucap Ana pelan berbicara dengan dirinya sendiri. "Pak, sotoku gak jadi!"

Setelah itu, Ana memilih duduk di pojokan kantin. Tempat dimana dia bisa melihat teman-temannya asik makan sambil bersenda gurau. Sedih juga melihatnya. Sejak MOS sampai sekarang, Ana tidak pernah makan bersama teman-temannya, kecuali kakak-kakak kelasnya yang sekarang jarang bertemu.

Awal ia dekat dengan kakak-kakak kelasnya yang mayoritas laki-laki ialah saat dirinya menangis di atas gedung sekolah. Menangis lantaran sedih akan hidupnya yang berantakan. Dan saat itu, Kak Sakti, Kak Bima, Kak Wahid, Kak Erik, Kak Ayu, dan Kak Candra yang sedang bolos pelajaran mendengarnya menangis. Keenam kakak kelasnya mendekatinya dan merekalah yang membuat Ana tersenyum. Sejak itu, Ana tidak lagi sendirian. Kedekatannya dengan Kakak kelas  yang menjadi pentolan membuatnya didekati beberapa siswa. Ada yang ingin berteman, lebih dari teman, dan ada yang hanya ingin berkenalan. Sayangnya itu semua palsu. Kini, kakak kelasnya itu memberi jarak kepadanya. Mungkin karena mereka senior dan tidak mau berhubungan dengan adik kelas yang malang. Sekarang...Ana kembali, sendiri.

"Ini, saya belikan soto ayam."

Ana mendongak, mendapati Alan yang kini duduk di hadapannya. "Gak, gue gak laper."

"Saya tahu kamu belum sarapan. Perut kamu bunyi tuh," ucap Alan yang berhasil membuat Ana malu. Beberapa detik keduanya terdiam. Ana masih menimbang-nimbang apa dia akan menerima soto ayam itu atau tidak.

"Buka mulut," kata Alan menyodorkan sesendok nasi soto ke depan mulut Ana. Aroma soto ayam menggodanya, hingga tanpa sadar gadis itu membuka mulut.

Ana juga bingung akan responnya. Sudah berkali-kali suapan dari Alan masuk ke dalam perutnya. "Saya suka bisa dekat dengan kamu."

"Tapi gue enggak!" sanggah Ana dengan ketus. Lalu gadis itu menerima sesendok suapan dari Alan.

"Kalau enggak, kok mau saya suapin?" Ditodong pertanyaan seperti itu membuat Ana skakmat. Iya yah, kok gue mau? tanya Ana di dalam hati.

"Soto ayamnya sampai habis begini, kamu masih mau bilang enggak suka?" tanya Alan sambil menyodorkan segelas es teh yang langsung diterima Ana dengan cemberut.

Setelah meneguk es teh sampai habis. Ana bangkit dan melangkah pergi, tanpa mengucapkan terima kasih atau kata-kata lain. Dirinya sedang malu pakai banget. Sampai-sampai takut jika harus bertemu Alan nanti sepulang sekolah. Ingin rasanya Ana menghapus ingatan Alan. Tapi semua memang kesalahannya.

"Bodoh, gue emang bodoh," maki Ana pada pantulan dirinya di cermin kamar mandi. "Bisa-bisa, Alan berpikir yang enggak-enggak."

Dibasuh wajahnya agar sedikit lebih tenang. "Jangan baper, Ana. Jangan baper." Gadis itu mencoba meyakinkan dirinya agar tidak terbawa perasaan dengan sikap baik Alan. Karena ia tidak mau jatuh dalam lingkaran cinta.

~·~

Episodes
1 Bab 1: Murid Laki-Laki
2 Bab 2: Ajakan
3 Bab 3: Maafkan Saya
4 Bab 4: Dijemput
5 Bab 5: Soto Ayam
6 Bab 6: Kata Teman
7 Bab 7: Malu
8 Bab 8: Tamu
9 Bab 9: Ketahuan
10 Bab 10: Cerewet
11 Bab 11: Terpesona
12 Bab 12: Sabtu Bersama Alan
13 Bab 13: Terwujud?
14 Bab 14: Nggak Sabar
15 Bab 15: Bertemu Pram
16 Bab 16: Halte
17 Bab 17: Mulai Terbuka
18 Bab 18: Sore yang Hangat
19 Bab 19: Tidak Sendirian Lagi
20 Bab 20: Kepo
21 Bab 21: Gisel
22 Bab 22: Memenuhi Undangan
23 Bab 23: Bingung
24 Bab 24: Tugas Pertama
25 Bab 25: Gol Untuk Ana
26 Bab 26: Flying Kiss yang Trending
27 Bab 27: Bertemu Kembali
28 Bab 28: Ketiga Kalinya
29 Bab 29: Cerita Pengiring Tidur
30 Bab 30: PMS, yah?
31 Bab 31: Es Krim 4 Lapis
32 Bab 32: Mobil-mobilan Merah
33 Bab 33: Menunggu Lagi
34 Bab 34: Kenapa Bisa Rindu?
35 Bab 35: Seporsi Berdua
36 Bab 36: Tidak Bisa Menolak
37 Bab 37: Di atas Sepeda Butut
38 Bab 38: Aku? Kamu?
39 Bab 39: Kerumah Alan
40 Bab 40: Alan yang Tersudutkan
41 Bab 41: Ciuman Untuk Alan
42 Bab 42: Malam yang Ramai
43 Bab 43: Ana yang Berubah
44 Bab 44: Terima Kasih Atas Waktunya
45 Bab 45: Bang Didit Patah Hati
46 Bab 46: Tetap Tersenyum Walau Dihukum
47 Bab 47: Karena Alanalovers
48 Bab 48: Donatur Panti
49 Bab 49: Renggang
50 Bab 50: Ada Jarak Diantara Kita
51 Bab 51: Terima Kasih
52 Bab 52: Solusi Dari Teman
53 Bab 53: Surat Untuk Alan
54 Bab 54: Tidak Mungkin
55 Bab 55: Alana Comeback
56 Bab 56: Pasar Malam
57 Bab 57: Haruskah?
58 Bab 58: Adik Kakak?
59 Bab 59: Pemikiran Gadis
Episodes

Updated 59 Episodes

1
Bab 1: Murid Laki-Laki
2
Bab 2: Ajakan
3
Bab 3: Maafkan Saya
4
Bab 4: Dijemput
5
Bab 5: Soto Ayam
6
Bab 6: Kata Teman
7
Bab 7: Malu
8
Bab 8: Tamu
9
Bab 9: Ketahuan
10
Bab 10: Cerewet
11
Bab 11: Terpesona
12
Bab 12: Sabtu Bersama Alan
13
Bab 13: Terwujud?
14
Bab 14: Nggak Sabar
15
Bab 15: Bertemu Pram
16
Bab 16: Halte
17
Bab 17: Mulai Terbuka
18
Bab 18: Sore yang Hangat
19
Bab 19: Tidak Sendirian Lagi
20
Bab 20: Kepo
21
Bab 21: Gisel
22
Bab 22: Memenuhi Undangan
23
Bab 23: Bingung
24
Bab 24: Tugas Pertama
25
Bab 25: Gol Untuk Ana
26
Bab 26: Flying Kiss yang Trending
27
Bab 27: Bertemu Kembali
28
Bab 28: Ketiga Kalinya
29
Bab 29: Cerita Pengiring Tidur
30
Bab 30: PMS, yah?
31
Bab 31: Es Krim 4 Lapis
32
Bab 32: Mobil-mobilan Merah
33
Bab 33: Menunggu Lagi
34
Bab 34: Kenapa Bisa Rindu?
35
Bab 35: Seporsi Berdua
36
Bab 36: Tidak Bisa Menolak
37
Bab 37: Di atas Sepeda Butut
38
Bab 38: Aku? Kamu?
39
Bab 39: Kerumah Alan
40
Bab 40: Alan yang Tersudutkan
41
Bab 41: Ciuman Untuk Alan
42
Bab 42: Malam yang Ramai
43
Bab 43: Ana yang Berubah
44
Bab 44: Terima Kasih Atas Waktunya
45
Bab 45: Bang Didit Patah Hati
46
Bab 46: Tetap Tersenyum Walau Dihukum
47
Bab 47: Karena Alanalovers
48
Bab 48: Donatur Panti
49
Bab 49: Renggang
50
Bab 50: Ada Jarak Diantara Kita
51
Bab 51: Terima Kasih
52
Bab 52: Solusi Dari Teman
53
Bab 53: Surat Untuk Alan
54
Bab 54: Tidak Mungkin
55
Bab 55: Alana Comeback
56
Bab 56: Pasar Malam
57
Bab 57: Haruskah?
58
Bab 58: Adik Kakak?
59
Bab 59: Pemikiran Gadis

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!