Alana
Ana mendengkus kesal saat angkot tak kunjung lewat. Jam sudah pukul setengah tujuh dan pintu gerbang sekolah pasti sudah tutup. Sebenarnya dia tidak takut telat, hanya saja, menunggu angkot membuatnya bosan.
Lalu tak lama Ana melihat angkot biru dengan stiker kucing yang sangat Ana hapal. Itu angkot Bang Didit, yang kalau jalan udah kayak bekicot. "Bang, cepetan gih. Udah telat nih!" teriak Ana yang hasilnya sama saja. Angkot Bang Didik tetap berjalan dengan kecepatan tertingginya.
"Lama banget sih Bang kalau jalan," ucap Ana sambil menutup pintu angkot.
"Aduh mbak Ana kalau nutup jangan kencang-kencang. Angkot Abang ini udah tua," ucap Bang Didit dengan wajah cemasnya.
"Maaf Bang. Ayo bang cepet, udah telat ini."
"Siap. Bang Didit selalu pakai kecepatan tertinggi kok," ucap Bang Didit lalu menjalankan angkotnya.
Ana menghela napas, percuma saja, angkot Bang Didit tidak akan pernah bisa menjadi seperti cheetah.
~·~
"Kamu itu Ana, selalu telat. Gemes Ibu lihatnya. Apalagi kaos kakimu itu. Kan Ibu sudah belikan kaos kaki sekolah buat kamu. Kenapa gak dipakai?" tanya Bu Eka, guru kesayangan Ana di SMA Bangsa 5.
Bu Eka adalah salah satu guru BK di SMA Bangsa 5. Beliau terkenal galak dan kejam saat memberikan hukuman. Tapi, menurut Ana, Bu Eka adalah guru tersabar. Semarah-marahnya Bu Eka, beliau tidak pernah menjewer apalagi memukul muridnya. Hukuman terberat yang pernah Ana dapatkan adalah menghapal 15 surat pendek. Itu juga karena Ana yang ketahuan bolos pelajaran agama saat tanggal 15.
"Hilang Bu," jawab Ana sambil menatap wajah Bu Eka. Jika murid lain akan menundukkan kepala saat dimarahi, lain halnya dengan Ana. Sebab yang ia tahu, jika seseorang berbicara denganmu, maka tatap wajah orang itu.
"Ibu sudah belikan kamu kaos kaki 5 kali dan jawabanmu selalu hilang. Lama-lama kamu yang hilang," ucap Bu Eka sambil berkacak pinggang.
Ana terkekeh pelan, "nanti Ibu kangen Ana."
"Jangan ketawa, hormat bendera sampai istirahat!" perintah Bu Eka dengan suara keras yang sontak membuat Ana mengikuti perintahnya.
Bu Eka menggeser tubuhnya ke kanan hingga berdiri didepan murid lelaki yang sepertinya belum pernah ia lihat. "Kamu anak baru?"
"Iya, Bu."
Bu Eka geleng-geleng kepala, "masih anak baru udah telat. Hormat bendera sampai istirahat. Awas aja kalau kalian kabur dari hukuman Ibu."
Ana menghela napas setelah kepergian Bu Eka. Kemudian dirinya melirik murid laki-laki disebelahnya. "Kita disuruh hormat bendera, jadi matanya harus lihat ke bendera, bukan lihat ke saya."
"Darimana dia tahu?" ucap Ana pelan sambil kembali menatap bendera.
"Dari jendela kelas yang lurus sama tiang bendera." Ana menatap lurus ke depan dan benar saja, dirinya dan murid laki-laki disebelahnya terlihat di jendela kelas X.
"Tandanya lo juga gak natap bendera dong?"
"Iya. Kalau boleh tahu nama kamu siapa?" tanya murid laki-laki itu sambil menjulurkan tangannya.
"Kita disuruh hormat bukan disuruh jabat tangan," kata Ana membuat murid laki-laki itu kembali hormat.
"Bilang aja kalau saya gak boleh tahu nama kamu," kata murid laki-laki itu.
"Kalau gitu saya aja yang ngasih tahu nama saya ke kamu. Nama saya Alan," tambahnya.
Ana melepas tangannya, lalu berdiri menghadap murid laki-laki yang katanya memiliki nama Alan. "Inget yah, gue gak perduli nama lo Alan, Alen, Alin, Alun, atau Alon. Jadi lo jangan sok kenal sama gue," kata Ana lalu melenggang pergi.
~·~
"Mas Joko, kopi satu!"
Laki-laki yang sedang asyik bermain Mobile Legends mendongakkan kepalanya saat mendengar namanya dipanggil. "Bentar, masih main!" teriak Mas Joko sambil kembali menatap layar handphonenya.
"Jangan lama-lama, Mas!"
"Iya!"
"Suka banget teriak-teriak. Ini masih area sekolah." Ana sedikit terkejut, walau ia masih ingat itu suara murid laki-laki tadi.
Alan tersenyum lalu duduk pada bangku di seberang Ana. Ditaruhnya tas kuning diatas meja. "Saya ngikutin kamu cuma mau ngembalikan tas, jadi jangan geer."
Kedua alis Ana menyatu tanda heran. Siapa juga yang geer?
"Ini mbak Ana kopinya," ucap Mas Joko sambil menaruh secangkir kopi diatas meja.
Ana tersenyum kepada Mas Joko. "Iya, kapan-kapan kalau mbak Ana punya uang aja," kata Mas Joko lalu melenggang pergi.
"Pagi-pagi kok udah minum kopi?" tanya Alan saat Ana mulai menyeruput kopinya. Ana melirik, tanpa menjawab pertanyaan yang Alan lontarkan untuknya.
"Saya pergi dulu. Jangan minum kopi lagi, Ana," ucap Alan lalu melangkah pergi.
Ana masih diam melihati kepergian Alan. Gelas kopi masih ada di depan bibirnya. Terasa ada yang aneh saat murid laki-laki bernama Alan itu berada di dekatnya.
~·~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Mommy 2
aku mampir 😍
semangat 🤗🤗
2020-08-17
0
Pembacaaaa_
Aku mamoir baca kak
2020-08-02
0
Jo Whylant
Jejak ku ya
2020-04-12
0