Bel tanda akhir pembelajaran sudah berbunyi 10 menit yang lalu. Tetapi gadis bernama Ana itu masih setia berada di kelas. Gadis itu tidak sedang mengerjakan tugas atau piket kelas. Dirinya sedang tidur.
Sejak jam pelajaran ke-9, Ana sudah tertidur. Untung saja saat itu yang mengajar adalah Pak Gofur. Guru sejarah yang kalau di kelas cerita apa saja. Mulai dari dirinya, istrinya, anaknya, sampai mantannya saat masih SD kelas 5.
Mata Ana mulai terbuka. Gadis itu mendapati kelasnya yang kosong. "Punya teman serasa gak punya teman," ucapnya kesal karena tidak ada yang membangunkannya. Ana memang tidak terlalu dekat dengan teman sekelasnya. Kebanyakan, teman Ana adalah Kakak kelas 12 yang mayoritas laki-laki.
Sambil menggendong tasnya, Ana melangkahkan kakinya menuju gerbang sekolah. Jam segini keadaan sekolah masih cukup ramai akan siswa dan siswi yang mengikuti kegiatan sekolah.
"Ana!"
Mendengar namanya dipanggil Ana membalikkan badan. Terlihat Bayu—kakak kelas sedang berlari menuju dirinya.
"Ada apa Mas?" tanya Ana setelah akhirnya Bayu berdiri didepannya.
"Nanti malam, kalau gue ajak lo main. Mau gak?" tanya Bayu sambil tetap tersenyum. Bisa dibilang Bayu adalah Kakak kelas tertampan di SMA BANGSA 5 yang sukses buat beberapa adik kelasnya jatuh cinta. Tapi Ana tidak.
"Maaf, Mas. Aku gak bisa," jawab Ana dengan wajah lesunya. Sore ini, gadis itu sangat lelah. Entah karena apa.
"Ini ajakan gue yang ke 30 kalinya dan lo selalu nolak. Apa perlu gue datang ke rumah lo? Biar sekalian izin sama orangtua lo," ucap Bayu yang seketika membuat Ana teringat akan keluarganya yang ia sendiri tidak tahu dimana.
"Gak perlu. Aku memang gak bisa, Mas. Mending Mas Bayu ajak cewek lain yang tanpa Mas ajak dia mau," kata Ana masih dengan wajah lesunya, "aku pulang dulu, Mas."
Melihat kepergian Ana, Bayu hanya bisa diam dan mencoba dilain waktu.
~·~
"Ana. Nungguin apa lo?"
Pertanyaan itu membuat Ana tersadar dari lamunannya. Terlihat Sakti—kakak kelasnya sedang duduk di atas sepeda satria di pinggir jalan dekat halte. "Nunggu angkot."
"Bareng gue aja. Gue udah gak punya pacar kok. Jadi lo gak perlu takut di labrak."
"Manusia kayak lo mungkin sih gak punya pacar. Tapi gebetan pasti banyak. Gue gak mau cari mati."
Sakti tertawa mendengar ucapan Ana. Meskipun yang diucapkan Ana memang 100% benar. "Entar lo nyesel?"
"Gak akan. Pergi cari gebetan sana, gue gak mau jadi gebetan lo," kata Ana yang sebenarnya malas menanggapi kedatangan kakak kelasnya itu.
Untuk kedua kalinya Sakti tertawa. Dirinya memang pernah mencoba mendekati Ana agar menjadi kekasihnya. Tapi sayang seribu sayang, Ana sulit untuk didekati.
Setelah kepergian Sakti, Ana bisa kembali melamun lagi. Memikirkan kedua orangtuanya yang ia tidak tahu siapa orangtuanya. Jujur, Ana rindu. Tapi, Ana juga benci kepada kedua orangtuanya yang tidak pernah memikirkannya.
"Belum pulang? Nungguin siapa?"
Ana menoleh dan mendapati murid laki-laki yang katanya bernama Alan duduk di sebelahnya. "Abang angkot," jawab Ana dengan ekspresi cueknya. Berharap murid laki-laki bernama Alan itu cepat-cepat pergi.
"Kalau gitu saya mau jadi abang angkot. Kedatangannya selalu dinanti."
Gombalan Alan itu tidak berpengaruh terhadap Ana. Gadis itu hanya diam memandangi jalan. "Saya tidak salah orang. Benar, kamu gadis yang saya cari."
Sontak Ana menatap wajah Alan. Kemudian gadis itu tertawa dengan kencangnya. "Saya suka lihat kamu ketawa. Makin cantik."
Ana mencoba untuk berhenti tertawa, "lo tuh ngomong apaan sih? Lo yakin gue gadis yang lo cari? Emang gue cantik?"
"Saya bilang kalau kamu adalah gadis yang saya cari. Saya yakin dengan pilihan saya dan saya tidak mungkin salah pilih. Iya kamu cantik, apalagi saat kamu tertawa seperti tadi," jawab Alan dengan senyum manis yang hanya ia berikan kepada Ana.
"Terserah lo mau ngomong apa. Itu hak lo," kata Ana sambil mengecek apakah sudah ada tanda angkot akan lewat. Tapi nyatanya nihil. Tidak terlihat juga angkot berwarna biru dari arah kanan. Ana berharap dirinya dapat cepat terbebas dari murid laki-laki bernama Alan.
"Kalau saya antar pulang mau tidak? Hujan akan turun dan sepertinya menunggu angkot akan lama," kata Alan dan Ana menggeleng. Tidak, Ana tidak ingin menerima ajakan itu. Dia saja ingin cepat-cepat bebas dari manusia bernama Alan. Tidak mungkin jika dia menerima ajakan tersebut. Jika iya, maka ia tidak akan bisa terlepas dari manusia bernama Alan.
"Gak, mending nunggu angkot."
"Lebih cepat sampai jika kamu naik sepeda saya daripada naik angkot."
"Sepeda butut itu?" tanya Ana menunjuk sepeda butut yang terparkir di depan halte.
"Memang sudah lama, tapi dia masih kuat. Saya jamin, sekali kamu naik sepeda itu, kamu akan memintanya lagi."
"Sayangnya itu tidak mungkin," ucap Ana sambil bangkit dari duduknya.
"Kamu mau kemana? Hujan akan turun."
"Gue mau pulang, lo gak usah sok peduli sama gue. Dan maaf gak bisa nerima ajakan lo," kata Ana sambil berjalan pergi menjauh dari manusia bernama Alan yang sungguh sangat menggangu hidupnya.
"Saya yakin lain kali kamu akan menerima ajakan saya."
~·~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments