Putri Yu Lia(Revisi)

Putri Yu Lia(Revisi)

ch01

Senja menyapa lembut kota kecil tempat Liana tinggal bersama keluarganya. Aroma masakan memenuhi dapur sederhana yang hangat, di mana Liana berdiri membantu sang ibu menyiapkan makan malam. Tangannya cekatan mengaduk sayur, sesekali mencicipi rasa, lalu tersenyum puas saat ibunya mengangguk setuju.

“Ibu, sudah cukup garamnya?” tanya Liana dengan suara lembut.

“Iya, Nak. Sekarang tolong bantu Ibu tata di meja, ya. Setelah itu, panggil kakak-kakakmu ke ruang makan.”

“Iya, Ibu,” sahut Liana patuh.

Liana memiliki dua kakak laki-laki, Dio dan Gio, serta seorang kakak perempuan bernama Vivi. Ketiganya amat menyayanginya, terlebih setelah mereka kehilangan sosok ayah di masa kecil. Kenangan itu masih membekas jelas dalam benaknya—tentang hari yang seharusnya menjadi momen bahagia, berubah menjadi duka yang mendalam.

Flashback – Taman dan Es Krim

Hari itu langit cerah, awan putih berarak pelan di atas taman kota yang rindang. Keluarga kecil itu tengah berpiknik di bawah pohon besar. Liana yang masih kecil berlarian bersama kakak-kakaknya, tertawa riang. Sementara sang ibu sibuk menyiapkan makanan, sang ayah duduk di bangku taman, memperhatikan mereka dengan penuh cinta.

“Pah, Liana mau es krim!” seru Liana sambil menarik lengan ayahnya.

“Iya, Papa. Vivi juga mau!” kata sang kakak perempuan.

Ayah tersenyum. “Baiklah. Dio, Gio, kalian juga mau?”

“Mau, Pah!” jawab mereka kompak.

“Kalau begitu, tunggu di sini. Papa ke seberang jalan dulu beli es krim, ya.”

“Baik, Pah!”

Ayah pun melangkah pergi. Sementara itu, anak-anak kembali bermain bola di dekat rumput taman.

“Yah, bolanya kelempar jauh,” keluh Gio.

“Liana ambil, ya, Kak?” tawar Liana.

“Tidak usah, biar Kakak saja,” kata Dio.

“Sudah, biar Liana saja,” jawabnya dengan yakin, lalu segera berlari.

Tanpa mereka sadari, sebuah mobil berhenti tak jauh dari tempat itu. Seorang pria turun dan dengan cepat meraih Liana, membawanya masuk ke mobil.

“Huaaa! Ayah! Tolong! Liana takut!” jeritnya ketakutan.

Ayah yang baru saja kembali dengan es krim melihat kejadian itu. Seketika ia berlari dan menerjang penculik tersebut. Pertarungan sengit terjadi di tengah jalanan taman yang sepi.

Ibu dan ketiga kakaknya yang melihat kejadian itu hanya bisa berteriak dan menangis.

Dengan keberanian luar biasa, Ayah berhasil menjatuhkan para penculik. Liana menggigit tangan penculik yang memegangnya dan segera berlari ke arah ayahnya. Namun sebelum ia sempat meraih pelukan ayah, salah satu penculik mengarahkan pistol ke arahnya.

Tanpa berpikir panjang, ayah melempar tubuh Liana ke samping dan menerima peluru itu di perutnya.

“Papaaa!” jerit Liana, memeluk tubuh ayahnya yang bersimbah darah.

“Mas, bangun!” isak sang ibu.

Dio, Gio, dan Vivi menangis memanggil sang ayah. Dengan napas tersengal, ayah membuka matanya.

“Liana... jadilah anak yang baik... jangan menyusahkan Ibu dan kakak-kakakmu, ya…”

“Iya, Pah…” suara Liana parau, penuh tangis.

“Vivi, Dio, Gio... jaga adik kalian dan Ibu, ya. Maafkan Papa…”

“Papa jangan tinggalin kami…” tangis mereka pecah.

Sang ayah menoleh pada istrinya. “Sayang... maaf… jagalah mereka untukku…”

Ibu mengangguk, air matanya tak berhenti mengalir.

Dengan satu senyuman lemah, ayah menutup matanya untuk terakhir kalinya.

“PAPAAAAAAA!” jeritan pilu memecah keheningan taman.

Kembali ke Masa Kini

“Liana, kok lama sekali, Nak?” tanya sang Ibu, membuyarkan lamunan masa lalu.

“Maaf, Bu. Tadi mereka masih asyik main PS,” jawab Liana sambil tersenyum.

Ruang makan pun dipenuhi tawa saat keempat bersaudara itu makan bersama. Perdebatan kecil tentang siapa yang jago bermain game, canda ringan dari Gio yang cemberut, serta ledakan tawa Liana yang menghangatkan ruangan.

Namun di tengah semua kebahagiaan itu, ada satu hal yang dipendam Liana. Sebuah kenyataan yang belum ia sanggup katakan.

Malam itu terasa berbeda. Angin berhembus pelan melalui celah jendela, membawa aroma tanah yang baru disiram hujan sore tadi. Di ruang keluarga, kehangatan keluarga Liana belum juga padam. Ada yang masih bermain PlayStation, ada yang bermain ponsel, sementara ibu duduk di kursi tua sambil merajut, sesekali mengawasi anak-anaknya dengan tatapan sayang.

Liana memandang mereka satu per satu. Senyum mengembang di wajahnya, namun ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Sebuah rahasia besar yang selama ini ia simpan rapat-rapat. Malam ini, ia merasa waktunya telah tiba untuk bicara.

Dengan langkah pelan, Liana berdiri. Ia berdiri di tengah ruangan, menarik napas panjang, lalu bersuara.

“Kak… Ibu… Liana mau bicara sesuatu,” ucapnya pelan namun jelas.

Semua langsung menoleh. Gio meletakkan stick PS-nya, Vivi menyimpan ponselnya, dan Dio menatap serius. Ibu menghentikan jarum rajutannya, tatapannya kini tertuju pada putri bungsunya.

“Ada apa, Nak?” tanya sang Ibu.

Namun Liana tidak langsung menjawab. Ia menatap mereka dengan sungguh-sungguh, lalu berkata, “Tapi sebelum Liana bicara, Liana minta satu hal dulu dari semuanya…”

“Apa itu, Dek?” tanya Dio lembut, nada khawatir mulai terdengar.

“Liana ingin kalian janji… apa pun yang Liana katakan nanti, kalian harus tetap kuat. Harus tetap tersenyum, jangan menangis. Terutama Ibu… Liana ingin Ibu tetap bahagia…”

Semua mulai saling pandang. Hati mereka mulai dipenuhi tanda tanya dan kegelisahan yang sulit dijelaskan.

“Liana, kamu bicara seperti itu kenapa?” tanya Vivi pelan.

“Janji dulu…” ucap Liana, suaranya sedikit bergetar.

“Iya, kami janji,” ucap Gio akhirnya. Yang lain mengangguk.

Liana menunduk sejenak, menarik napas dalam-dalam, lalu perlahan membuka suara.

“Sebenarnya… beberapa bulan yang lalu, waktu Liana sering pusing dan mual, Liana periksa ke dokter diam-diam… Liana... didiagnosis menderita kanker otak stadium empat…”

Kata-kata itu meluncur seperti petir di siang bolong.

“…dan kata dokter… penyakit ini sudah tidak bisa disembuhkan…”

Ruangan menjadi sunyi. Detik demi detik berlalu dalam kebisuan. Ibu Liana memejamkan mata, menahan napas. Kakak-kakaknya menatap Liana tanpa percaya.

“Dek… kamu… bilang apa tadi?” tanya Dio, suaranya tercekat.

“Maaf… Liana tidak langsung bilang… Liana tidak ingin kalian khawatir,” suara Liana bergetar, matanya mulai berkaca-kaca.

“Kenapa kamu tidak cerita dari awal, Liana?” tanya Vivi, tangis mulai mengalir di pipinya.

“Liana tidak ingin lihat Ibu sedih… tidak ingin membebani Kakak-Kakak semua…”

“Ibu… tidak akan pernah menganggap kamu beban, Nak… kamu anak Ibu… darah daging Ibu…” suara sang Ibu akhirnya pecah, dan air mata jatuh satu per satu.

Liana melangkah perlahan ke arah ibunya, lalu berlutut di hadapannya.

“Maafkan Liana ya, Bu… Liana hanya takut… takut melihat Ibu menangis seperti dulu saat Ayah pergi…”

Ibu langsung memeluk Liana erat, tangisnya meledak. Ketiga kakak Liana pun ikut mendekat, memeluk adik kecil mereka.

“Kita seharusnya bisa bantu kamu, Dek…” ucap Gio lirih.

“Kita seharusnya tahu lebih cepat…”

“Tidak ada yang salah… Liana hanya ingin semua tetap bahagia… itu saja…”

Tiba-tiba, Liana memegangi kepalanya. Wajahnya menegang.

“Ahh… sakit…” desisnya pelan.

“Liana! Kenapa, Dek?!”

“Kita bawa ke rumah sakit sekarang!” seru Dio panik.

“Iya, ayo!” sambung Vivi dan Gio bersamaan.

Namun Liana menggeleng lemah. Ia menatap mereka satu per satu, lalu berkata dengan senyum tipis:

“Tidak usah, Bu… Kakak… Liana… sudah lelah… tapi sebelum itu… janji ya… jangan ada yang sedih… tertawalah… dan jaga Ibu…”

“Liana, kamu jangan bicara seperti itu…”

“Kita janji, Dek… Tapi kamu harus bertahan…”

Liana tersenyum. Senyum yang begitu damai.

“Terima kasih… kalian adalah keluarga terbaik yang Liana punya…”

Tubuhnya perlahan terkulai di pelukan sang Ibu.

“Liana…?”

“Lianaaa…?!”

“Lianaaaaaaa!”

Tangis meledak. Ibu dan ketiga kakaknya memeluk tubuh yang kini telah tenang itu, menjerit dalam isak pilu. Malam itu, dunia mereka seakan kehilangan cahaya. Namun janji telah terucap—untuk tetap tersenyum, dan untuk tetap menjaga satu sama lain.

Terpopuler

Comments

t_€h_πo€®z

t_€h_πo€®z

marathon terussssss, tanpa titik koma....
hi...hi....nyantai aja thor ga bakalan ketinggalan kereta

2021-11-25

0

AYU DANI

AYU DANI

thothepointbingitcritanya

2021-08-08

0

Qįńqįñ

Qįńqįñ

kapan up nya lagi thor

2021-04-24

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!