Parkiran sekolah.
Tak butuh waktu lama, motor Rey sudah memasuki area parkiran sekolah. Beberapa siswa perempuan langsung berteriak heboh karna kedatangan Rey. Rey segera memarkirkan motornya di barisan paling depan. Hal itu bertujuan agar ia bisa pulang lebih cepat tanpa harus menunggu motor yang ada di depannya. Banyak siswa yang memperhatikan mereka berdua di parkiran itu. Hal itu bahkan menjadi Hot News di SMA Harapan Bangsa. Mereka tak menyangka Rey bisa berangkat bersama seorang wanita ke sekolah. Ada sebagian dari mereka menginginkan posisi Rara saat ini. Tak sedikit beberapa wanita menatap sinis ke arah Rara. Tapi Rara tidak memperdulikannya. Ia tetap bersikap acuh tak acuh. Menurut para penggemar Rey, Ini adalah kejadian langka yang harus di abadikan. Sementara Rey, ia sudah terbiasa menjadi pusat perhatian di sekolah. Sama hal nya dengan Rara, Rey juga tidak memperdulikan mereka. Bagi Rey, mereka tak lebih dari sekedar patung bernyawa di matanya. Tak jarang mereka memberi Rey hadiah serta surat cinta yang menurut Rey sama sekali tidak penting. Rey tidak pernah sekali pun menerima hadiah yang di berikan oleh mereka. Begitu pun dengan surat, Rey tak pernah membacanya juga. Menurutnya hal itu akan membuang waktu berharganya.
"Apaan sih kok rame banget, di kira gue mau bagi-bagi sembako apa," ujar Rara heran melihat kerumunan siswa perempuan melihat tepat ke arah mereka dari jarak jauh.
Rey hanya diam tak menanggapi ocehan Rara. ia segera membuka helm full facenya dan turun dari motornya.
"Eh, lo ngapain turun dari motor? Lo mau nganterin gue ke kelas? Udah deh ya, kalau lo fans sama gue jangan sefanatik itu, biasa aja. Mending sekarang lo buruan gih, cabut ke sekolah lo," ujar Rara sedikit memerintah. Wajah percaya dirinya tergambar sangat jelas saat ini.
"Simpan halu lo baik-baik. Gue juga sekolah disini. Paham!" ucap Rey berjalan meninggalkan Rara. Ia tak suka membuang-buang waktu untuk hal yang tidak penting seperti ini.
"Kenapa gue jadi kegeeran gini sih. Argh ... sial! Kenapa dia gak bilang sebelumnya, kalau dia juga sekolah di sini. Kalau gue tau dia sekolah di sini juga, gue gak mungkin mempermalukan diri gue sendiri seperti itu. Dia itu makhluk dari planet mana sih, reseknya udah melebihi tingkat dewa." Gerutu Rara kesal.
Rara berjalan menuju kelasnya dengan raut muka sangat kesal, suasana hatinya sangat buruk jika mengingat kejadian memalukan di parkiran tadi. Ia menghempaskan tubuhnya ke tempat duduknya.
"Eh Rara, lo kok bisa berangkat bareng my prince** gue sih?" tanya Tesa yang datang entah dari mana. Ia sangat bersemangat menanyakan hal itu kepada Rara.
"Pangeran dari Sungai Ciliwung maksud lo," cibir Rara kesal.
"Parah banget sih lo. Pangeran yang hadir dari mimpi gue lah. Ya kalik dari Sungai Ciliwung.Uhhh ... handsome nya," ucap Tesa tersenyum membayangkan.
"Sakit ni anak," cibir Rara menggelengkan kepalanya melihat tingkah sahabatnya itu.
"Tapi kenapa lo bisa berangkat bareng sama kak Rey? Kapan-kapan kalau lo mau tukar posisi, gue siap kapan pun kok," ucap Tesa bersemangat.
"Terserah lo, udah ah gue males ngomongin dia. Gue kesel banget tau gak. Gue benci pokoknya sama dia," ujar Rara sembari menepuk pundak Tesa lumayan keras.
"Aduh ... sakit tauk. Cubitan dari lo kemarin aja belum sembuh. Sekarang lo malah mukul gue lagi. Bisa rontok badan gue dekat sama lo," tukas Rara mengerucutkan bibir mungilnya.
"Eh, iya maaf. Gue reflek aja tadi," balas Rara dengan jari membentuk huruf v. Di tambah lagi dengan cengiran khasnya.
"Lo benci sama siapa Ra? Biar gue bogem tu anak jadi bubur. Sebutin aja namanya, biar gue samperin," sahut Rio yang datang tiba-tiba bak pahlawan kesiangan.
"Lo serius Rio mau bantuin gue? Makasih banget ya. Pokoknya lo harus kasih pelajaran sama tu anak," ucap Rara senang.
"Ok tenang aja, lo bakal aman. Siapa namanya? Gue udah gak sabar mau nonjok muka tu anak," sahut Rio tak sabaran.
"Namanya Rey, dia juga sekolah di sini. Cuman gue gak tau dia kelas berapa," ucap Rara santai.
"Rey!" teriak Rio terkejut. Bola matanya membulat sempurna setelah mendengar ucapan Rara barusan.
"Iya namanya Rey, lo kenapa sih? Kok kaget gitu, biasa aja kalik," balas Rara heran melihat perubahan ekspresi sahabatnya itu.
"Kak Reynanda Satria Andrea, lo pasti kenal kan Rio?" ujar Tesa tertawa. Seakan ia mengerti apa yang di fikirkan oleh Rio saat ini.
"Tamat deh gue kali ini. Ya kalik gue berhadapan sama kak Rey. Lihat muka dia aja gue gak berani, apalagi harus melawan dia. Gue udah terlanjur songong lagi di depan Rara. Masak iya gue tarik lagi ucapan gue barusan. Ini sama sekali gak lucu. Kalau gue menolak untuk membantunya, pasti Rara bakal berfikir kalau gue itu cowok pengecut. Argh ... sial! Kenapa gue mempersiapkan kuburan untuk gue sendri sih." Celetuk Rio dalam hati.
"Eh Rio, kok lo diam aja sih. Lo mau kan bantuin gue?" tanya Rara lagi.
"Hah? Eh iya, gue mau kok bantuin lo. Tenang aja Ra," sahut Rio mulai gelisah.
"Makasih Rio, lo emang sahabat gue yang paling best deh. Gue ke toilet bentar deh, perut gue sakit," ucap Rara pamit dan beranjak dari tempat duduknya.
"Dasar, bocor terus lo! Baru juga pagi, udah setor tabungan," Teriak Tesa yang masih bisa terdengar jelas oleh indra pendengaran Rara.
"Kampret lo!" teriak Rara samar-samar nyaris tak terdengar. Karna ia sudah melangkahkan kakinya ke luar dari kelas.
"Lo yakin mau melawan kak Rey? Gue doain semoga muka lo kebal hari ini. Gue cuma ingatin lo nih, kak Rey itu juara nasional tekwondo. Gue cuma ingatin lo doang, siapa tau lo lupa," ledek Tesa sembari tertawa keras.
"Kebal jidat lo. Lo gak tau, gue hampir jantungan waktu Rara bilang kalo orang itu kak Rey," balas Rio memperlihatkan kegelisahannya.
"Ya lo sih, asal jeplak aja tu mulut. Makanya cari tau dulu orangnya siapa," sahut Tesa.
"Ya gue kan cuma mau cari perhatian aja sama Rara. Kapan lagi ada moment kayak gini," protes Rio membela diri.
"Moment melawan maut maksud lo? Lo sih suka banget cari perkara, mau ngelawan kak Rey segala lagi. Lo itu ibarat Tikus kecil lagi bertarung sama Singa." Gelak tawa Tesa semakin jelas terdengar.
"Gue coba aja dulu, siapa tau gue menang," jawab Rio menetralisir ketakutannya.
"Lo bilang bakal menang? Bisa selamat aja udah untung lo. Mungkin lihat badan lo aja, kak Rey bakal kasihan sama lo. Lagian ya, kalau lo bertanding sama kak Rey, udah jelas dia pemenangnya. Gue fixs yakin 1000 %. Terus kalau kak Rey menang, dia pasti bakal malu juga karna lawannya gak sebanding sama dia," ucap Tesa terus tertawa.
"Sialan! Lo itu harusnya kasih solusi buat gue, bukan ngeledekin gue terus. Sekarang gue harus gimana dong?" tanya Rio mulai panik. Terbukti dengan munculnya keringat dingin dari dahinya.
"Aha, gue tau caranya," ucap Tesa sembari menjentikkan jarinya.
"Gimana caranya?" tanya Rio serius.
"Lo pura-pura pingsan aja di depan kak Rey, bereskan," sahut Tesa santai sembari terus menertawakan ketakutan yang di alami oleh Rio.
"Sialan lo! Saran gak berfaedah banget. Nyesel gue dengerin tadi." Sungut Rio sangat kesal dan meninggalkan Tesa.
"Rio, lo lucu banget tauk. Muka gelisah lo udah mirip banget sama napi yang mau di hukum mati. Gue berdoa kalau lo benar-benar melawan kak Rey, cukup masuk Rumah Sakit aja, jangan masuk ke liang lahat," ujar Tesa terus menjahilinya sambil tertawa.
"Teman laknat lo," umpat Rio kesal.
Tak lama Rara kembali ke kelasnya. Ia kembali duduk di kursinya.
"Lama banget, lo buang air atau nyedot safety tanx**," ledek Tesa tertawa.
"Sialan! Lo kira gue ikan lele," teriak Rara kesal.
"Santai dong, gak usah marah-marah. kalau lo lagi marah kayak gini, berasa kayak kembaran nenek lampir. Serius deh," ledek Tesa lagi.
"Semerdeka lo aja deh," sahut Rara mengalah.
Tring...
Bel masuk telah berbunyi, mereka pun mengikuti pelajaran seperti biasanya karna pak Budi telah masuk ke kelas.
hay para readers, silahkan beri dukungan dengan like novel ini agar author semakin semangat buat update yaa😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Onna Soplanit
udah aku like dan rate juga kak
2020-06-07
1
Sahla Sabilla
seruuu
2020-06-03
1
Sanusi Sanusi
lanjuttt
2020-05-07
0