Tabrak lari

Hari mulai menjelang malam. Dalam kerumunan orang-orang di tengah kota, rasya berjalan sendirian. Pandangannya terus saja kebawah menelusuri jalan trotoar yang sedikit demi sedikit mulai basah karena hujan mulai turun.

PPHUUUUFFFFFF

Setelah membuang nafas lelah, ia mulai membalikkan tasnya yang awalnya menggantung di punggung lalu diputar tasnya dari sisi bahu kirinya setelah tali di sisi bahu sebelah kanan ia lepaskan.

Angin malam mulai berhembus diikuti derunya hujan yang masih pelan. Rasya mulai mengambil jaket yang ada di dalam tasnya lalu memakainya. Dan rasya pun kembali berjalan.

Entah kenapa hari ini ia merasa frustasi, setelah membuat kata-kata yang tak terpikirkan olehnya sebelumnya.

"baiklah jika itu yang kamu inginkan, aku akan menganggap kedekatan kita dulu hanya ilusi"

Ilusi yang akan menjadi kenangan pahit baginya. Sepertinya, melupakan cinta pertama adalah misi yang harus ia tuntaskan nantinya. Tapi ia masih meragukan hal tersebut tercapai karena move on itu tidak semudah membalikkan tangan. Tak lupa juga ia mengingat kejadian setelahnya yang terus membuatnya menggepal-gepalkan tangannya.

Tadi siang

Rasya dan elita sedang berjalan di koridor menuju kelasnya. Terlihat semua sorot mata tertuju pada rasya dengan segala bisikan-bisikan yang tentu saja sudah diketahui arahnya oleh si empunya.

PUK PUK PUK

Elita mulai menepuk pundak temannya untuk menyadarkannya supaya tidak termakan suasana.

"Jangan di pikirkan, Percayalah semuanya pasti akan baik-baik saja" itulah yang dikatakan elita setelah rasya menatap kearahnya.

Namun tak takdir berkata lain. Rasya gagal dalam presentasinya. Perkataannya sering terbata-bata karena tidak fokus pada skripsinya. Atau bahkan berhenti ketika presentasinya baru setengah berjalan.

"apakah itu karena rehan?"

"apakah dia terluka karena cinta pertamanya?"

"segitu besarkah cintanya pada di rehan?"

"kasihan sekali dia"

"itu memang salahnya, kenapa juga ia harus menaruh hati kepada orang yang memanfaatkannya untuk kepopuleran"

Yah, segala umpatan mulai datang padanya. Hatinya mulai panas, tapi apalah daya jika ia ingin bebas dari rumor baru lagi tentanya. Rasya sendiri tidak tahu apa yang harus dilakukannya saat ini, hingga akhirnya kelas selesai.

Kelasnya saja yang selesai, tapi pikirannya belum. Ditambah lagi dengan laporan yang ditolak mentah-mentah oleh dosen yang ditakuti oleh semua siswa itu. Bukan hanya itu, berbagai macam ralat makian juga turut hadir untuknya.

___

Sungguh hari yang melelahkan, dan malam yang begitu menegangkan karena terpaan angin dingin mulai menusuk tubuhnya.

Apakah hidupku akan berakhir di sini? bagaimana caranya aku menghadapi hari esok yang tak menentu? apakah ini akhir bagiku? ya tuhan, kenapa cobaanmu begitu berat padaku?

Beberapa meter lagi ia akan sampai ke halte bus. Kini saatnya bagi rasya untuk menyeberangi jalan. Memang sekarang jalanan sudah agak sepi karena hujan mulai deras. Orang-orang pun mulai berteduh di cafe-cafe atau teras toko-toko yang ada di sana.

Kembali rasya melihat sepasang kekasih dengan sebuah payung membentang di atas mereka melewati rasya ketika menyebrang jalan, tentu saja karena jalan rasya lambat. Kini langkah rasya terhenti memikirkan sebuah pernyataan yang terasa janggal tapi nyata baginya.

"itu memang salahnya, kenapa juga ia harus menaruh hati kepada orang yang memanfaatkannya untuk kepopuleran"

"AWAAAASSSSS"

BRRRAAAAKKKKK

Rasya terlempar jauh ke pinggir jalan, kini ia sudah terbaring disana. Darah mulai menetes di kepalanya juga pikiran yang semakin remang-remang. Air matanya mulai mengalir perlahan. Sekarang matanya ingin menutup, namun tetap ia paksakan untuk terbuka supaya bisa melihat langit hitam serta merasakan air hujan yang berjatuhan mengenai dirinya.

DRRRTTTTTT

Di liriknya rasya ke arah kirinya, tepatnya ke arah HP yang sudah tergeletak dan bergetar menandakan ada seseorang yang sedang menelponnya. Ingin sekali ia mengangkat telepon itu, tapi sial,,, tubuhnya tak sanggup lagi bergerak. Ingin sekali ia meraih HP itu dengan tangan kirinya, tapi nihil,,, tangannya terasa sangat lemas.

Apakah ini benar akhir dari hidupku?

Rasya mulai tersenyum simpul mendengar isi hatinya. Matanya mulai terasa berat, tak bisa lagi ia paksakan untuk terbuka, hingga akhirnya tertutup sempurna.

***

"Aaaaaaaaaaaaaa"

"Apa ini?"

"Apakah ini mimpi?" rasya mulai terbangun dari tidurnya dan terlonjak kaget sehingga tubuhnya reflek terbangun duduk di atas ranjang.

"Dimana aku sekarang?"

"Kenapa aku gemeteran seperti ini?"

"KAK RASYA, KAK RASYA UDAH BANGUN ?" terdengar suara teriak dari luar ruangan yang semakin terdengar jelas.

"kak rasya nggak apa-apa kan?" iy, itu suara david yang menghampiri rasya dengan sekantong kresek di tangan kanannya yang entah apa isinya kini mencoba memeriksa rasya melalui pandangannya.

"dimana aku sekarang?"

"di rumah sakit, kakak habis tabrak lari semalam, kok nggak ingat sih"

Ternyata bukan mimpi, semuanya nyata.

"kakak minum dulu" ucap david sambil meletakkan kantong kresek di atas meja dan menuangkan segelas air untuk sebelum akhirnya diberikan pada rasya.

"Gimana kak, apa kepala kakak pusing, merasa mual, apa kakak merasa sakit di kepala mungkin, di tangan, kaki, atau mungkin pinggang?"

Ia, kepalaku sakit bodoh mendengar semua pertanyaanmu -rasya

"nggak, kakak nggak apa-apa kok, kamu jangan khawatir" sambil menatap langit-langit ruangan.

"siapa yang khawatir, aku nggak khawatir kok, cuma nanya doang!" ucap david ketus.

Tega banget anak ini ya, orang lagi musibah dia malah becanda, adek laknat emang.

"lu bilang apa barusan hahhh" dengan cepat rasya mengambil bantal di belakangnya lalu melempar ke arah david sedangkan si pelaku sudah mulai mengambil langkah mundur.

"BUAHAHAHAHA,,, "

Lah, kok ketawa sih?

"ini baru kakakku, baru aja sadar semenit dari koma udah marah-marah, Huahahaha"

Sekarang rasya ingin beranjak dari ranjang ingin memukul dan mencubit adiknya itu, huuuhhh geram sekali dia.

"kakak mau ngapain?" tanya si es batu devan yang baru aja masuk ke ruangan itu.

"mau kasih hadiah buat adik kita yang sopan ini" rasya mulai menurunkan kaki kirinya sebelah.

"kakak jangan macam-macam ya, kaki kakak belum sepenuhnya sembuh, kamu juga, udah tau kakak kamu sakit, masih aja di godain" tegas devan sambil mencolek pinggang adiknya tersebut sambil berjalan ke arah rasya, menaikkan kakinya sebelah yang sempat di turunkan.

"Auuu, geli tau", devan cuma melotot tak suka.

"kakak makan dulu ya, biar nggak kurus cungkring kayak monyet tetangga sebelah rumah kita" ucap david lagi sambil menyerahkan kertas kresek tadi yang berisi bubur.

Kok perumpamaannya monyet sih? -rasya.

Perasaan, tetangga sebelah rumah kita cuma pelihara kucing deh -devan.

Tidak ada yang menjawab, semuanya membisu sibuk memikirkan pemikiran mereka sendiri. Hingga akhirnya devan mulai menyuapi bubur ke kakaknya itu.

"kok bubur sih, gigi kakak masih bagus lho bukan nenek-nenek tua yang udah ompong" pinta rasya.

"hmm" devan terus menyuapi rasya.

"sini buburnya, kakak itu udah gede lhooo bukan anak bayi yang nggak bisa makan sendiri"

"hmm" masih menyuapi rasya

batu bata batu batu batu bata - rasya

Yang nonton drama cuma cengengesan.

"oh ya, kalian tau nggak, semalam yang nelpon kakak pas lagi kejadian itu siapa?" tanya rasya.

Kayaknya percuma deh gue nanyak ma mereka, yang satu kepala batu, yang satunya lagi kepala kipas angin - rasya.

"ibu"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!