"ma,,,ma pergi... aja bersama al,,,lena" suara rasya terbata- bata.
ibunya, alena, devan, dan david secara bersamaan langsung menatap rasya. Entah dari mana keberanian rasya untuk mengatakanya sedangkan resikonya terlalu besar. Namun dari raut wajah rasya yang sekarang, ia tampak yakin dengan perkataannya.
"iya ma, devan setuju"
Sekarang semua mata langsung tertuju ke arah devan, dan devan langsung menatap David.
"davin juga setuju ma"
"tapi-" suara ibunya terpotong.
"lagian kami udah gedek kok ma, jadi nggak usah khawatir lagi" sambung david, meskipun agak tidak sopan memotong perkataan orang tua, namun david tidak ingin ibunya cemas tentang keputusan tersebut.
"nggak boleh, alena nggak hal itu terjadi, alena nggak mau pisah sama kakak-kakak alena" alena kembali menangis.
"nggak, nggak boleh, mama juga nggak setuju dengan hal tersebut, lebih baik kita tetap tinggal aja disini" sahut ibunya tetapi dengan raut yang lebih menyedihkan seolah-olah keputusan tersebut juga memberinya beban.
"MAMA..." bentak devan.
"Mama harus pergi bersama alena, kami juga nggak setuju mama menderita jika terus berada di sini, pokoknya mama harus PERGI" sambung devan yang sudah tak tahan lagi dengan emosinya dengan cepat ia berjalan ke kamar rasya tepatnya ingin mengemasi koper alena yang tadi sempat tertunda. Rasya ikut datang membantu devan.
Kini ibunya malah semakin menangis diikuti alena yang memeluknya.
"ibu,,, alena,,, jangan menangis lagi, kami akan baik-baik aja kok" ucap david sambil mengelus-ngelus punggung ibunya sambil duduk disisinya di atas ranjang.
"tapi nanti alena jadi sendiri...nggak da yang nemenin...huhuhu" alena tampak pucat sekarang karena menangis dari tadi.
Alih-alih mendengar tangisan ibu dan adiknya, david ingin meluapkan segala emosinya yang kini sedang ditahannya, ia ingin sekali menghancurkan apapun yang ada disana, termasuk meja belajar kakaknya, tapi ia tau hal itu sangatlah tidak baik untuk saat ini, ia juga tahu konsekuensi jika hal itu benar terjadi, pasti devan akan melakban mulutnya, memasukkannya ke dalam karung, lalumengikatnya dengan rantai pengikat gajah dari kebun binatang di menara monas sana, memikirkannya saja sudah membuatnya merinding.
"kok nggak da yang nemenin sih? kan kita masih bisa telepon dek,,, " kata davin dengan senyum yang dipaksakannya. Barulah setelah itu ibunya dan adiknya sudah mulai tenang, tidak menangis lagi seperti tadi.
"Semua persiapannya sudah siap bu" kata rasya menghampiri mereka.
Akhirnya ibunya mulai bangkit, dan keluar rumah atau keteras. Karena mereka hanya punya satu motor saja, sedangkan yang satunya lagi dibawa ayahnya, terpaksa davin dan rasya tidak bisa ikut karena devan yang akan mengantarkan mereka ke stasiun MRT jakarta.
"kamu tolong memasaklah untuk adik-adik kamu, mungkin ayah kamu kadang tidak akan membawa pulang kebutuhannya, mama akan mencoba untuk mengirimu uang ya,,," ucap ibunya sambil tersenyum dan memeluk rasya.
Air mata rasya kembali jatuh, bagaimana bisa ibunya mengatakan hal seperti itu, dengan keadaannya nanti saja ia tidak tau,dimana ibunya akan tinggal? apa yang akan mereka makan? bagaimana dengan alena? apakah ia akan bersekolah? apakah mereka akan bahagia setelah hal ini terjadi? atau malah sebaliknya? apakah mereka nanti akan diterima di lingkungan disana? atau malah lebih buruk lagi kemana mereka akan pergi sekarang? itulah semua yang timbul dalam pemikiran rasya. Ingin sekali rasya untuk menghentikan ibunya, tapi apalah daya, ia tidak ibunya tersiksa oleh kelakuan ayahnya.
"iya mama,,, rasya pasti akan melakukannya" jawab rasya membalas pelukan ibunya.
Kini ibunya menghampiri david, tak ingin mendengar ucapan ibunya lagi takut air matanya akan jatuh lebih parah lagi, akhirnya rasya menghampiri alena, tak lupa juga ia menghapus air mata diwajahnya meskipun air mata yang lain keluar lagi.
"Alena,,, " panggil alena lembut sambil menyeka air mata alena disamping devan. Yang dipanggil pun langsung memeluk rasya.
"kak,,, huhuhu, aku nggak mau pergi,,,huhuhu" ucap rasya diiringi dengan tangisan lagi.
"Alena jangan sedih, ya, suatu saat nanti kami pasti akan menyusul kamu kok ya, nanti kita bisa ke mall bareng,,, ke supermarket market bareng,,, makan di restoran bareng,,, jadi alena jangan sedih ya" ucap rasya meyakinkan alena, meskipun ia sendiri masih ragu dengan perkataannya, tapi saat ini yang penting baginya adalah ia ingin melihat wajah alena yang tersenyum, bukan menangis.
Akhirnya ibunya dan adiknya berangkat, rasya dan david hanya bisa menatap kepergian mereka dengan lambaian tangan yang selalu ada meskipun mereka sudah tidak terlihat lagi, dengan senyum yang dipaksa supaya apa yang terjadi saat ini tidak akan pernah mereka sesali. Sudah saatnya bagi rasya untuk masuk dan melanjutkan tidurnya berharap hari esok akan menjadi lebih baik, disusul dengan david dibelakangnya.
Rasya pun mulai merebahkan tubuhnya ke kasur, lalu membenamkan mata ke bantal dan berteriak sekencang-kencangnya melepas semua kekesalan yang ia pendam dari tadi, hingga satu tangan mengelus lembut rambutnya itu. Rasya pun menoleh.
"Kakak kalo mau teriak, ya teriak aja, jangan dipendam, kalo nggak aku aja yang mewakili" ucap david lembut lalu mulai berteriak.
AAAAAAAARRGGHHH
Terlihat david juga melepas kekesalannya, tapi bukan itu yang rasya inginkan, bukan teriakan kekesalan, tapi yang ingin ia dengarkan dari david adalah tawa yang selalu keluar darinya selama ini.
"Aahhhh, udah cukup, suara mu jelek, lebih baik kamu diam aja daripada kuping kakak putus" ucap sinis rasya sambil menutup wajah david dengan bantal secara kasar.
"Kakak bilang apa???, kok tadi kayaknya aku denger suara kecoak ya??? " ledek david.
"pantat mu itu yang bersuara, mana ada orang yang ngedenger suara kecoak Oiiii" balas rasya sambil mengancang-ancang bantal ingin ingin menabok kepala adiknya itu yang sudah bengkok.
" Hhhhhhhh " ekspresi kekesalan kakaknya memang cukup menarik untuk dilihat baginya, pikir david.
***
Matanya terlihat sembab, tetapi rasya tetap memaksakan diri ke kampus karena ia harus presentasi hari ini yang telah lama disiapkannya itu. Ia terus berjalan memakai topi dan melihat kebawah supaya tak menjadi pusat perhatian mata sembabnya itu, namun saat sedang berjalan ke kelasnya, ia melihat orang sedang berkerumun di tengah-tengah jalan.
"HAALOOO SEMUANYA, SAYA REHAN, HARI INI MENYATAKAN BAHWA SAYA SUDAH BERPACARAN DENGAN ORANG YANG SANGAT SAYA CINTAI SELAMA INI, YAITUUUU DISA"
Rasya pun terkejut melihat hal tersebut. Tampak teriakan dari seseorang yang sangat dikenalnya disana, bahkan lebih dari kenalan. Ia makin terkejut dengan tingkah yang dilakukan oleh orang tersebut beberapa saat kemudian, yaitu mencium kening si balet tersebut dan memeberikan seikat bunga, diiringi dengan tepuk tangan dari orang-orang yang menyaksikan hal tersebut.
"Arrrgggghhh"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments