"Kalau aku mau melakukannya apa yang akan kamu berikan padaku?" ia bertanya pada Mimi.
"Emmm, gimana kalau kamu sendiri yang pilih hadiahnya. Nanti aku penuhin permintaan kamu," ia tersenyum lebar. Senyum yang sangat manis sehingga lesung pipinya terlihat jelas. Tapi sayangnya, Ervin hanya menganggapnya sebagai seorang sahabat.
Ervin memikirkan sesuatu, tersembul sebuah senyuman dari bibirnya. Ia mendekat dan berbisik pada Mimi.
"Apa? kamu bercanda ya Dek? eh Vino. Bagaimana mungkin aku bisa melakukannya denganmu?" ia ragu akan permintaan Ervin.
"kalau gak mau ya sudah! pergi saja dari sini!" usirnya ketus.
"Tapi..." gadis muda itu tengah berpikir keras. Sebenarnya dia juga ingin melakukannya, akan tetapi mengingat Vino itu sahabat dekat yang disukai dan ia tak mau terpaksa melakukan itu.
"Aku akan melakukannya denganmu," akhirnya ia bersuara.
"Jangan sampai kamu bohong," ia tersenyum licik.
"Mulai besok kita harus bersikap mesra dihadapan teman-teman," serunya.
"Baiklah Mi, besok aku akan bekerjasama sampai hari kelulusan tiba." Ia sangat santai.
"Aku pulang dulu ya! jangan lupa besok aku tunggu di pagar sekolah," ia melangkah keluar rumah.
Ervin hanya mengangguk saja.
"Biiiikk...!" panggilnya.
Seorang wanita paruh baya menghampirinya.
"Pecahan botol parfum kemarin masih ada dikamar aku. Cepat bersihin lagi!" suruhnya pada asisten.
"Ada lagi gak Den?" tanyanya sebelum meninggalkan Tuan mudanya.
"Gak ada, aku mau ke Taman belakang rumah dulu!" ia beranjak dari kursinya dan berjalan menjauh dari asistennya.
Senja sudah hampir menghilangkan diri dari muka bumi. Ervin yang masih termenung di kursi taman hanya bisa tersenyum lebar mengingat hal yang dia bisikin pada Mimi.
"Lihat saja Mimi, aku sudah pasti menang taruhan sama mereka. Untunglah kamu kesini dan memintaku bersandiwara. Jadi aku tidak perlu repot-repot lagi," ia tertawa kencang.
Tap...tap.
Suara langkah kaki yang mendekat kearahnya tak terdengar ditelinganya. Ia menepuk pundak Ervin yang tengah tertawa lebar.
"Kamu kenapa nak? Mama takut kamu kesurupan. Hari sudah mulai gelap, ayo kita masuk!" ia mengusap rambut anaknya penuh kasih.
"Mama kapan datang? kalian selalu saja meninggalkan aku sendirian disini," kesalnya.
"Maaf...tadi ada urusan penting dengan Eyangmu. Mereka kangen banget lho sama kamu sayang," ia melihat wajah anaknya yang kesal.
"Siapa suruh gak pernah kemari?" gerutunya.
"Kok kamu bilang begitu? Eyangkan sudah sepuh, jadi mereka tidak bisa bepergian jauh." Ia mengingatkan anaknya.
"Tapi Ervin masih males mau kesana Mam," ucapnya ragu.
"Memangnya kenapa? Eyangmu sungguh kesepian. Mereka hanya hidup berdua saja dirumah itu. Bude kamu udah pindah sebulan yang lalu," ia bercerita.
"Hah... benarkah? asyikkk dong kalau begitu," ia melompat kegirangan.
"Kalau mereka sudah pergi Mama bisa ajak aku kerumah Eyang," ia sungguh girang.
Elisa tak tahu kenapa anaknya bisa mendadak bersemangat seperti sekarang ini. Tadinya ia sempat murung tapi berbeda dengan sekarang.
'Dia tidak menderita Bipolar disorder seperti artis itu kan?' batinnya bertanya-tanya dan khawatir.
"Ayo Mam kita masuk!" ia menggandeng lengan Mamanya.
Malik sudah menunggu mereka diruang keluarga. Ia menanyakan keberadaan Nissa.
"Mana kakakmu Vin? bukankah tadi menjemputmu sekolah?" ia memandang Ervin.
"Aku pikir kak Nissa pamit sama Papa. Tadi ia pergi kerumah temennya mas Rico," ia berbicara santai dengan papanya.
"Kenapa kamu gak ikut mereka?" tanyanya.
"Males Pa, lagian mereka itu mau belajar kok!" sahutnya.
"Aku pikir kamu masih nempel terus sama kakakmu itu. Inget gak pas kamu kecil kamu selalu ikut Nissa kemanapun," Malik terkekeh menerawang jauh di masa lalu.
"Ervin udah gede Pa, gak mungkin dong nempel sama kakak terus." Gerutunya.
"Ya sudah! bentar lagi Maghrib, kita siap-siap dulu wudhu dan langsung ke Mushola oke!" ajaknya pada anak dan istrinya.
Setelah selesai dengan ibadahnya, mereka dikejutkan oleh kedatangan Nissa yang lusuh. Sementara Rico belum kelihatan batang hidungnya.
Elisa setengah berlari menghampiri anaknya. Ia khawatir terjadi sesuatu padanya.
Kamu kenapa nak? kenapa bisa seperti ini?" tanyanya sambil memperhatikan seluruh badan Nissa.
"Hiks...hiks," ia terisak-isak.
"Kamu kenapa Nissa? apa kamu di...." Malik melotot tak percaya dengan pikirannya sendiri.
Nissa menangis kencang dan memeluk Mamanya.
"Mas Rico ngerjain aku sama temen-temennya Ma! mereka menggotongku dan melemparku ke kali didepan rumah temennya itu," Nissa masih terisak.
Malik dan Elisa bernafas lega karena anaknya tak kenapa-napa.
"Mana Rico sekarang? kenapa dia gak muncul?" Elisa geram.
Orang yang dibicarakan hanya terkekeh mendengar Nissa yang mengadu.
"Kayak anak kecil aja masih ngadu segala," gumamnya pelan.
Ia menunjukkan wajahnya pada Om dan Tante yang selama ini mengasuhnya sejak duduk di bangku sekolah menengah atas.
"Maaf Nis...aku sengaja lho soalnya kan hari ini hari ultahmu," ia memberikan sebuah pelukan pada adik sepupunya.
"Benarkah? tanggal berapa ini?" Malik dan Elisa saling berpandangan. Mereka malah melupakan hari yang penting untuk Nissa.
"Tapi kan aku penampilannya jadi lecek kayak gini Mas," ia mencubit paha Rico dengan keras.
"Aduh ampun Dek," Rico dan Nissa malah berkejaran dan ia ingin membalas perlakuan sepupunya itu.
"Kalian udah kayak anak kecil deh," Ervin mencemooh mereka dan melangkah ke meja makan.
Malik dan Elisa berbincang dengan suara yang kecil. Mereka berdua merencanakan sesuatu yang spesial untuk Nissa.
"Boleh deh Mas, besok kita langsung berangkat!" ia tersenyum lebar melihat suaminya.
Nissa dan Rico masuk ke kamarnya masing-masing dan bersiap untuk mandi.
Sementara yang lainnya masih makan malam bersama.
Mereka sekeluarga berkumpul dan bercengkrama antara yang satu dengan yang lainnya. Akan tetapi, berbeda dengan Ervin yang memilih masuk ke kamarnya. Ia memainkan smartphone ditangannya. Dengan lincah jarinya membalas satu persatu pesan yang masuk.
Senyumnya terkembang sempurna. Pikirannya tertuju pada taruhan yang ia buat bersama teman sekelasnya.
*Flashback
Ada enam orang berkumpul di sebuah bangku. Dua orang duduk sementara yang lainnya mengitari yang duduk. Ervin hanya menuruti kemauan temannya tanpa ia tahu maksud mereka berkumpul.
"Kalian tahu Jasmine? cewek blesteran itu cantik banget ya," ucap temannya.
"Ya tahu dong...dia itu sekelas dengan kami!" ia menunjuk dirinya dan Ervin.
"Enak dong kalian bisa cuci mata liat cewek cantik kayak Jasmine," matanya berbinar-binar.
Mereka hanya terkekeh geli, sementara Ervin tersenyum dengan senyuman yang dipaksakan.
'Syukurlah mereka gak tahu kalau aku dan Jasmine udah temenan dari kecil,' batinnya lega.
"Kenapa kamu Vin? kok aneh gitu sih wajahnya? apa jangan-jangan kamu juga suka sama Jasmine?" ia melotot melihat raut wajah Ervin yang tak bisa diartikan.
"Aku masih normal, jadi pastinya aku suka sama cewek cantik." Sahutnya terpaksa.
Sebuah ide terlintas dibenak salah satu dari mereka. Ia mulai membisiki temannya satu persatu.
Ketika Ervin tau maksudnya, dengan cepat ia menolak.
"Kalian gila banget sih sampe taruhan kayak gitu. Emang kalian mau kalau kalah taruhan kalian dipermalukan?" ia tak percaya dengan usul temannya yang lain.
"Kenapa tidak? apa jangan-jangan kamu memang menyerah dan takut kalah sebelum mencoba?" tanyanya lagi.
"Baiklah kalau aku kalah kalian bisa menambah satu hukuman untukku. Tapi kalau aku menang, kalian harus...." ia tersenyum licik sambil memandang wajah temannya bergantian.
*NB
Nissa: 22 tahun
Rico: 23
Ervin: 15
Jasmine: 15
Zeta: 18 (adik Rico)
Harap bersabar, ada sepuluh bab yang akan memamerkan kehidupan keluarga Ervin remaja.
Kemesraan Malik dan Elisa yang tidak pudar walaupun usia mereka sudah tidak muda lagi.
Jangan lupa untuk selalu tinggalkan jejak berupa like, komen, favorit, rate ⭐ 5 dan vote Mingguan gratis.
Bisa juga memberikan gift berupa mawar, love, kopi atau yang lainnya 🤭.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
zamal78901
gaasss teruuusss
2022-11-12
0
zamal78901
lanjuuuuuts lagi
2022-11-12
0
Putra_Lombok
semangat thor
2022-01-09
3