Apalagi kalau diingat kejadian tadi, membuat pandangannya menjadi pegal.
“Brrr ....” Arasha mendadak merinding.
Pandangan pria itu melihat ke seluruh sudut ruangan ini. Satu per satu ia pandangi secara bergantian. Tak terkecuali Ara.
Saat pandangannya berhenti pada Ara, Ara memandangnya kembali dengan pandangan yang datar. Ia hampir tidak mempedulikan keberadaan dosen itu.
Ara melipat kedua lengannya di hadapannya. Terlihat balasan yang tidak enak dipandang dari dosen itu. Ara lebih membuat dirinya tidak enak dipandang di hadapan pria itu.
“Ada masalah sama saya?” tanyanya dengan nada yang sangat dingin.
Kali ini, Ara benar-benar kepincut dengan pria tersebut. Entah kenapa, ada suara tak menentu di dalam hatinya. Entah apa itu yang jelas, Ara sangat tidak menyukainya.
Logika dan perasaannya diuji di sini. Perasaannya mengatakan, “anjay, keren sih!” tapi logikanya mengatakan “apaan si?! BASI tau gak!”
“Gak ada tuh,” jawab Ara dengan nada yang serupa dengannya.
Jelas ada wajah tidak senang yang sedang ia lontarkan kepada Ara. Ara tidak mempedulikannya, dan malah mengeluarkan MP-4 yang ia miliki.
Ara memakai headphone dan memutar lagu dengan sound yang lumayan keras. Pria itu masih memelototi Ara dengan tatapan mematikan. Ia kemudian mengeluarkan handphone-nya dan mulai menelepon seseorang.
“Halo ....”
“..........”
“Bisa ke ruang kelas 01TPLP001 sekarang pak?”
“.........................”
“Oke, maaf mengganggu.”
“...........................”
Ara terlihat tidak mempedulikannya sama sekali.
Ia mendekat ke arah telinga Ara dan berdiri di sebelah kirinya, “kamu lolos kali ini,” ucapnya secara tiba–tiba.
Ara merasa, ada yang aneh dari yang pria itu ucapkan tadi. Mengapa dia bersikap demikian? Padahal Ara sama sekali tidak mengenalnya.
‘Siapa dia? Anak baru di sini? Atau kakak senior?’ batin Ara merasa jengkel.
Ah ... sudahlah.
Pria itu pun pergi dari hadapan Ara, dan menuju ke meja untuk dosen.
Semua mata terkejut, tak terkecuali Ara.
Ia melipat kedua tangannya, sambil menekuk sebelah kakinya.
‘Ya Tuhan!’ batin Ara terkejut.
“Deg ....”
Ternyata, dia adalah dosen di kampus ini, pikir Ara.
Baru mulai kuliah saja, sudah ada masalah semacam ini.
“Maaf teman-teman semua. Di awal pertemuan kita, semua jadi seperti ini akibat ulah kawan kalian. Saya mohon maaf atas ketidaknyamanan ini,” ucapnya.
Semua mata tertuju padanya. Mungkin mereka tidak menyangka, bahwa manusia aneh semuda itu adalah dosen di universitas ini.
“Perkenalkan, nama saya Morgan. Walaupun beberapa dari kalian mungkin hampir seumuran dengan saya, tapi tolong hargai saya sebagai dosen di sini,” jelasnya.
Ara menyeleneh ketika mendengar omong kosongnya kali ini.
“Dasar gila hormat,” cetus Ara lirih.
Pria bernama Morgan itu, menoleh ke arah Ara, yang masih dengan tatapan dingin.
“Emm kamu ...,” tunjuk Morgan ke arah gadis manis ini.
Ara terkejut bukan main. Apakah Morgan akan mempermalukan Ara di hadapan teman–temannya?
“Tolong bantu saya membawa buku ke ruang dosen,” pinta Morgan.
Ara hanya diam tak mempedulikan ucapannya.
‘Apa–apaan dia. Nyuruh gue begitu, emangnya dia gak punya tangan apa?’ batin Ara yang mulai bergejolak.
Dengan sangat terpaksa, Ara maju ke depan dan membantu Morgan membawa buku yang lumayan banyak dan tebal.
“Jam kali ini disudahi dulu. Sekali lagi, mohon maaf atas ketidaknyamanannya,” Ucap Morgan.
Ara dan Morgan keluar meninggalkan kelas.
Sepanjang jalan menuju ruang dosen, Ara terus-menerus dibuat kesal oleh Morgan.
“Loe itu ya! Gak bisa, apa kelewat pinter, sih?” sinis Ara.
Morgan melirik ke arah Arasha.
Gayanya memang sudah di-setting untuk kaku seperti itu mungkin, ya? Pikir Ara.
"Hmpphh!"
Kesal sekali Ara dibuatnya.
“Sudah. Kamu tinggal ikutin kemauan saya saja,” tukas Morgan.
“Tapi loe bisa liat gak sih? Gua itu cewek, masa disuruh ngangkat beginian! Harusnya loe itu nyuruh yang lain!” bentak Ara, “lagian ... loe ngapain sih bawa gue ke sini? Ini kan bukan ruang dosen,” sambungnya, yang masih bingung dengan keadaan sekitar.
“Tset ....”
Ucapannya terpotong, karena Morgan tiba-tiba saja menarik pinggulnya untuk masuk ke ruangan yang ada di sudut paling kanan kampus.
Tubuhnya dipojokkan oleh Morgan. Tidak ada cukup ruang yang bisa membuatnya bergerak. Ara seakan terkunci dengannya.
“Apaan, nih?” tanya Ara sinis.
Ia berpikir, bagaimana caranya agar ia bisa lepas dari tubuh Morgan yang sudah menguncinya itu?
“Ah.”
“Bruk ....”
Ara sengaja menjatuhkan seluruh buku yang ia bawa, dengan harapan, bisa keluar dari Morgan yang mengunci tubuhnya itu.
Namun ternyata, itu hanya usaha yang sia–sia. Morgan semakin merapatkan ruang yang ada.
“Hah?” lirih Ara, yang merasa sangat takut.
Ara terkejut dan takut, saat Morgan mulai menatapnya dengan tatapan dingin.
“Apa sih yang loe mau?” tanya Ara dengan sedikit mengumpulkan keberaniannya.
Morgan terlihat tidak mempedulikan ucapannya.
Ara takut sekali, kalau saja Morgan menyakitinya karena sikapnya yang tidak baik sebelumnya.
Ara menelan salivanya sendiri. Lama-kelamaan, sedikit demi sedikit, Morgan mendekatkan wajahnya ke arah Arasha, dan berhenti tepat 5-cm di hadapannya.
“Kamu gak bisa lolos lagi sekarang.”
“Deg ....”
Hati Ara sangat tidak menentu kali ini.
Ia tidak mengerti dengan maksud dari ucapan Morgan yang baru saja ia katakan. Sepertinya, itu ada sangkut-pautnya dengan ucapan Morgan tadi, saat mereka berada di kelas.
“Apa maksudnya? Loe mau nyakitin gue, hah?” tanya Ara sinis, “nih tampol aja gue!” sambungnya, menantang Morgan.
Morgan terlihat mengambil jeda, dengan tidak menjawab ucapan Arasha. Tatapannya terlihat sangat marah. Mata Ara menangkap, Morgan yang melayangkan kepalan tangan ke arahnya.
Spontan, Ara langsung menutup matanya, karena khawatir dengan apa yang akan Morgan lakukan padanya.
“Bruk ....”
“Aws ...,” rintihnya lirih.
Ara membuka matanya dan menoleh ke arah Morgan.
Terlihat Morgan yang sedang memukul dinding yang berada di belakangnya, membuat ia sedikit khawatir dengan keadaan Morgan saat ini.
“Apa–apan sih loe? Kok nyakitin diri loe sendiri, sih?” pekik Ara khawatir, kemudian melihat ke arah tangan Morgan.
Ara menggenggam tangan kanan Morgan yang terluka, akibat sikapnya yang aneh itu. Tangan Morgan saat ini, sudah mulai mengeluarkan cairan kental. Ara agak khawatir dengan keadaan Morgan.
‘Halus,’ batin Ara sembari merasakan tangan Morgan, yang begitu halus seperti tangan wanita.
Ara tersadar dari lamunannya, dan segera mengeluarkan plester dari dalam sakunya, kemudian memakaikannya pada luka yang ada di tangan Morgan.
“Untung gue masih ada sisa satu di kantong,” ucap Ara yang masih dalam keadaan memasangkannya.
Rambut Ara menjuntai, menghalangi pandangan Morgan terhadapnya. Morgan pun langsung mengambil sikap untuk membenarkan rambutnya, membuat Ara terkejut.
Mendadak, pandangan mereka pun bertemu pada satu titik. Terjadi kesunyian di sini. Ara tak sengaja menatap Morgan, yang ternyata juga sedang menatap ke arahnya.
Apa yang sebenarnya terjadi di sini? Tiba - tiba saja, Ara sangat mempedulikannya.
“Kamu ...,” ucap Morgan menggantung, yang membuat Ara menjadi penasaran.
‘Kenapa sih, dia selalu mengucapkan kata yang berulang-ulang, dengan nada yang berulang-ulang pula?’ batin Ara kesal.
Ah.
‘Gue benci dengan rasa penasaran ini.’
Morgan menatapnya dengan tatapan aneh, karena ia tidak tahu bagaimana caranya bersikap kepada anak kecil yang ia lihat ini.
“Kamu ....”
“Kamu ....”
'Kamu masih mengingat saya, tidak?' batin Morgan, yang tidak bisa mengatakan itu pada Ara.
Ara yang kesal, hanya bisa memandangi Morgan dengan tatapan datar.
“Kamu, kamu! Loe gagap, apa gak bisa ngomong?” pekik Ara sinis, karena melihat respon yang tidak enak dipandang dari Morgan.
“Sebenernya mau loe apa sih? Sumpah gue gak ngerti ya mau loe--”
“Cupppss ....”
Ucap Ara terpotong, karena Morgan yang tiba-tiba saja mengecup keningnya.
'Saya rindu kamu, Arasha,' batin Morgan yang kelepasan bersikap seperti itu pada orang yang sangat ia rindukan itu.
Entah sudah berapa lama Morgan tidak bertemu lagi dengannya. Tapi sepertinya, Ara sudah lupa dengan sosok Morgan dalam hidupnya.
Ara membelalak ke arahnya, entah apa yang Morgan pikirkan.
Kenapa tiba-tiba saja Morgan mengecup keningku? Pikir Ara.
‘Gawat! Apa muka gue sekarang, berubah jadi merah?’ batin Ara malu, yang berpikir kalau sampai benar wajahnya berubah menjadi merah tomat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 327 Episodes
Comments
Isti Shaburu
hai kakak author gak terasa ternyata sudah tamat jadi aku mulai mampir deh soalnya kalo udah tamat bacanya gak pake penasaran nanggung nunggu up😊
mampir juga yuk di novel perdana aku kak CEO BUCIN yg dingin mulai meleleh nih kak
makasih kak😊
2022-02-19
0
Asma Susanty
masih nyimak...
2021-12-09
1
Ninik H.
mampir kak
2021-12-08
0