Kepala Ara mulai berat, dan tubuhnya mendadak merinding, menjadi dingin.
“Dengan sikap kamu saat di kelas tadi, saya gak pernah bisa benci sama kamu,” ucap Morgan dengan aneh.
Lagi-lagi Ara membelalak ke arahnya.
‘Apa maksudnya coba?’ batin Ara.
Ara sama sekali tidak mengerti dengan keadaan ini.
“Apa si mau loe?” tanya Ara dengan geram.
Morgan tersenyum pada Ara. Ara tahu, itu adalah senyuman palsu.
“Nanti juga kamu tahu,” gumam Morgan, seraya tersenyum.
Morgan langsung meninggalkan Arasha di sana, tanpa mengucap sepatah kata pun.
Sungguh aneh!
“Kenapa sih? Apa yang salah dari gue? Apa yang dia pengen dari gue sih? Kenal aja engga, malah begitu!” ucap Ara mendengus kesal.
Ara melihat semua buku yang berhamburan di lantai. Ia kemudian merapikannya, dan bergegas menuju ruang dosen untuk meletakkannya di sana.
Sesampainya di sana, Ara segera mencari ruang dosen yang dianggapnya idiot itu. Di sana, terlihat seseorang yang sedang sibuk memainkan laptopnya.
Tanpa pikir panjang, ia pun langsung mendekatinya.
“Permisi, Pak,” sapa Arasha dengan ramah.
Ia tersadar dan menoleh ke arah Arasha, lalu kemudian tersenyum, seraya membalas senyuman Ara.
“Ada yang bisa saya bantu?” tanyanya dengan sangat ramah.
‘Gila, manis banget senyumannya,’ batin Ara yang dibuat melting olehnya, ‘apa semua dosen di sini, ganteng dan muda? Morgan ganteng, bapak ini juga ganteng,’ sambungnya, yang masih memikirkan hal yang tidak-tidak.
Ara tersadar dari pikirannya yang agak aneh tentang Morgan.
‘Kenapa gue malah mikirin gantengnya, sih?’
‘Eh tapi dia gila hormat juga gak, kayak si idiot itu?’ batinnya yang sebelah menyahut karena masih keheranan.
Dosen itu melihat wajah Ara dengan penuh rasa heran.
“Emm ... hey?” pekiknya, membuat Ara tersadar dari lamunannya.
Ara merasa sangat malu dengannya.
Ara merapikan rambutnya dengan sangat tergesa. Dosen itu yang melihat sikap aneh Ara, hanya tertawa kecil.
“Menurut ilmu psikologi, orang yang merapikan rambut di depan orang lain secara terang-terangan, itu tandanya dia suka kepada orang tersebut,” gumamnya menjelaskan, seperti sedang mengajak Ara bercanda.
Jantungnya terpacu, karena mendengar pernyataan aneh dari pria asing ini.
“Apa sih? Aku biasa aja tuh,” jawabku dengan nada yang salah tingkah.
Ia menertawakan Ara dengan sangat renyah.
“Gak, bercanda kok ...” lirihnya, Ara hanya terdiam, “eh tapi serius, lho,” lanjutnya, membuat Ara merasa keheranan.
“Kok bapak bisa tau?” tanyaku.
Lagi - lagi ia tertawa kecil.
“Saya kan ... dosen psikolog,” jawabnya dengan nada angkuh, membuat Ara menyipitkan mata ke arahnya.
Ara sangat tidak suka dengan nada bicaranya itu. Ara hanya menyeringai dan melontarkan tawa paksa.
“Ada apa ini?” tanya seseorang dengan tiba-tiba.
Ara menoleh ke arah sumber suara.
‘Yah dia lagi,’ batin Ara yang merasa kesal.
Morgan yang baru datang, langsung mendekati Ara dan dosen itu.
“Emm maaf Pak Morgan, saya cuma lagi bercanda sama salah satu mahasiswi baru di sini,” jawabnya.
Terlihat tatapan yang tidak senang dari seorang Morgan. Dosen itu terlihat sedang memperhatikan Morgan.
“Mmm ... sepertinya, Pak Morgan ini tidak senang ya dengan hal ini? Saya mohon maaf apabila menyinggung dan lancang,” ucapnya.
Morgan terlihat tak menghiraukan itu. Ia langsung menoleh ke arah Arasha, dengan tetap pada sikapnya yang dingin.
“Meja saya tuh di sana,” gumam tegas Morgan, sembari menunjuk ke arah ruangannya.
Ara mengerenyitkan dahinya.
“Ya mana gue--” Ara seketika menghentikan ucapannya, karena melihat ke arah dosen itu, kemudian melihat kembali ke arah Morgan.
“Ya mana saya tahu kalau ruangan Pak Morgan di sana? Saya mahasiswa baru di sini,” tegas Ara balik.
Morgan mendecak, sembari menggelengkan kecil kepalanya.
“Nih bukunya!” ucap Ara kesal.
Ara memberikan semua buku yang ia bawa kepada Morgan.
“Lain kali, jangan suruh saya untuk ngangkat buku lagi ya pak,” ucap Ara kepada Morgan, kemudian dengan segera ia meninggalkan mereka dan segera menuju ke ruang kelasnya.
Ara berjalan menyusuri koridor, dengan perasaan yang kesal.
“Apa-apaan dia? Bisa-bisanya dia nyium gue, trus bersikap seolah-olah kalau dia tuh pacar gue, yang kalau gue bercanda sama orang lain, trus dia marah? Gue ini jomblo, dan gue free! Gue gak suka dikekang kayak gitu!” Ara sangat kesal dan geram dengan kelakuan Morgan yang menjijikan itu.
“AWASS BOLA!!” teriak seseorang dengan sangat keras.
‘Ah, bola?’ batin Ara yang lambat dalam berpikir.
Tanpa berpikir panjang lagi, Ara menunduk dan melindungi kepalanya dengan kedua tangannya.
“Bruk ....”
Terdengar suara benda jatuh yang seperti sedang menabrak sesuatu.
“Hey ....” pekik seseorang yang menghampiri Ara.
Ia merangkul tubuh Ara yang lemas, karena kehilangan tenaga.
‘Apa-apaan ini? Seperti ini aja, gue gak bisa rasain tubuh gue lagi. Masa sih, gue beneran jantungan?’ batin Ara.
“Gak apa-apa, udah gak ada kok yang bisa nyakitin loe,” gumam seseorang yang melindungi Ara, membuatnya sedikit tenang.
Ara pun bangkit, dan melepaskan tangannya dari wajahnya.
“Yang tadi i-itu apa?” Ara bertanya, masih dengan nada yang gugup.
Ara pasti sangat terkejut dengan hal-hal yang terjadi secara tiba-tiba. Pria itu terlihat melontarkan senyum ke arah Arasha.
“Udah gak ada lagi yang bisa nyakitin loe kok. Itu tadi bola basket, hampir kena kepala loe,” jelasnya, tapi Ara hanya mengangguk kecil.
“Makasih.”
“Iya sama-sama.” jawabnya.
Ara melihat pundaknya yang masih pria itu pegang. Sikapnya itu membuat pria asing itu tersadar dan melepaskan rangkulannya.
Ara terlihat mendadak menjadi salah tingkah.
Untuk ketiga kalinya, Ara melihat ada pangeran di universitas ini. Entah mengapa keberuntungan berpihak pada Ara hari ini. Walaupun, seimbang dengan kesialan yang ia alami.
Suasana menjadi sangat canggung di sini.
“Oh sorry, gue gak sengaja,” ucapnya yang berusaha mencairkan suasana.
Ara menyeringai dan mengangguk kecil padanya.
“Okey. Gue pamit dulu ya,” ucap Ara, yang sepertinya tak dihiraukan olehnya.
“Bisma,” gumamnya, sambil menyodorkan tangan ke arah Arasha.
Ara melihat ke arah tangan kecilnya itu.
Lucu.
Seperti tangan wanita.
Ara pun menjabat tangannya.
“Tset ....”
Morgan yang baru saja datang, tiba-tiba saja menyambar tangan Bisma dengan cepat.
“Morgan,” ucapnya berkata demikian.
Ara sangat kesal. Kenapa Morgan selalu saja muncul di saat yang tidak tepat?
Ara sedang beruntung bertemu dengan beberapa pria tampan pada hari ini. Tapi kenapa selalu ada Morgan?
Apa Morgan sengaja membuntuti **a**ku? Aku sama sekali tidak mengerti apa maunya, pikir Ara.
“Loe lagi aja,” gumam Ara dengan nada malas.
Morgan melepaskan tangannya itu dari tangan Bisma.
“Makasih ya, sudah nolongin PACAR saya.” Tukas Morgan, dengan menekankan kata pacar.
Bisma terkekeh renyah mendengar ucapannya itu.
“Hah? Pacar?” kaget Ara.
Morgan tersenyum manis kepada Ara, tentunya hanya di depan Bisma.
Ara terus-menerus mendumel di belakang Morgan. Kenapa Morgan menyebut Ara sebagai pacarnya?
Hey!
Mereka baru saja bertemu, tidak lebih dari tiga jam yang lalu.
Apa secepat itu?
Ara belum tahu, siapa Morgan sebenarnya, dan Morgan dengan entengnya mengatakan kalau Ara adalah pacarnya?
“Huft ....”
Sudahlah.
“Oh, dia itu pacar loe yaa? Okey deh,” ucap Bisma dengan singkat, kemudian, Bisma melangkah maju bersampingan dengan Morgan, dan berhenti tepat di sebelah Morgan.
“Jaga baik-baik cewek loe ...,” lirih Bisma, sembari tersenyum licik.
Morgan masih dengan sikapnya yang dingin dan datar, tidak menunjukan ekspresi apa pun.
Sebenarnya Morgan itu manusia atau robot, sih? Tak ada sedikit pun ekspresi di wajahnya, pikir Ara.
Hanya datar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 327 Episodes
Comments
Watik Yd
Morgan terlalu😀
2022-01-03
0
Ma'e Dina
belum loading aku masih nyimak alur dulu
2021-12-28
1
Asma Susanty
masih nyimak...
2021-12-10
0