“Iya?” jawab Ara yang sangat canggung.
Ara berpikir, apa yang sebenarnya ingin Bisma utarakan padanya.
“Emm ... gimana ya ngomongnya ...” ucap Bisma yang terlihat salah tingkah, “gue tau ini terlalu cepet, dan ... gue agak sedikit idiot juga. Tapi ...” Bisma meraih tangan Ara, “loe mau kan, jadi cewek gue?” tanya Bisma meminta kepastian.
“Deg ....”
‘Apa ini?’ batin Ara terus bertanya-tanya dan merasa terguncang, ‘dia nembak gue dong!’ sambungnya kegirangan dan masih tak percaya.
Laki-laki setampan Bisma?
Ah.
“Kenapa gue bilang, kalau gue idiot? Karena, loe kan punya cowok, dan gak mungkin loe pacaran sama gue,” tukas Bisma.
Tunggu!
Cowok?
Maksudnya ....
“Maksudnya, Morgan?” tanya Ara.
Bisma mengangguk cepat, membuat Ara mendecak sembari menggelengkan kepalanya.
“Morgan itu tuh cuma dosen! Bukan cowok gue!” jelas Ara dengan tegas.
Respon Bisma seperti tidak percaya dengan ucapannya.
“Hah, jadi dia itu ... dosen di kampus?” tanya Bisma terdengar tak percaya.
Ara dibuat menganga olehnya.
“Jadi loe gak tau?” tanya Ara kembali.
Bisma hanya menggeleng mendengar pertanyaan Ara. Ia menepuk keras wajahnya, sembari berpikir kenapa Bisma bisa tidak mengetahui tentang hal ini?
“Really?” tanya Ara, yang masih tak percaya dengan pengakuan dirinya.
“Sure!” jawabnya tegas.
Ara jadi tidak bisa berkata apa pun lagi, karena Bisma sudah mengatakan demikian.
Suasana kembali menjadi canggung. Ara bahkan terlihat tidak bisa menatap mata Bisma.
“Ekhm ….”
Deham Bisma, membuat Ara sedikit terkejut.
“So, loe mau jadi cewek gue?” tanyanya.
Kesempatan ini, tidak akan datang dua kali, mengingat Ara yang juga butuh seseorang untuk melampiaskan rasa sakitnya, karena baru saja merasakan putus cinta.
Ara mengangguk lantang ke arah Bisma. Bisma pun tersenyum, dan memandang ke arahnya. Bisma memegang dagu Ara dengan lembut.
Pandangan mereka bertemu pada satu titik. Bisma mendekatkan wajahnya ke telinga kanan Ara.
“I love you,” lirih bisma.
Deg.
Jantung Ara terus terpacu, karena mendengar pernyataan cinta Bisma yang terkesan tiba-tiba. Ini sangat aneh menurutnya.
Kenapa bisa secepat ini?
Biarlah.
Kebetulan, Ara juga ingin melampiaskan perasaan sakitnya.
‘Maaf.’
Ia menyingkirkan rambut Ara ke arah samping pundaknya, membuat Ara merasa geli dibuatnya. Tak sadar, Ara menelan salivanya karena ia sudah mulai merasakan sesuatu yang bergejolak di dalam tubuhnya. Entah kenapa, satu sentuhan kecil dapat membuat tubuhnya menjadi bergairah.
Bisma menatap Ara lagi. Tatapannya sungguh membuat Ara kaku. Entah kenapa, Bisma terasa begitu dekat dengan wajah Ara.
Wajahnya terasa panas. Mungkin, sekarang wajahnya sudah berubah menjadi merah.
Bisma lama-kelamaan semakin mendekat.
Dekat.
Dekat.
Terus dekat.
Dan ....
“Krrrringggg ... kringgggg ....”
Ah.
Arasha terkejut mendengar dering handphone-nya sendiri. Ara tergesa mengambilnya dari saku celananya, dan melihat siapa yang meneleponnya.
“Tset ....”
Seseorang menarik tangan Ara dengan kasar, membuatnya kaget bukan main.
‘Tangannya hangat sekali. Tapi, siapa itu?’ batin Ara terkejut.
Samar-samar, tak jelas Ara melihat karena minimnya penerangan. Ara hanya bisa melihat sorot matanya yang tajam, seperti mengeluarkan sinar karena terkena pantulan cahaya.
“Kakak sudah manggil, tuh,” Ucap pria itu dengan aneh, dengan nada yang dingin.
Ara merasa takut dengan ucapan dinginnya itu. Ia merasa, seperti sudah tertangkap basah olehnya.
“Tset ....”
Bisma menarik kembali lengan Arasha. Kini, Bisma dan Pria itu saling bertatapan, dengan tatapan yang penuh dengan kebencian.
“Jangan narik tangan cewek saya sembarangan, Pak Morgan,” gumam Bisma memperingatkannya dengan spontan.
Ternyata, yang sedang bersama mereka adalah Morgan yang sedari tadi sudah melihat kejadian yang terjadi antara Ara dan Bisma.
Morgan terkekeh, setelah mendengar Bisma berkata demikian. Tatapan sinis itu, semakin lama semakin menyiksa Ara.
Jangan sampai, ada keributan di sini.
“Udah, udah! Bisma, Morgan!” bentak Ara yang berusaha melerai pertikaian yang terjadi di antara mereka.
Ara tak sanggup lagi dengan semuanya. Bisma dan Morgan sepertinya sudah membuatnya malu, dan tanpa sadar, menyebabkan cedera di lengan Ara.
“Ayo, kita pulang. Saya sudah muak,” ajak Morgan secara paksa, namun masih tetap mempertahankan sikapnya yang dingin.
Ara tak tahu harus berbuat apa lagi. Morgan sama sekali tidak mempedulikan apa pun.
“Muak kenapa, Pak? Ada juga saya yang muak sama Pak Morgan!” pangkas Bisma sinis.
Ara menutup telinganya, tak mau mendengar mereka bertengkar.
“Lho, apa urusan anda?” tanya Morgan sinis.
Bisma terlihat membelalak ke arah Morgan.
“Ada lah! Ara itu pacar saya!” ucap Bisma tegas.
Suasana semakin memanas, dan Ara masih saja menutup telinganya, tak mempedulikan apa yang mereka ucapkan.
“Bukankah sudah saya bilang, kalau Ara itu pacar saya?”
“Bukankah saya juga sudah bilang, kalau ada celah, why not?”
Ara sudah tidak sanggup menahan semua ucapan mereka. Sepertinya, kepalanya itu hampir pecah karena mendengar ucapan mereka.
“Cukup!” Teriak Arasha yang sudah tak tahan dengan semuanya, “gak usah ada yang ngomong lagi,” sambungnya, kemudian segera pergi meninggalkan keduanya, tanpa sepatah kata pun.
...***...
Sepanjang jalan menuju mini market, Ara sangat kesal dan mencoba menumpahkan amarahnya dengan cara apa pun.
‘Kenapa gue harus terlibat sama hal yang begini coba?’ batinnya, berusaha menelaah semua yang terjadi hari ini, ‘baru aja gue ngampus, udah ada masalah yang gak jelas gini,’ sambungnya.
Ara sudah sampai di mini market depan komplek. Ara tak sadar, kalau berjalan kaki akan sejauh ini. Biasanya, kakaknya ke tempat ini dengan menggunakan mobil.
“Kirain deket. Tau gini, tadi gue minjem mobil,” dumelnya kesal karena keadaan.
Ara masuk ke dalamnya, dan memilah-milih barang yang ia perlukan. Sembari melihat daftar yang kakaknya kirimkan tadi, Ara sembari mengambilnya dan memasukkannya ke dalam trolly yang ia bawa.
“Brak ....”
Ara tak sengaja menjatuhkan beberapa barang yang hendak ia ambil. Ternyata, belanja keperluan bulanan, tidak semudah yang ia pikirkan. Ara saja, sampai kesal dengan dirinya sendiri.
“Ish, pake jatoh segala!” dumelnya semakin kesal dengan keadaan.
“Udah mah masalah Morgan, kakak, Bisma, ini pake segala jatoh si! Males banget beresinnya kan!” tambahnya kesal.
Ara menoleh ke sekelilingnya, untuk memastikan tidak ada yang melihatnya menjatuhkan barang. Ternyata, keadaan memang sedang aman. Ara perlahan pergi dari sana, tanpa merapikan barang yang ia jatuhkan tadi.
Ya. Ara memang malas melakukannya.
Ara memberikan belanjaannya kepada kasir dengan perasaan yang masih menahan kesal.
“Ah kenapa sih harus gue?” teriaknya spontan.
Semua orang yang mendengar teriakannya, sepertinya merasa kaget. Tapi ia tidak peduli dengan keadaan sekelilingnya. Sang kasir pun sepertinya berusaha untuk tetap profesional dengan pekerjaannya.
“Semuanya total--”
“Kenapa sih, Mbak? Apa salah gue coba mbak?” potong Ara tiba-tiba dengan mendramatisir keadaan.
Kasir itu menyeringai Ara dengan senyuman yang mengartikan, bahwa dia tidak tahu apa-apa. Ara kesal, lalu menyedekapkan tangannya.
“Kalo ada banyak orang di dunia ini, kenapa harus gue yang nanggung semua beban, Mbak?” tanyanya lagi.
Ara tersadar, sepertinya sikapnya membuat kasir itu takut.
“Maaf ya, Mbak, gadis ini memang gitu tabiatnya,” gumam seseorang yang tiba-tiba saja terdengar dari arah belakang Ara.
Ara yang tak terima dengan perkataannya, langsung menoleh ke arahnya.
Di sana, terlihat Morgan yang sedang membawa beberapa belanjaan.
“Loe lagi, loe lagi. Kenapa si, loe mulu aja?” ucap Ara sinis, sambil membelalak ke arah Morgan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 327 Episodes
Comments
Watik Yd
lama" jd bucin ni😀
2022-01-03
0
Asma Susanty
dukung bisma atau morgan ya...🤔
2021-12-10
1
Ninik H.
ditembak disini
2021-12-08
0