Pemakaman

"Oke kakak makan. Sekarang kita makan sama-sama ya. Abis makan kita harus istirahat. Kata pak Rt jenazah ibu besok pagi sudah sampai rumah." titah Mentari.

*****

Di pagi hari Mentari bergegas ke kamar mandi untuk bersiap-siap menyambut ibunya. Suara sirine ambulans dari ke jauhan sudah terdengar. Revina menangis mendengar suara sirine, untuk Mentari ia hanya bisa terdiam dan membisu ingin menangis sudah tidak ada air mata yang tersisa. Para tetangga Mentari semua berdatangan untuk bertakziah ke rumahnya.

"Tar ini sudah hampir menjelang sore? ibu mu di makam kan kapan? atau masih menunggu ayah mu?" tanya pak Rt.

"Kuburkan sekarang saja pak sekarang. Saya tidak menunggu ayah saya." ujar Mentari dengan datar.

"Kenapa kita tidak menunggu ayah kak?" tanya Revina.

"Kakak sengaja tidak menghubungi ayah."

"Kenapa kak?" Revina tambah binggung.

"Bajingan seperti itu tidak pantas datang ke pemakaman ibu." lugas Mentari.

Semua orang hanya bisa diam tidak berani melawan Mentari. Karena Mentari emosinya lagi tidak stabil. Di pemakaman Mentari menangis kembali melihat sang ibu yang ia cintai pergi selama-lamanya.

"Tar sabar ya Tar." ujar Rio dengan lemah gemulainya.

"Lo pasti kuat. Jangan sedih terus kasian adik lo." bisik weni telinga Mentari sambil memeluknya.

Mentari berdiri lalu menghapus air matanya ia bertekat akan kerja keras untuk dirinya sendiri dan adiknya. Sampai di rumah Leo berdiri di depan pintu dan 2 orang polisi telah menunggu Mentari.

"Selamat siang mbak Mentari." ujar salah satu Polisi.

"Masuk pak. Kita bicara di dalam." ucap Mentari menyambut ke dua polisi itu.

Polisi masuk ke dalam rumah dan duduk Leo pun mengikutinya. Penasaran kenapa ke dua polisi itu mencari mentari.

"Di mana ibu mu Tar?" tanya Leo.

"Apa peduli ayah tanya-tanya ibu. Pergi sana! bersama wanita murahan itu." celetuk Mentari.

"Apa maksud kamu Tar? ayah tak mengerti." jawab Leo pura-pura tidak tau akan tentang jessica.

"Tau dari mana anak ini." Leo tetap menjaga wibawanya di depan Polisi.

"Maaf, saya boleh bicara sebentar." selah Polisi.

"Bisa pak." Mentari mendengus kesal sambil menatap Leo.

"Saya bawa hasil visum ibu Sinta, mbak Mentari." ucap Polisi.

"Apa hasilnya pak." sahut Mentari dengan antusias.

"Ibu Sinta benar-benar over dosis karena obat. Tapi badan kenapa ada bagian tertentu ada yang lebam. Seperti di pukuli seseorang." tanya Polisi.

Mentari hanya melirik Leo dengan tajam, tatapan Leo mengisyaratkan agar Mentari tidak bicara macam-macam kepada polisi.

"Mungkin ibu saya habis jatuh pak." Mentari asal jawab.

Di dalam hati Mentari yang paling dalam sebenarnya adalah ingin mempejarakan Leo. Tapi apa daya yang tak mungkin ia lakukan tanpa bukti kuat. Leo mendengar pernyataan Mentari langsung tersenyum lebar.

"Bagus, Mentari. Awas saja kamu berkata aneh-aneh." batin Leo.

"Ini mbak Mentari." pak Polisi memberikan surat.

"Apa ini pak?" tanya Mentari tampak binggung.

"Ini surat yang telah ibu Sinta tinggalkan sebelum meninggal mbak." jawab pak Polisi sambil memberikan surat.

"Terimakasih pak." ucap Mentari.

Polisi telah pergi dari kediaman Mentari, Leo memghampiri Mentari.

"Sebenarnya apa yang terjadi Tar?" Leo mulai binggung.

"Ibu meninggal yah." Revina menangis kembali jika membahas Sinta hatinya tak rela.

Leo hanya diam tak bergeming di dalam hati Leo sangat gembira melihat sang istri telah tiada.

"Yes, bisa menikah dengan Jessica secepatnya. Tanpa harus bercerai dengan Sinta." batin leo tanpa sadar tersenyum.

Mentari melihat Leo tersenyum hatinya terasa panas."Bisa-bisa tua bangka ini mikir hal aneh." batin Mentari.

"Kenapa yah? seneng ibu kan udah nggak ada? enak dong bisa nikah lagi." ejek Mentari sambil ninggalkan Leo.

"Dasar anak kurang ajar kamu ya!" teriak Leo.

Leo pun cepat pergi dari rumah lalu kembali ke rumah Jesica.

"Kenapa kamu? kaya bahagia banget sayang." Jesica membelai rambut Leo dan menyandarkan kepalanya dibahu Leo.

"Sinta telah meninggal dunia." lugas Leo sambil terkekeh.

"Benarkah? aku tak percaya jika dia telah tiada." Jesica memeluk Leo."Jadi kapan kita akan menikah sayang?" tanya Jesica dengan manja.

"Aku butuh modal untuk buka usaha dan untuk pernikahan kita, sayang." Leo membelai pipi Jesica.

"Kita jual saja rumah peninggalan istri mu itu." titah Jesica.

"Lalu anak-anak gimana?" tanya Leo.

"Ikut kita saja." jawab Jesica.

"Lumayan kalo anak-anak itu aku jadikan pembantu di rumah ini." batin Jesica tiba-tiba terkekeh sendiri memebayangkan betapa enaknya memperbudak ke dua anak Leo.

"Sayang, kamu kenapa?" tanya Leo tampak binggung.

"Nggak papa kok." Jesica duduk di sofa, Leo mengikuti Jesica duduk di sofa.

Leo membelai rambut Jesica dan meraih tengkuk lalu mencium bibir Jesica dengan begitu *****.

"Aaaaakkhh." ******* panjang terlontar dari bibir Jesica. Leo mulai meraba area sensitif Jesica dan membuka kemeja yang Jesica kenakan lalu melempar kemejanya. Leo lanjut menelusuri leher jesica menciuminya hingga Jesica tak tahan.

"Sayang, ayo lah. Aku sudah tidak tahan lagi." titah Jesica dengan suara manjanya.

Leo menerima Aba-aba dari Jesica langsung melucuti tubuhnya sendiri. Mereka berdua asik bergulat sampai lupa berapa ronde mereka lakukan.

******

"Va, makan yuk. Kakak udah masak ke sukaan kamu nih." rayu Mentari lalu tersenyum sangat manis di hadapan Revalina.

"Ih biasa aja mukanya." Revalina sambil menutupi muka Mentari menurutnya sangat imut, mereka berdua terkekeh.

Ya, Mentari dan Revalina saling menghibur diri masing-masing setelah ke pergian Sinta. Mencoba tersenyum namun hatinya sangat rapuh, saling menguatkan untuk tetap bertahan. Saat di meja makan mereka saling bertukar pandangan sambil memakan sesuap nasi.

"Sepertinya kakak harus cari kerja dek."

"Tapi kakak tetap sekolah kan? bentar lagi kita ujian loh." jawab Revalina.

"Atau kakak lanjutin usaha ibu aja ya? kakak binggung tau." Mentari sambil memegang kepalanya dan menundukkan kepala. Pandangan Mentari ke arah piring di depannya, makanan yang sudah habis di lahapnya.

"Ide bagus kak. Aku bisa bantu kakak." Revalina mencoba tersenyum.

Habis makan malam Mentari dan Revalina membereskan meja makan dan mencuci piring. Saat mereka akan masuk dalam kamar masing-masing. Mentari menepuk bahu Revalina, ia reflek menoleh ke arah mentari.

"Ada apa kak?" tanya Revalina.

"Kamu nggak penasaran sama surat wasiat ibu? yang tadi polisi kasih ke kakak." ujar Mentari.

"Oia aku lupa." Revalina menepuk jidatnya.

Akhirnya Mentari dan Revalina masuk ke kamar Mentari dan membaca surat terakhir dari Sinta.

Bersambung.....

Happy reading guys,

Jagan lupa memberi like,komentar,vote & hadiah.

Stay tune terus ya guys,jangan lupa tekan tanda favorit agar kalian tidak ketinggalan.

Terimakasih atas dukungan kalian.

1 like pun sangat berarti untuk ku ❤❤❤

Jangan lupa follow ig dewi_masitoh55

#salamhalu

Terpopuler

Comments

Elisabeth Ratna Susanti

Elisabeth Ratna Susanti

hadir 😍

2022-02-04

1

Ulfa

Ulfa

lanjut kak

salam dari gadis penakluk mafia karatan

2021-10-25

0

lina

lina

lnjut

2021-10-24

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!