Unperfect Marriage 5

Esok harinya, tepat di pukul 14.00 Luna mengangkut meja yang telah dipesan oleh orang ke pick up. Sengaja ia menyewa pick up untuk bisa mengantarkan meja itu ke tempat tujuan. Tenaganya tak bisa untuk diragukan, ia sanggup mengangkat papan untuk meja itu seorang diri lalu membawa kaki meja untuk ia rakit nantinya.

Luna tak pernah mengirimkan meja langsung dirakit, itu akan sangat menyusahkan. Olivia ingin membantu, tapi dilarang oleh putrinya. Dia berdiri di halaman rumah memperhatikan dengan pilu, hatinya seolah hancur melihat begitu besar perjuangan putrinya demi mengais rezeki.

Seolah tak berdaya menjadi orang tua, Olivia pun tak bisa untuk memaksa Luna agar mau menerima pemberiannya dan juga mendesak agar usul tentang kehidupan anak-anak ditanggung olehnya beserta suami.

"Luna berangkat dulu ya, Ma. Udah ditungguin gak enak," pamitnya menghampiri sang mama usai memastikan pintu pick up belakang tertutup sempurna.

"Hati-hati, Sayang. Kabari mama kalau udah sampai disana," jawab Olivia, mengulurkan tangan untuk dicium oleh putrinya seraya mengusap ujung kepala.

"Iya, Ma. Nitip anak-anak sebentar, Luna gak lama kok. Palingan satu jam udah balik lagi," kata Luna.

Olivia mengangguk, dia tak bisa berkata-kata lagi. Ingin hati untuk melarang, tapi ia tak bisa melakukan. Luna pergi ke arah pintu kemudi, membuka dan mulai menyalakan mesin. Dia bisa mengemudi sendiri, Bobby pernah mengajarinya dulu. 

Olivia tetap berdiri di halaman menanti kepergian putrinya bersama mobil pick up warna putih, hatinya menangis perih. Orang tua mana yang akan tega melihat anak yang disayangi kini harus berjuang mati-matian seperti itu.

Tangan Luna sudah tak mirip dengan perempuan, tangannya kasar dan memiliki banyak luka. Ketika duduk bersama menikmati acara TV, tak jarang Olivia melihat tangan serta jari-jari dari putrinya. Olivia sering meminta untuk Luna lebih berhati-hati, namun tetap saja putrinya itu tak bisa untuk berhati-hati dalam menyelesaikan pekerjaannya.

Terkadang, Luna harus berlarian dan menginjak beberapa alat pertukangan yang ada, belum lagi kadang ia juga menyenggol cairan kimia yang membakar kulit dan meninggalkan luka yang selalu dibiarkan terbuka. Semua dia lakukan ketika mendengar suara tangis dari salah satu anaknya, Luna tak berpikir lagi untuk melanjutkan dan langsung berlari menghampiri.

Setiap kali dipertanyakan tentang luka itu, Luna hanya cengengesan saja. Senyum yang terukir, berbeda dari binar mata kelelahan serta kantung mata yang lumayan besar setiap harinya. Bukan tak tahu, Olivia dan suaminya tahu jika Luna jarang tidur setiap malam. Demi untuk mengejar bonus, dia rela begadang dan menyelesaikan semua pekerjaan lebih awal.

Itu bukan saat ini saja, bahkan ketika dia mengandung pun sudah melakukan hal sama. Bibir sudah berbusa untuk memarahi juga menasehati, namun putrinya terlalu keras kepala untuk tetap melakukan pekerjaannya. Sebagai ibu, Olivia tentu berharap jika anak-anaknya bisa mendapat kebahagiaan. 

Itu pula yang dia harapkan dari pernikahan Dimas juga Luna waktu itu. Akan tetapi, Tuhan memberikan jalan yang lain untuk kehidupan pernikahan putrinya. Ya, semua harus diterima dengan keikhlasan untuk menjalani setiap liku kehidupan yang telah begitu baik diberikan oleh Tuhan. Entah apa rahasia dibalik semua ini, Olivia yakin jika akan ada kebahagiaan nantinya untuk Luna serta ketiga cucunya.

Mobil pick up putih yang dibawa Luna sudah tak lagi terlihat. Olivia sekarang sudah duduk di teras rumah sembari memikirkan putrinya, bercakap-cakap dengan Tuhan melalui hatinya. Hati seorang ibu yang penuh dengan ketulusan, mengucap doa pada Sang Penguasa untuk kehidupan lebih baik dari putrinya. Air mata pun mengiringi setiap doa yang dipanjatkan oleh Olivia pada Tuhan, air mata itu tak dapat untuk ia hentikan dalam hati yang coba dikuatkan.

"Mama kenapa?" terdengar teguran dari arah dalam rumah, itu adalah Aldo yang baru selesai mandi usai dirinya kembali dari kampus.

"Enggak ada, Nak. Mama baik-baik aja," senyum paksa Olivia, menyeka air matanya segera.

Aldo menekuk lutut dihadapan Olivia, memegang kedua tangan dari wanita yang telah menganggapnya putra kandung sendiri. Ia menatap kedalam mata wanita yang masih berkaca-kaca, Aldo menggenggam tangan Olivia lebih erat. "Luna kan? mama sedih ngelihat dia terus kerja tiap hari," tebak Aldo tanpa basa-basi.

Olivia tersenyum tipis, mengangkat tangan kanannya dan meletakkan di ujung kepala lelaki berkaos biru tua dihadapannya. "Kapan mama bisa bohong sama kamu?" senyum Olivia, selalu saja Aldo bisa tahu siapa yang dipikirkan dan tentang apa.

"Bukan cuma mama, tapi papa, Bobby, Aulia, aku, kita semua juga sedih lihat Luna kayak gini. Kita semua mau untuk Luna bahagia," ucap Aldo. Olivia menitikkan air mata dalam bibir terukir senyuman, Aldo menyekanya dengan sangat lembut. "Jangan nangis, bukan ini yang Luna mau. Bukan ini juga yang harus kita kasih ke Luna, Ma. Dia butuh kita buat dukung," ucap Aldo lagi.

Olivia menarik napas dalam-dalam, membuangnya panjang dan perlahan. Seakan dadanya begitu sesak, dia melakukannya hingga dua kali. "Kalau aja mama bisa buat nentuin jodoh sendiri, mama mau kamu sama Luna.

Mama mau kalian bisa buat menikah, dan bangun rumah tangga. Enggak tau kenapa, Mama yakin kalau kamu bisa buat Luna bahagia." Olivia memegang sisi wajah Aldo, nada bicara sangat tulus dan penuh akan harapan.

"Aldo gak mau maksa Luna untuk itu, meskipun Aldo sendiri juga mau. Tapi kadang Aldo takut kalau harus jalani hubungan lain sama Luna, karena Aldo takut buat pisah dan gak bisa lagi jaga dia sama anak-anak." Aldo menjawab seperti apa kata hatinya.

"Ma, Aldo pernah ketemu sama Dimas. Dia kangen sama Luna, pengen ketemu sama anak-anak. Tapi dia takut, dia takut kalau Luna nolak ketemu sama dia. Aldo juga udah ngomong ke Dimas, kalau Aldo ada perasaan lain ke Luna. Tapi dia bilang, mau untuk perjuangin Luna sekali lagi. Kenapa mama gak kasih kesempatan aja?" tambah Aldo.

Olivia menggelengkan kepala, dia mungkin telah memaafkan semua yang terjadi, tapi untuk memberikan restu kembali terlalu sulit. Bukan hanya dirinya, bahkan juga Bobby dan Dony yang sudah ikut terluka dalam masalah yang ada antara Luna, Dimas juga Rena. "Mama gak mau maksa Luna, mama juga gak ngomong apa-apa soal itu. Mama gak tau gimana hati Luna sekarang," kata Olivia.

Ya, Aldo sendiri tak memberi jawaban ketika ia mendengar ucapan dari Dimas waktu itu. Sama seperti sekarang, dia diam tak membalas sepatah katapun. Aldo juga tak mengerti bagaimana isi hati Luna, akankah ia mau untuk menerima kembali Dimas dan mengubur dalam semua yang pernah terjadi. 

Terpopuler

Comments

Yayuk Handayani

Yayuk Handayani

Author, jujur saja, aku ingin bertemu langsung dengan om Dimas, tante Rena, dan juga tante Luna, kisah mereka begitu sangat berkesan. Semoga mereka serta keluarganya selalu sehat dan dalam lindungan - Nya. 🙏🙏

2022-02-21

0

Nun Umshar

Nun Umshar

dari awal sampe episode ini air mata keluar dengan sendirinya tanpa mau dihentikan 🥺😭😭😭😭 luna sabr banagt si, baik bangt si kamu punya hati lun

2021-12-25

0

Teh yan"

Teh yan"

jempol yg banyak buat mbk rena
tetaplah jadi perempuan yg bijak 😘😘
cantik solehah.. akang dimas mana mau berpisah dari bidadari yg slalu Ada di samping nya

2021-10-02

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!