Unperfect Marriage 2

Luna masih duduk di ruang makan, memainkan botol-botol vitamin di atas meja. Tatapannya luru ke depan, lalu menarik dalam-dalam napasnya. Seakan dengan cara itulah, ia berusaha menyemangati dirinya. Luna berdiri membawa piring serta gelas kosong ke dapur untuk ia cuci. Walaupun ada pembantu, dia telah terbiasa untuk mencuci sendiri peralatan makan yang ia gunakan.

Dia harus menjadi lebih kuat dari hari ini, berkata untuk dirinya sendiri, bahwa ia sanggup menjalani. Ya, tak dipungkiri jika ia juga seorang perempuan biasa yang terkadang merindukan kasih sayang juga bersikap manja pada suaminya.

 Apalagi, ketika kondisinya hamil dulu. Masa dimana harusnya ia bisa bermanja-manja kepada suami tercinta, tak bisa untuk dilakukan. Luna memang pergi dari rumah, dalam keadaan hamil. Namun sayangnya, Dimas tak mengetahui hal itu. Dia baru tahu ketika semua telah terjadi, melalui sebuah foto hasil pemeriksaan yang dikirimkan oleh Luna agar tak terjadi kesalahpahaman.

Hatinya rapuh, air mata kerap menetes di kala malam ia sendiri menatap layar laptop. Bayang-bayang kebersamaan dengan suaminya, kerap hadir menghantui bersama suara-suara yang terngiang begitu jelasnya di telinga.

 Panggilan sayang, kata manja bersama tingkah yang kerap menggoda, kepala yang selalu bersandar di pangkuan, hadir begitu nyata menambah kerinduan terhadap kekasih hati yang tak pernah lagi diketahui bagaimana kabarnya.

Apakah dia bahagia disana, apakah dia juga merindukannya, apakah dia juga memikirkan tentangnya, seperti Luna yang masih sering memikirkan tentangnya. Tentang Dimas yang makan tepat waktu atau tidak, tentang Dimas yang masih sering merenung di ruang kerja ketika ada masaah atau tidak, Luna ingin mengetahui semua itu.

Namun, ia tak mungkin untuk mengaktifkan ponsel dan menghubungi Dimas lagi. Kata-kata dari istri suaminya, mencegah Luna lebih cepat bersama rasa ingin tahunya. Ya, istri dari suaminya pernah mendatangi dirinya, meminta untuk merelakan Dimas karena hubungan rumah tangga pun dianggapnya tak lagi harmonis.

Kala itu, perempuan akrab disapa Rena itu mengetuk pintu kamar dimana Luna sedang menyendiri dalam pemikiran. Rena meminta untuk Luna pergi, untuk Luna membiarkan Dimas berbahagia bersama Brian-anak Rena dari suaminya terdahulu.

Kata-kata lembut terdengar seperti permohonan dari perempuan yang tak berdaya dan ingin melihat putranya bahagia, terus menghiasi telinga Luna setiap harinya. Sampai ia mencari tahu sendiri dan melihat bagaimana cara suaminya tertawa dan bermain dengan Brian.

Mungkin itulah cara Tuhan untuk memberikan kebahagiaan pada Dimas juga Brian. Lelaki yang telah kehilangan kedua calon anaknya dulu, dan mengharapkan kembali untuk hadirnya buah hati, sampai Brian datang dalam hidupnya.

Seorang bocah yang merindukan kasih sayang seorang ayah dalam tumbuh kembangnya. Memikirkan tentang Brian serta kebahagiaannya, juga kebahagiaan suami tercinta. Luna rela pergi dan merelakan keluarga kecil itu bahagia. Toh, Dimas juga telah membebaskan dirinya dari ikatan pernikahan.

Luna sejenak pergi ke kamar untuk melihat kedua anaknya sebelum ke depan dan melanjutkan pekerjaan. Dia masuk dan duduk di tepi ranjang, mengarahkan rambut kedua anaknya ke atas sembari tersenyum. Merekalah sumber kekuatan dari Luna, senyum mereka serta panggilan mami yang menyejukkan hati, tanpa melupakan sosok Aulia yang juga terus berusaha menguatkan dengan caranya.

Gadis remaja yang pasti juga merindukan papinya, walau Dimas hanyalah ayah angkat utnuknya. Luna tak pernah melarang untuk putrinya itu menghubungi papinya, tapi Aulia tak pernah lagi menghubungi. DIa memang masih remaja, tapi ucapannya terkadang membuat Luna malu untuk sekedar mengeluh.

Gadis cantik yang juga sering menangis diam-diam karena tak tega harus melihat maminya terus bekerja, gadis yang juga memiliki watak hampir sama dengan Luna, kerap menyembunyikan kesedihan dalam tawa canda.

"Kenapa?" tegur seorang wanita yang tidur menemani kedua cucunya.

"Hehehe, cuma mau lihat mereka bangun apa enggak kok, Ma. Mama kaget ya? maaf," jawab Luna lirih.

"Udah sini tidur sama mama," kata Olivia, menggeser tubuhnya sedikit ke tengah.

"Gak biasa tidur siang, Ma. Lagian barang-barang di depan masih berantakan, nanti kena anak-anak kalau mereka bangun. Luna lanjutin lagi ya?" jawab Luna.

"Bandel banget!" gerutu Olivia, hanya diberi tawa kecil oleh putri keduanya.

Membiarkan Luna untuk keluar kamar dan melanjutkan pekerjaan, Olivia masih menemani kedua cucunya agar tak terjatuh. Maklum saja, si kembar selalu tidur menyerupai jam dinding. Mereka berputar sesuka hati dan tak cukup hanya diberi batas bantal atau guling saja. Membuka pintu perlahan dan menutupnya kembali, Luna mengikat rambut pendeknya di tengkuk lalu keluar mengerjakan kembali pekerjaannya. Karena ketika si kembar bangun, semua tak mungkin untuk dikerjakan dan membahayakan kedua anaknya sendiri.

Di tempat lain, ada Aldo yang berdiri di balkon mengintip ke bawah. Melihat Luna yang kembali menyalakan alat poles untuk memoles meja yang ia buat, Aldo menggelengkan kepala dan berucap sama layaknya Olivia tadi. Bandel, keras kepala, itu sering diucapkan oleh keluarganya terhadap Luna ketika tak ingin berhenti untuk bekerja. Sebenarnya bukan tak ingin, hanya saja tak menyukai jika pekerjaan tak dituntaskan sekaligus.

"Ih, apaan sih? kenapa di siram?" protes Luna melihat ke arah atas, terlihat seorang laki-laki tengah memegang notol minuman.

"Hujan buatan, biar kamu gak panas. Kan lumayan," santai Aldo tanpa dosa, masih memercikkan air ke kepala Luna.

"Nanti kena ini jadinya rusak," ucap Luna menunjuk ke meja yang ia buat.

Aldo menaikkan kedua pundak, menurunkan kedua bibirnya dan beralih menatap ke arah taman di depan rumah. Luna mengomel sendirian, kejahilan Aldo tak ada aturan sama sekali bersama sikap tenang. Apalagi jika sudah digabungkan dengan Bobby, keduanya lebih mirip saudara kembar beda rahim. 

Ya, Aldo memang bukan anak kandung dari kedua orang tua Luna. Dia adalah guru Luna dalam bidang menulis, tapi karena kedekatan dan juga kebaikan serta perhatiannya, Aldo menjadi bagian dari keluarga Luna dengan menjadi seorang anak. Tak berbeda dengan Luna yang juga dianggap anak oleh kedua orang tua Aldo yang berada jauh.

Pernah mengutarakan perasaan terhadap Luna di depan keluarga, namun ia juga mengatakan jika tak akan menikah atau memaksakan perasaan untuk sama. Aldo pula yang selalu ada di masa kehamilan Luna, memberikan perhatian pada perempuan yang lebih nyaman untuk makan disuapi selama kehamilan.

Bawaan orang hamil. Luna akan mual saat makan sendiri dan lebih banyak makan saat disuapi. Kelauarga bergantian untuk menyuapinya, memastikan untuk makanan habis tanpa sisa. Aldo pula yang membantu untuk merawat si kembar, menepati janji pernah dibuatnya dulu, jika anak-anak Luna tak akan pernah kehilangan kasih sayang seorang ayah.

Terpopuler

Comments

Supartini

Supartini

masih bingung ni luna suami nya siapa dan knp kok bisa cerai padahal anak dah 3

2022-05-28

0

Nastiti Nurhayati

Nastiti Nurhayati

master itu galak dan jahil banget sama Luna, tapi perhatian dan sayangnya ke Luna sama dengan Dimas, lope lope buat ber2

2021-11-03

2

Alif Septino

Alif Septino

semangat thor 🥰

2021-10-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!