Beberapa waktu berlalu, semua sudah tampak segar dan Aulia pun sudah menikmati makan. Duduk bersantai di teras rumah sembari menikmati pemandangan sore hari, sembari menantikan kepulangan Dony juga Bobby dari kantor.
Kedua bocah yang tak pernah bisa diam itu, terus saja berjalan-jalan sembari mengunyah. Tak bisa dihentikan untuk duduk dan menghabiskan biskuit mereka, seolah Luna sudah kelelahan untuk memanggil keduanya dan menempatkan pada pangkuan. Tetap saja berusaha turun sampai tubuhnya tertarik dan pakaian naik ke atas.
Aulia yang selalu menjadi korban dari kedua adiknya, merelakan perut lebih kenyang dari sebelumnya. Biskuit hanya tinggal satu suap, mereka masukkan pada mulut sang kakak dan terkadang lelaki yang akrab dipanggil Daddy. Mungkin kebiasaan dari Dimas yang menurun lekat pada keduanya, selalu menyisakan sedikit makanan dan terkadang dihabiskan oleh Luna ketika masih tinggal satu rumah.
Ya, sepertinya hal itu disadari dengan sangat baik oleh Luna. Perempuan yang dulu tak absen menunggu suaminya untuk makan, dan siap cerewet saat ada sisa. Tapi bukan Dimas namanya jika tak menjawab setiap kecerewetan sang istri dengan candaan juga tangan yang menangkup bibir, itu merupakan kebiasaan dari lelaki yang juga gemar menarik hidungnya. Ah, entah sudah berapa lama hal itu berlalu.
"Eh itu kakek pulang," kata Olivia begitu melihat mobil hitam memasuki halaman rumah, ia berdiri dan menanti.
Semua melihat ke arah mobil yang perlahan berhenti, lalu turun seorang pria berbalut jas hitam tersenyum merentangkan tangan pada dua bocah yang berlari kearahnya. Rasa lelah usai bekerja seharian, rasanya hilang begitu melihat senyum mereka. Dony langsung mengangkat tubuh kedua cucunya.
"Harusnya biarin aku cium tangan dulu," cemberut Olivia.
"Nenek cemburu," goda Dony.
"Aku aja yang cium tangan," celetuk Bobby, langsung membungkuk dan mencium tangan mamanya.
Lelaki yang turun setelah mematikan mesin itu, memeluk mamanya. Sedangkan Dony, hanya mengecup sisi wajah sang istri lalu membawa kedua cucunya ke teras rumah. "Tumben gak kerja?" tanya Dony pada putrinya.
"Hehehe, masa iya kerja terus? sekaki-kali istirahat dong, Pa. Aku kan anak baik," jawab Luna.
"Saking baiknya, sampai tadi dimarahin Aldo siang-siang. Mama denger dari kamar, udah pengen marahin juga itu. Anak baik apaan?!" sahut Olivia cepat.
"Kenapa cuma dimarahin? bawa ke balkon, terus lempar sana. Kan kalau udah sakit bakalan berhenti tuh," kata Bobby menatap Aldo.
"Ih, om jahat banget!" tak terima Aulia.
"Halah, belain aja. Kamu juga sering ngeluh kalau emak kamu kerja," jawab Bobby, cengengesan Aulia sembari menggaruk tengkuk.
"Emang iya?" tanya Luna.
"Hehehe, iya." Aulia semakin cengengesan, diusap ujung kepalanya oleh Luna.
Gadis berambut panjang yang sangat ingin meringankan beban maminya itu, memang terkadang mengeluh tentang kesibukan dari perempuan yang semakin terlihat kurus. Bukan mengeluh untuk maksud tertentu, Aulia hanya tak tega dan ingin untuk maminya berhenti bekerja.
Ada keinginan besar dalam hati Aulia, membahagiakan Luna juga kedua adiknya. Ingin menjadi seorang anak yang pintar, agar dapat memiliki pekerjaan mapan dan membiarkan sang mami beristirahat. Impian yang tak jarang membuat Luna menitikkan air mata karena ketulusannya, begitu besar cinta Aulia padanya juga kedua adiknya. Luna beruntung memiliki Aulia dalam hidupnya, gadis yang sangat pengertian tanpa pernah ingin menuntut banyak hal.
Mungkin ia juga terkadang berharap untuk bisa dibelikan ini dan itu, tapi Aulia menekannya lebih kuat karena tahu seperti apa perekonomian dari maminya sendiri. Aulia tahu dengan sangat jelas, kalau maminya tidak menerima bantuan apa pun berupa materi dari keluarganya, walau keluarga itu tergolong mampu. Biaya sekolah dan kebutuhan lain, semua ditanggung sendiri oleh Luna untuk ketiga anaknya, dan Aulia memahami hal itu.
Tidak, Aulia tidak mengharapkan kemewahan atau kekayaan serta banyak hal lain di dunia ini. Jika boleh jujur, dia hanya ingin memiliki keluarga kecil yang bahagia. Ada mami dan papinya, bersama kedua adik yang akan terus menjadi anak manja dan suka mengerjainya. Aulia terkadang iri melihat kebersamaan keluarga lain, tapi ia menasehati dirinya sendiri agar tak memiliki rasa iri yang semakin besar.
Berkata pada dirinya, jika semua memang telah dipilihkan oleh Tuhan dari segala yang baik. Pasti ada kebaikan dibalik semua ini, sama seperti apa pernah dikatakan oleh Luna padanya. Mempercayai dengan sangat tentang jalan yang dipilihkan oleh Tuhan, entah itu berkelok ataupun terjal. Semua yang terjadi, pasti menyimpan pelajaran yang berharga dan bukan untuk menjadikan seorang hamba berkeluh kesah atau bahkan putus asa.
Jalani saja kehidupan ini, yakinlah jika Tuhan sudah mempersiapkan segala yang lebih indah dari apa yang pernah diharapkan atau diimpikan. Tuhan Maha Mengetahui segalanya, tak perlu kita dokter harus apa dan seperti apa. Harus begini ataupun begitu.
Apa yang terkadang baik menurut kita, belum tentu baik untuk Tuhan. Tak perlu berprasangka atau membandingkan hidup dengan hidup orang lain, karena semua telah ditentukan dengan sangat pas tanpa kurang atau berlebihan.
Jika harus membandingkan hidup sendiri dengan hidup orang lain, maka tak akan pernah ada rasa bersyukur yang dimiliki. Semua tetap akan kurang, karena dasar perbandingan yang tak henti dilakukan.
Padahal, semua telah diatur dengan sangat baik oleh Tuhan Maha Mengetahui. Ya, Tuhan tahu seperti apa yang terjadi nanti, tapi manusia tidak tahu. Haruskah kita seorang manusia biasa yang tak tahu apa-apa, justru berprasangka? tidak.
Sama seperti Luna, yang hingga saat ini masih tetap menggunakan setiap kejadian sebagai pelajaran yang sangat berharga. Tentang perpisahan, tentang perjuangan dalam mengandung juga melahirkan, tentang usaha seorang ibu untuk anak-anaknya, tentang arti sebuah keluarga yang tak akan pernah tergantikan oleh harta dunia sebanyak apa pun.
Luna merasa beruntung telah dilahirkan diantara keluarga yang memiliki pemikiran begitu terbuka, menempatkan diri pada diri orang lain agar tak menjadi pembenci.
Walau itu juga harus dilakukan terhadap Dimas dan Rena, tanpa ingin mereka menyalahkan atau membiarkan dendam ada menyelimuti hati. Jika dipertanyakan tentang kekecewaan, jawabannya iya. Tapi untuk dendam dan membalasnya, itu tidak ada dan tak pernah boleh ada.
Kecewa, bukan marah. Jika itu marah, semua bisa diluapkan hingga hati merasa lega saat itu juga. Tapi kecewa, butuh waktu untuk bisa pulih seperti sedia kala. Bukan tentang Dimas yang telah tidur bersama perempuan lain, tapi tentang Dimas yang justru membiarkan Luna pergi dengan kata-kata pembebasan serta surat cerai diberikan. Itulah yang membuat Dony dan keluarganya sangat kecewa.
Terlebih, jika diingat masa dimana Tyo menikah. Itu sangatlah disayangkan untuk terjadi, belum lagi kesempatan yang pernah diminta dan diberikan. Semua terlalu mengecewakan untuk terus diingat dan dibiarkan bersarang dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
Alif Septino
tetap semangat kak🥰🥰
2021-10-21
0
Wati_esha
Bingung nih mau komentarnya.
2021-10-05
1
Teh yan"
masih tanda tanya.. kenapa dimas tdk mau menceraikan Luna
sementara Luna minta di ceraikan.. dr pada tersiksa batin mending biarkan Luna hidup bersama pilihannya
atw krna Luna mencintau dimas tapi takut menyakiti rena
2021-10-02
3