Bang Damar, begitu biasanya Cita memanggil dulu saat Bi Imah masih bekerja di rumahnya dan Damar sering ikut Bi Imah saat libur sekolah.
Usia Damar dan Cita terpaut lima tahun, terakhir Bi Imah bekerja, Cita masih duduk di kelas lima SD dan Damar sudan seusia Cita sekarang.
Ia sering membelikan Cita es krim, kadang juga keripik kentang saat mengantar jemput Bi Imah.
Buat Cita, Bang Damar sudah seperti kakak laki-lakinya.
Yah, sekian tahun berlalu, dan kini akhirnya mereka bertemu lagi.
Damar tampak menatap Cita antar terkejut sekaligus senang.
"Cita sudah gede sekarang."
Seloroh Damar membuat Cita yang begitu sadar itu Damar langsung berdiri dan tertawa renyah.
"Apa kabar Ta?"
Tanya Damar mengulurkan tangannya.
Jika dulu Damar suka menggendong Cita seperti pada adiknya sendiri, maka saat ini jelas saja dia sudah tidak bisa lagi. Cita sudah tumbuh jadi seorang gadis.
Cita menerima uluran tangan Bang Damar, namun masih seperti dulu Cita menyalami dan mencium punggung tangannya.
Suara teko air yang mendidih tiba-tiba terdengar dari arah dapur. Bi Imah bergegas memasuki ruang dalam dan menuju dapur rumahnya.
Tak selang berapa lama, ia muncul lagi dan menyuruh Cita agar mandi lebih dulu agar tidak sampai masuk angin.
Bi Imah mengantar Cita ke kamar mandi sambil membawakan teko berisi air panas untuk dicampurkan air biasa di dalam ember untuk Cita mandi.
Setelah memastikan air di dalam ember suhunya pas untuk mandi, Bi Imah pun meninggalkan Cita.
"Nanti Bi Imah ambilkan baju Ulfa untuk salin."
Kata Bi Imah.
Cita mengangguk saja lalu menutup pintu kamar mandi.
Bi Imah dari ruang dalam tampak berjalan menuju kamar kakak Damar yang setahun lalu telah menikah dan sekarang sudah ikut suaminya.
"Ibu ketemu Cita di mana?"
Tanya Damar begitu Bi Imah akhirnya keluar dari kamar Ulfa, kakak Damar.
"Di depan, itu tokonya Koh Acoy."
Kata Bi Imah.
"Lagi berteduh, pas Neng Cita mau beli pisang goreng kok Ibu kayak ngerasa itu Neng Cita, eh ternyata bener."
Lanjut Bi Imah.
"Cita sendirian?"
Tanya Damar lagi yang tampak mengalungkan handuk di lehernya.
"Iya Neng Cita sendirian."
Kata Bi Imah.
Hujan di luar kembali turun dengan deras, Bi Imah menutup tirai kaca jendela.
"Kalau hujan ngga reda suruh nginap saja Bu, besok pagi subuh Damar antar pulang, sekalian Damar berangkat kerja."
Kata Damar.
"Iyaya, kamu bener."
Kata Bi Imah.
"Tidur saja di kamar Mpok Ulfa kan bisa."
Bi Imah mengangguk.
"Ya sudah, Ibu siapkan kamar dulu, habis itu Ibu akan buatkan makan malam."
"Biar aku saja Bu yang masak nasi goreng."
Kata Damar.
"Ah iya, tadi sepertinya masih ada sisa satu ayam goreng, campurkan saja."
Kata Bi Imah.
Damar mengangguk.
Bi Imah kembali ke kamar Ulfa dan mengganti seprei tempat tidur di kamar itu. Sementara Damar sibuk di dapur untuk memasak nasi goreng.
Damar dulu saat masih sekolah, kadang suka bantu-bantu penjual nasi goreng yang mangkal dekat toko Koh Acoy saat malam hari.
Damar biasanya dari membantu di warung nasi goreng itu akan dapat uang lelah dua ratus lima puluh ribu seminggu sekali.
Tentu sepertinya bukan jumlah yang banyak, tapi buat Damar yang saat itu masih sekolah, uang hasil kerja keras sendiri itu jelas sangat bermanfaat.
Ia bisa beli buku tanpa harus minta pada Ibunya yang hanya seorang janda dan berdagang keliling memakai modal pas-pasan, ia juga tak perlu semakin membebani kakaknya yang sudah membiayai sekolahnya dari hasil kerjanya yang sebatas pelayan toko roti.
"Wih, Bang Damar pinter masak?"
Tiba-tiba Cita muncul di belakang Damar.
Posisi kamar mandi di mana Cita baru saja mandi memang tepat bersebelahan dengan dapur.
"Udah mandinya?"
Tanya Damar menoleh sekilas pada Cita.
Cita mengangguk lalu berdiri di dekat Damar untuk melihat Damar yang sudah mulai memanaskan minyak sambil mengocok telur dalam mangkuk kecil.
"Belajar di mana Bang Damar?"
Damar tersenyum.
"Pas sekolah dulu, bantuin tukang nasi goreng buat nambah-nambah uang jajan dan beli buku."
Kata Damar.
Cita tersenyum.
"Gimana sekolahnya?"
Tanya Bang Damar sambil mulai memasukkan telur ke penggorengan dan mengorak ariknya.
"Biasa aja."
Sahut Cita malas.
"Hmm... Kelas dua SMA harusnya lagi seneng-senengnya."
Kata Damar yang berusaha menjangkau bumbu halus. Cita mengambilkan dan memberikannya pada Damar.
"Ibu sama Ayah sehat?"
Tanya Damar.
Cita tertunduk.
"Ibu sudah meninggal Bang."
Lirih Cita.
Damar terlihat menatap Cita dengan pandangan terkejut.
"Udah lama."
Kata Cita lagi.
Damar sejenak membisu, ia mencampurkan nasi di atas bumbu yang sudah harum.
"Sori Ta, Bang Damar bener-bener ngga tahu."
Ujar Damar menyesal.
Cita memaksakan satu senyuman.
"Ngga apa, kan memang udah lama Bi Imah ngga ke rumah sejak enggak kerja."
Kata Cita.
Damar mengangguk.
Damar akhirnya menyelesaikan masakannya. Hujan tak juga kunjung reda.
"Makan Ta, malam ini bubu sini saja, besok pagi pulang bareng Abang berangkat kerja."
Kata Damar.
"Bang Damar kerja di mana?"
Tanya Cita.
"Kerja sih di Srengseng, cuma supir Ta, maklum ngga bisa nerusin kuliah."
Senyum Damar.
Cita tersenyum miris.
Padahal Bang Damar dulu sekolahnya lumayan pinter, sayang sekali karena terbentur biaya tidak bisa melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Batin Cita.
"Makanya kamu yang ada biaya, sekolah yang semangat Ta."
Bang Damar mengacak rambut Cita yang masih sedikit basah sisa habis mandi tadi.
Cita hanya tersenyum saja.
Sekolah, Cita belakangan sudah kehilangan semangat berangkat ke sekolah, ia tidak bisa lagi menikmati suasana di sekolah.
Damar mematikan kompornya, bersamaan dengan munculnya Bi Imah ke dapur.
"Bu, ini Cita biar makan dulu sama Ibu, soalnya Damar mau mandi."
Kata Damar pada Ibunya.
"Ya sudah sana mandi."
Ujar Bi Imah.
Bi Imah kemudian mengambilkan piring untuk Cita agar bisa mengambil nasi goreng sendiri.
"Anggap saja rumah Neng Cita sendiri, jangan sungkan Neng."
Kata Bi Imah.
Cita mengangguk kecil.
Tampak Cita sibuk mengambil nasi goreng dari penggorengan.
Malam ini akhirnya ia terjebak di sini, di rumah Bi Imah yang kecil, sederhana namun hangat dan nyaman.
Tak seperti rumahnya yang besar namun tak lagi nyaman ditinggali.
"Nanti jangan lupa kasih kabar Ayah di rumah supaya tidak khawatir."
Kata Bi Imah saat Cita akhirnya pergi keluar dapur dan menuju ruang tamu yang juga sekaligus untuk makan dan nonton TV.
Bi Imah mengambilkan satu bungkus kerupuk dan juga mengambilkan segelas air minum untuk Cita.
Cita menghela nafas melihat Bi Imah yang masih seperhatian dulu, padahal Cita masih ingat kenapa akhirnya Bi Imah memutuskan bekerja.
Ah tampaknya Bi Imah memang sungguh-sungguh orang baik.
Ia bahkan seperti telah melupakan masa lalu dan tetap sebaik dulu pada Cita.
**--------**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
ARSY ALFAZZA
terlove 😘
2021-12-24
1
Felisitaz😇
disini aku beljr.home broken iru ng melulu krn kedua ortu cerai.
2021-10-18
1
Lisa Aulia
nggak banyak koment...lanjut aja....
2021-10-13
1