Broken Home
Brak!!
Cita membanting pintu kamar, mood nya kini benar-benar jelek, mendengarkan Bibinya terus membandingkan dirinya dengan saudara sepupunya membuatnya muak.
Sejak Ibu Cita meninggal, adik Ayah lah yang tinggal bersama mereka untuk menemani Cita dan adiknya di rumah.
Meskipun ada Mbok Lastri, tapi Mbok Lastri hanya mengurus rumah saja lalu sore hari akan pulang.
Kesibukan Ayah di kantor yang kerap kali tak bisa pulang cepat dan sering pulang larut malam, tentu saja membuat Cita dan Manda tidak aman jika ditinggal sendirian, maka jadilah adik Ayah diminta untuk tinggal bersama mereka menemani Cita dan Manda.
Ibu Cita meninggal saat Cita kelas tiga SMP, itu berarti dua tahun lalu, karena saat ini Cita kelas dua SMA.
Sementara adik Cita, si Manda masih kelas empat SD, yang sekarang duduk di kelas enam SD dan akan segera masuk SMP.
"Kebiasaan kan selalu begitu, berani sama Bibi, mana pernah Dea begitu, Dea itu selalu nurut kalau dibilangin, sudah cantik nurut pula."
Masih terdengar suara Bibi di luar kamar memuji-muji Dea.
Dea anak Bibinya yang lain, yang tinggal serumah dengan Bibi Irma di rumah Kakek sebelum akhirnya Bibi Irma diminta Ayah untuk tinggal bersama Cita.
Cita kini berbaring di atas tempat tidur, terlentang menatap langit-langit.
Rasa kesal memenuhi rongga dadanya. Kesal kenapa harus Ibunya meninggal secepat itu hingga sekarang hidupnya seperti kehilangan pegangan.
Cita sebetulnya juga tak begitu akur dengan Ibu saat Ibu masih hidup, tapi paling tidak, Ibu tak pernah membuat Cita merasa tak nyaman hidup di rumah sendiri.
Setiap hari apapun yang Cita lakukan seolah tak ada yang benar, semua salah dan ujungnya dibanding-bandingkan dengan Dea.
Usia Cita yang seumur dengan Dea memang kerap kali menjadi perbandingan dalam keluarga besar.
Cita yang bandel, Cita yang rewel, Cita yang ngeyelan, Cita yang tidak bisa jadi anak manis, Cita yang tomboi dan temannya cowok semua hingga membuat keluarga besarnya risih.
Cita menarik bantal di belakangnya, lalu menutupi wajahnya dengan bantal.
Apa aku harus membekap diri sendiri saja supaya tak bisa bernafas lalu mati? Mungkin dengan begitu semua orang bisa bersorak dengan bahagia. Batin Cita.
Cita kemudian melihat jam dinding kamar berlogo Real Madrid, salah satu club bola favoritnya.
Baru pukul empat sore.
Cita bangun dari posisinya, duduk sejenak, lalu mengirim pesan pada Adi.
[Kau di mana?]
Cita menatap layar.
[Di rumah, kenapa Ta?]
Tanya Adi.
[Aku ke rumahmu lah, sumpek di rumah.]
[Ya udah, main aja, kemarin juga Ibu nanyain kamu.]
Balas Adi.
Cita turun dari tempat tidur, lalu menyambar jaket nya.
Keluar dari kamar dan mendapati Manda sedang membaca buku di ruang tengah depan kamar Cita.
"Mau ke mana Kak? Nanti di omeli Bibi lagi."
Kata Manda.
"Halah biarin, males."
Sahut Cita.
Ia kemudian menyambar kunci motor di dekat pintu ruang tengah, lalu keluar rumah tanpa ijin pada Bibinya.
Paling nanti juga ngomong macam-macam ke Ayah, masa bodoh lah. Batin Cita.
Cita menuju motornya, tampak Mbok Lastri sedang menyirami tanaman di halaman depan. Ritual rutin setelah pagi disiram, maka menjelang pulang Mbok Lastri akan menyiraminya lagi.
Memang selama kemarau, tanaman musti rutin disiram dua kali dalam satu hari agar mereka tetap bisa segar dan tak jadi kering lalu mati.
"Mau ke mana Non?"
Tanya Mbok Lastri.
Cita memakai helm nya lalu naik ke motor.
"Main Mbok, sumpek."
Kata Cita.
Ia kemudian melajukan motornya keluar dari pelataran rumah tanpa menoleh lagi.
Tujuannya adalah rumah Adi, sahabatnya sejak masih SD dulu.
Anak bungsu tentara itu sudah seperti saudara untuk Cita, bahkan keluarganya juga sudah dikenal baik dan sangat dekat dengan Cita.
Saat Cita suntuk pasti Cita akan lari ke rumah Adi, meskipun Cita kemudian tak cerita apapun tentang masalahnya karena tentu saja Cita terlalu malas untuk curhat tentang apa yang ia rasakan dan tengah ia hadapi.
Rumah Adi sendiri hanya berjarak sekitar dua puluh menit jika Cita naik motor, tapi letaknya sangat dekat dengan SMA mereka bersekolah.
Cita memarkirkan motornya, Adi sedang main gitar di depan rumah.
"Muka apa dompet akhir bulan, ditekuk-tekuk begitu?"
Tanya Adi menyambut Cita dengan senyuman merekah.
Cita mendengus lalu duduk di atas lantai dekat kursi Adi duduk memangku gitar.
"Jangan bikin aku pengin makan orang deh."
Kata Cita membuat Adi tertawa.
"Kau ini, gimana mau ada cowok naksir coba, dikit-dikit muka ditekuk."
Jreng... Jreng...
Adi memetik gitarnya di sebelah telinga Cita.
Cita jadi menabok paha Adi dengan keras.
"Diam lah, Ibu mana?"
Tanya Cita.
"Di dalam lagi bikin kue pesanan."
Cita menghela nafas.
"Entar aja ah, kalo ngga bantuin ngga enak, bantuin lagi ngga mood."
"Hmm... Udah biasa kamu mah nggak mood juga."
Adi kembali terbahak.
"Desi ngga ke sini?"
Tanya Cita pada Adi, sudah hampir satu tahun ini Adi pacaran dengan Desi, tapi belakangan mereka seperti mulai renggang.
"Tau ah, malas bahas dia."
"Jangan gitulah, kamu tuh kalau mau putus ya putuslah, jangan ngegantung."
"Ngga usah kasihan sama dia."
Kata Adi.
"Aku bukan kasihan sama dia, aku kasihan sama diriku sendiri, tiap kalian ribut pasti Desi gangguin aku."
Kesal Cita.
"Ya ngga usah diladenin ntar juga bosen."
Kata Adi lagi sekenanya.
"Haish gundul mu."
Cita jadi kesal.
"Udah ah, aku mau ke belakang aja, aku belum makan dari pagi, malas kalo libur gini malah, jadi ngga makan."
Cita berdiri dari duduknya.
"Di rumah ngga ada makanan?"
Tanya Adi yang jadi ikut berdiri.
"Ada. Banyak malah. Selera yang enggak ada."
Adi menggelengkan kepalanya lalu merangkul bahu Cita sambil berjalan masuk ke dalam rumah.
"Ya udah makan di sini saja, aku juga belum makan siang."
Ujar Adi.
Ah aneh yah memang, kadang orang lain malah bisa seperti keluarga. Mereka seperti jauh lebih mengerti soal kita, lebih bisa menerima kita apa adanya.
Mereka tidak menuntut kita harus sempurna, mereka tidak peduli kekurangan kita sebagai manusia, mereka juga tidak mencela saat kita ada kesalahan.
Mungkin, tidak semua teman bisa begitu, tapi selalu akan ada yang bisa seperti itu, dan Adi contohnya.
Dekat dan bersahabat sejak kecil, sering dikira pacaran oleh banyak orang, nyatanya hubungan Cita dan Adi hingga hari ini tak pernah aneh-aneh.
Mereka murni sahabat dan sekaligus seperti saudara. Dan bagi Cita yang merasakan hidupnya di rumah serta dalam keluarga begitu tak nyaman, mengenal dekat Adi sungguh terasa seperti oase di tengah gurun pasir yang tandus.
**-------**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
novita setya
duh duh q jd tercila cila sm kak mici😄ubeerrr teroos novel kakak. kelar satu samperin yg lain
2024-05-23
0
🎎 Lestari Handayani 🌹
mampir aaahhhh....
2022-07-12
0
༺❥ⁿᵃᵃꨄ۵᭄
hay thor loncat lg aq ke sini hbs cerita via refal bayu harumi dh tamat,,,
2022-04-19
2