Xavier mendengar itu kaget. Begitu juga dengan Graciella sehingga akhirnya mereka saling tatap. Untuk apa mereka membutuhkan Graciella?
"Tidak! tidak bisa!" tegas Xavier. Dia tak ingin menambah sandera di kasus ini.
"KYA! TOLONG!" terdengar suara teriakan yang nyaring dari alat komunikasi itu. Xavier membesarkan matanya. Gracilella pun mengikutinya.
"Apa yang dia lakukan sekarang?" tanya Xavier cepat pada tentara yang tadi. Tentara itu segera mencari tahu apa yang dilakukan oleh penjahat itu dan langsung melaporkannya.
"Mereka melukai Nyonya Diplomat, Komandan!"
"Sial!" umpat Xavier kesal.
.
"Bagaimana? apa aku juga harus melukai anaknya?" gertak penjahat itu dengan nada sarkasnya.
"Apa ada anak-anak di sana?" tanya Graciella kaget.
Xavier mengangguk. "Anak Diplomat ini, umurnya masih delapan tahun."
"Aku akan masuk!" tegas Graciella. Dia membayangkan pasti sangat menakutkan bagi anak berumur delapan tahun dalam penyekapan dan melihat ayah ibunya dilukai seperti itu.
"Tidak!" tolak Xavier mentah-mentah, "Kau kira ini main-main! lakukan saja tugasmu!"
Graciella mengerutkan dahinya, menyipitkan kembali matanya pada Xavier, "Lalu? apa yang akan kau lakukan?"
Xavier memainkan bibirnya. Dia masih berpikir apa yang harus dia lakukan, tapi membiarkan wanita ini masuk bukan hal yang tepat.
"Anak itu pasti sangat ketakutan. Dia melihat ayah dan ibunya terluka. Mungkin fisiknya tak terluka sekarang tapi sudah pasti psikisnya terluka," jelas Graciella membuka penghubung jarum anastesi itu karena merasa sudah cukup mengeluarkan cairannya. Apalagi dia melihat ambulans sudah datang mendekat. Korban ini sudah bisa dikatakan dalam keadaan stabil.
"Hei! bagaimana? apa aku harus melukai anaknya!" tanya penculik itu lagi.
"Beri kami waktu!"
"Cepatlah, aku tidak bisa menunggu selamanya!"
Xavier memandang Graciella yang kukuh berdiri di dekatnya. Graciella mencoba untuk menunjukkan keseriusannya agar Xavier tak meragukannya. Walaupun sebenarnya ada rasa takut. Tentu saja! dia tak tahu apa yang akan terjadi di sana. Tapi, keselamatannya dibandingkan dengan keselamatan anak itu, baginya tentu lebih berharga keselamatan anak itu. Toh! jika dia mati tak ada yang sedih. Dia hanya seorang anak yatim piatu.
"Berikan dia informasi tentang mereka!" Xavier memerintahkan anak buahnya. Graciella menarik napas panjang. Itu sebuah persetujuan dari Xavier. Seorang tentara membawakan tablet berisi data para penjahat, foto dua orang pria berumur 20-30 tahunan ada di sana.
"Ini pria yang tadi menghubungi kita. Yang ini adalah rekannya, dia terluka sebelum kejadian ini. Aku berpikir dia ingin menyelamatkan nyawa temannya karena itu meminta kau ke dalam. Ini adalah dua sanderanya," jelas Xavier.
Graciella menangguk mendengar penjelasan dari Xavier. Mengamati wajah tersangka, dia mengerutkan dahinya. Dia lalu melihat wajah anak Diplomat itu. Sangat lucu dengan senyuman lebarnya. Sekarang pasti dia sangat trauma, bisa-bisa dia tak akan tersenyum seperti ini lagi.
"Aku ingin berbicara dengan mereka." Graciella menatap serius pada Xavier yang ada di depannya. Lagi-lagi, mata mereka bertemu kembali. Graciella baru menyadari betapa tajam tatapan pria dan kelamnya bola matanya.
“Untuk apa?”
“Hubungi saja. Ada yang ingin aku katakan.”
Xavier menyipitkan sedikit matanya kembali. “Berikan dia alat komunikasinya.”
Tentara yang selalu setia ada di belakang Xavier segera memberikan alat komunikasinya pada Graciella. Graciella langsung menggunakannya.
“Aku ingin berunding denganmu,” ujar Graciella sambil melirik ke arah Xavier yang memasang wajah dinginnya yang sedikit menyeramkan. “Aku ingin melakukan pertukaran.”
“Pertukaran apa?” penjahat itu menanggapi.
“Aku akan menjadi sanderamu, tapi lepaskan anak itu,” pinta Graciella.
“Heh? kau kira aku bodoh? tidak! jika kau tidak datang sekarang! aku akan melukai ibunya kembali!” jawab penjahat itu cepat.
“Kau pasti punya istri dan anak bukan? coba bayangkan bagaimana jika anak itu adalah anakmu. Dia pasti ketakutan ada di sana. Bagaimana jika dia melihat dirimu terluka, bisa kau bayangkan? dia menangis ketakutan.” Graciella mengatakan itu dengan sangat lembut. Seolah menasehati seorang anak yang sedang nakal. Tak ada jawaban cepat seperti yang tadi dilakukan oleh penjahat itu. “Anakmu, pasti tidak ingin melihatmu melukai anak lain, aku yakin dia akan bertambah kecewa padamu.”
Xavier mengerutkan dahinya. Semua orang yang berkumpul di sana pun terdiam. Terasa hening saat Graciella mengucapkan kata-kata dengan nada keibuan itu. Mereka bertanya dalam hati, apa yang sedang dipikirkan wanita itu? melawan penjahat dengan kelembutan?
Cukup lama tak ada balasan, “Baiklah, tapi jangan macam-macam denganku, jika tidak kalian akan mendapatkan ibunya tak bernapas!”
Graciella bernapas lega. Dia tersenyum tipis lalu melihat ke arah Xavier yang mengerutkan dahinya dalam, ada guratan pertanyaan di wajahnya.
“Ada bekas cincin di jari manisnya. Jadi dia pasti sudah menikah, lalu kencenderungan dia selalu menyiksa ibunya bukan anaknya, jadi aku rasa dia punya anak sehingga tak tega melakukannya. Jika dia tak punya, pasti dia lebih memilih menyiksa sang anak karena psikologis kita lebih merasa simpati jika anak-anak menjadi korbannya.” Graciella menjelaskan apa yang dia pikirkan. “Sekarang, kalian hanya tinggal memikirkan bagaimana cara melepaskan ibunya.”
Xavier memandang Graciella dengan wajah datar. Sejujurnya dia cukup kagum dengan analisa dari Graciella yang bisa berpikir sampai sana. “Persiapkan dia untuk pertukaran.” perintah Xavier pada para anggotanya.
Graciella menekan-nekan jari jemarinya. Sebuah kebiasaan yang memang selalu dia lakukan ketika dia sedang cemas atau ketakutan. Xavier mengencangkan rompi anti peluru yang sudah dipakaikan ke tubuh kecil Graciella. Perhatiannya jatuh pada jari Graciella yang tampak lecet dan membiru. Apa dia tidak merasakannya?
Graciella memandang pria yang baru dia sadari sangat tinggi dan tegap. Tinggi badan mereka berjarak begitu jauh. Bahkan jika Graciella berdiri di belakangnya sepertinya dia akan tertutup sempurna.
“Sudah.” dingin pria itu mengatakannya. Graciella hanya menekan bibirnya mengangguk. Sekarang dia baru sadar, dia cukup ketakutan. Melihat wajah tegang dari Graciella yang berulang kali menghela napas, Xavier akhirnya melunakkan wajahnya. “Tenang saja, kami akan membebaskanmu segera.”
Wajah Graciella berubah sendu. Tiba-tiba saja dia ingat bagaimana kehidupannya. Seketika saja dia merasa tak ingin diselamatkan. Bukannya dari dulu dia memang ingin mati? mati dalam pertempuran seperti ini, rasanya akan lebih baik daripada dikenang mati bunuh diri.
Graciella melemparkan senyuman tipisnya, “Tak perlu terlalu memaksa, aku siap untuk ini.”
Xavier menautkan kedua alisnya menjadi bergelombang. Apa maksud wanita ini? Apakah dia ingin menjadikan misi ini menjadi misi bunuh diri?
“Komandan, mereka sudah ada di depan rumah!” lapor tentara bawahan Xavier.
Xavier mengangguk. Dia mengambil senjata api miliknya. Dia lalu berjalan bersama dengan Graciella yang tampak tegar berjalan ke arah pintu gerbang yang sudah hancur ditabrak oleh mobil para penjahat.
Graciella menatap miris melihat seorang anak perempuan yang tampak menangis tersedu-sedu ditahan oleh kalungan tangan penjahat di lehernya. Sedangkan muncung senjata menempel di sisi kepalanya. Raut wajah takut terlihat jelas di wajahnya.
“Baiklah! suruh wanita itu berjalan ke arah ku dahulu!” teriak penjahat itu.
“Tidak bisa! kami tidak bodoh! lepaskan dulu anak perempuan itu baru dia akan berjalan ke arahmu!” teriak Xavier.
“Kau kira aku juga bodoh!”
“Baiklah, kita lepaskan mereka bersama-sama.”
“Tidak! jika kalian tidak mengikuti apa yang aku mau, aku akan membunuh ibunya dan juga dia!” penjahat itu menekan muncung senjata ke kepala anak itu. Anak itu berteriak keras. Sang ibu yang ada di lantai dua pun histeris melihat bagaimana kepala anaknya ditekan dengan senjata itu.
Melihat keadaan genting itu, Xavier menekan rahangnya keras. Dia melihat di lantai dua, penculik yang tampak terluka itu masih bisa menodongkan pistolnya pada ibu anak ini. Situasi ini sangat sulit. Tentunya tujuannya menyelamatkan semua sandera tanpa luka sedikitpun. Tapi sepertinya akan sulit melakukanya walaupun begitu banyak anggotanya di sini. Selain itu, presiden meminta untuk merahasiakan hal ini agar tidak terjadi histeria massal.
Dia lalu menatap Graceilla yang tampak sudah mantap ingin melanjutkan hal ini. Mau tak mau mereka mengikuti apa yang dipinta oleh mereka.
“Aku akan mulai berjalan. Jika terjadi sesuatu padaku, katakan pada suamiku! aku bebas.” Graceilla mulai melangkah dengan senyuman tipis yang tak Xavier tahu artinya. Xavier mendengar itu menjadi kaget. Sepertinya wanita ini memang ingin bunuh diri!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 300 Episodes
Comments
Ma'e Rizzky
salut skaligus kasihan dgn graciella
2024-02-03
0
may
Ya ampun, kasian graciella
2024-01-29
0
Mimilngemil
Iya betul Xavier, Gracealla dah bosan hidup sama Suaminya 😅😂
2024-01-13
0