“Eh? Anda seorang dokter?” tanya tentara itu sedikit meragukan, dia takut wanita ini hanya membual karena penasaran apa yang ada di depan sana.
“Ya! ini kartu tugasku di rumah sakit.” Graciella menyerahkan kartu itu. Pria itu membacanya sejenak.
“Apa Anda membawa peralatan kegawatdaruratan?” tanya pria itu lagi sedikit ragu. Mungkin karena Graciella adalah wanita.
Graciella melirik kursi belakang mobilnya, kebetulan sekali tadi siang beberapa barang dari rumah sakit memang dititipkan padanya. Hingga di kursi belakangnya sekarang penuh dengan beberapa peralatan dan obat.
“Ya," singkat Graciella menjawab.
“Baiklah. Hei! Aku sudah dapat dokternya!” teriak tentara itu segera pada temannya yang kaget. Bagaimana bisa secepat itu?
Graciella segera keluar. Untungnya dia masih menggunakan jas dokternya. Dia lalu mengambil peralatan di kursi belakangnya.
“Kira-kira apa yang terjadi?” tanya Graciella cepat. Dia ingin menentukan apa saja yang harus dia bawa ke dalam sana.
“Aku rasa ada korban luka. Kemungkinan besar, luka tembak,” jelas prajurit itu menerima barang yang dioper oleh Graciella.
Graciella berhenti sejenak. “Luka tembak?”
“Di depan sana ada rumah seorang diplomat. Mereka disandera oleh beberapa napi yang baru kabur dari penjara. Mereka bersenjata,” jelas tentara itu menjelaskan. Ya, dia harus memberitahukan keadaannya pada dokter wanita ini, jika dia ragu lebih baik mencari yang lain. Komandannya pasti tak suka jika nantinya dokter ini melarikan diri dari sana.
Graciella diam sejenak, tapi setelah itu dia dengan cekatan mengambil beberapa barang. Dia langsung berjalan menuju ke arah brikade itu. Meninggalkan tentara yang cukup kaget dengan aksinya. Dia kira Gracilella akan mengurungkan niatnya tapi yang ada malah wanita itu semangat sekali.
"Bisa kau buka ini?" tanya Graciella melihat penghalang jalan yang membuatnya tak bisa berjalan.
"Oh! hei! bantu Dokter untuk masuk! ayo!" teriak tentara itu memanggil teman-temannya. Mereka langsung bekerja sama untuk membantu Graciella memasuki wilayah terlarang.
Graciella membesarkan matanya. Suasana di sana terasa sangat berbeda. Aura tegang langsung mempengaruhi Graciella. Namun dia tak bisa terlalu terpaku.
“Di mana dokternya?” suara berat pria terdengar cemas.
Graciella langsung mencari sumber suara. Dia melihat seorang pria lengkap dengan seragam tentara sedang memberikan tekanan pada dada pria yang terlentang tak bergerak agar lukanya tak lagi mengeluarkan darah. Graciella dengan sigap berlari dan berjongkok di depan pria itu.
“Lakukan terus,” perintah Graciella sembari mengambil perlengkapannya.
Mendengar suara wanita di depannya. Xavier langsung memandang ke arah Graciella. “Kau?” Xavier tampak membesarkan matanya. “Siapa yang membawa wanita ke tempat ini?” teriak Xavier keras.
“Siap Komandan, saya!” ujar tentara yang tadi menegur Graciella. Wajahnya sudah takut dimarahi oleh komandannya yang terkenal perfeksionis ini.
“Bawa wanita ini keluar dari sini!”
“Hei!" bentak Graciella. Xavier mengerutkan dahinya, sementara tentara yang lain membesarkan matanya. Berani sekali wanita itu membentak komandan mereka. “Kenapa? hanya karena aku wanita kau tidak percaya padaku? aku ini dokter! kau ingin dia mati di tanganmu? terus tekan lukanya! aku harus memeriksanya dengan cepat!” cerca Graciella kesal karena merasa direndahkan. Dia memang wanita tapi dia punya dedikasi yang tinggi atas profesinya. Melihat pasien gawat seperti ini tentu dia tak akan pergi meninggalkannya.
Xavier menyipitkan sedikit matanya sambil menggoyangkan rahangnya yang tegas. Dia mau tak mau mengikuti apa yang dikatakan oleh Graciella. Tapi dia memperhatikan dengan jelas apa yang dilakukan oleh Graciella yang serius memeriksa tanda vital pasiennya.
“Apa penyebab lukanya?” tanya Graciella sibuk.
“Tikaman senjata tajam,” jawab Xavier.
Graciella mengamati keadaan korban yang terlentang di jalanan. Dia terlihat sesak napas dan mulai gelisah perlahan juga semakin tak sadarkan diri. Graciella memeriksa hasil dari pengukuran tekanan darah yang sebelumnya sudah dilakukannya, tekanan darahnya rendah dan denyut nadinya melemah. Lalu Graciella mendengarkan suara jantungnya, detaknya cepat tapi suaranya melemah. Selain itu Graciella melihat pembuluh darah vena di lehernya menonjol. Dia yakin ini Beck’s Triad. Tanda khusus untuk tamponade jantung, sebuah keadaan di mana adanya penumpukan cairan atau udara di ruang perikardium yang menyebabkan tekanan kuat pada jantung.
"Keadaannya darurat!" jelas Graciella tanpa memperhatikan Xavier.
"Lalu?"
"Aku harus melakukan tindakan segera. Tak bisa menunggu lebih lama lagi. Waktunya hanya 10 menit sebelum dia kehilangan nyawa karena tenggelam oleh darahnya sendiri."
Xavier memandang Graciella yang juga menatapnya mencoba meyakinkan Xavier bahwa dia sanggup melakukan hal itu. "Lakukan sekarang, kau mendapat izin ku."
Graciella mengangguk cepat. Dia tahu dia melawan waktu. “Kau!” Graciella menunjuk seorang tentara yang membawa tas Graciella tadi. “Berikan tasku itu!”
“Cepat berikan dia tasnya,” perintah Xavier yang melihat begitu seriusnya Graciella menangani pasien ini.
Tentara itu segera menyerahkan tas perlengkapan Graciella. Seolah berjodoh, semua yang dia butuhkan ada di sini. Untung dia sempat mengambil jarum suntik anastesi yang bisa dia gunakan untuk perikardiosintesis --tindakan mengeluarkan cairan dari selaput jantung-- pada korban. Graciella segera memakai sarung tangannya dan menyiapkan alat yang dia butuhkan.
"Siramkan alkohol ke tanganku," perintah Graciella. Xavier langsung melakukan apa yang diperintahkan oleh Graciella.
Graciella memasang jarum anastesi pada suntikan yang berukuran sedang. Graciella lalu mengambil kertas alkohol.
“Aku akan melakukan pengeluaran cairannya. Lepaskan tanganmu, aku harus membersihkan areanya. Apa kalian tidak memanggil ambulans? setelah ini dia juga harus tetap diberikan penanganan lebih lanjut."
Xavier hanya memandang Graciella dengan matanya yang tajam. Graciella mengerutkan dahinya. Tapi Xavier membuang pandangannya dan melepaskan tekanan tangannya pada darah luka pria itu.
"Kenapa tim medis lama sekali?" teriak Xavier lagi segera berdiri sambil terus memperhatikan apa yang dilakukan oleh Graciella yang mulai memastikan tempat dia akan memasukkan jarum di dada pria itu.
"Lapor! mereka menuju ke mari, Komandan. Akan segera tiba di sini."
Xavier mengangguk pelan. Dia lalu memperhatikan Graciella yang dengan mantap memasukkan jarum itu pada tempat yang sudah dia tentukan. Graciella mencoba menarik napasnya dan membuatnya teratur. Dia harus tenang, karena walau tindakan ini diperlukan komplikasi karena salah prosedur melakukannya sama bahayanya. Jadi sebenarnya tindakan ini bisa dibilang penuh resiko.
Xavier memperhatikan Graciella yang bahkan tangannya tak goyah saat melakukan penusukan, tampak sangat terlatih dan begitu serius. Tak lama dia melihat suntikan itu terisi darah. Graciella bernapas sedikit lega, diagnosanya benar.
"Lapor Komandan! mereka menghubungi," lapor seorang tentara yang menyodorkan alat komunikasi pada Xavier.
"Apa mau mu sekarang?" tanya Xavier dengan suara berat berkharismanya. Gracilella yang masih sibuk menyedot darah itu pun teralih sebentar melirik pria yang bertampang tegas di depannya.
"Aku mau dokter itu!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 300 Episodes
Comments
Mimilngemil
Jangan" ini Pria yang meniduru Gracealla?
*Xavier lagi aja, Nama kesukaan Othor Quin ini.
2024-01-13
1
Mimilngemil
itung" kalau mati bebas dari Adrean 😂😅
2024-01-13
0
Ilan Irliana
kek'y Xavier yg ambl kprawanan sang dokter..hihi
2023-07-22
0