3

Pagi sekali Rania bangun dan membersihkan diri. Setelah selesai dia mengambil air hangat. Sekarang ibunya sedang dia seka agar terlihat segar. Melap wajah dan lehernya dengan lembut.

Rania berpikir tentang Ramadhan. Ramadhan janji akan datang setelah dia bangun. Ini sudah pukul sembilan, Ramadhan belum juga datang. Mungkin dia belum bangun, pikir Rania.

Tiba-tiba ibunya terlihat menggerakan bola matanya. Rania memeriksa dan menggosok matanya sendiri, merasa tak percaya dengan apa yang dia lihat. Lalu ibunya sadar, matanya terbuka dan dikedipkan beberapa kali. Rania terkejut, dia mundur dan berlari ke ruang perawat.

"Suster...suster...ibu bangun..ibu saya bangun....tolong!" ucap Rania tergagap.

Suster tak berkata apapun, mereka langsung berlari ke ruangan. Suster memeriksa keadaan ibu Vera, Rania hanya terdiam memperhatikan.

"Alhamdulillah, Bu Vera baik-baik saja. Nanti dokter ke sini ya untuk memeriksa dengan lebih detil" ucap Suster Nina.

"Makasih Sus!" ucap Rania.

Rania memberikan minum perlahan pada ibunya. Ibunya minum dengan sedikit demi sedikit.

"Apa ada yang sakit? Apa kaki ibu kerasa sakit?" tanya Rania penuh khawatir.

"Udah berapa hari gue dirawat?" tanya Bu Vera.

"Tiga hari Bu, setengah hari ibu dioperasi" jawab Rania.

"Hah? Operasi?" tanya Bu Vera bingung.

"Ya..."

Rania hendak menjawab, namun Dokter dan rombongan calon dokter datang untuk memeriksa Bu Vera.

"Pagi Bu Vera, gimana kakinya?" tanya Dokter Catrin.

"Pagi Dok, emang kaki saya kenapa?" tanya Bu Vera.

Dokter membulatkan mata pada Rania, seolah bertanya dan menyimpulkan bahwa Rania belum memberitahunya.

"Kaki Bu Vera luka parah, jadi dilakukan operasi supaya kakinya tidak lumpuh. Alhamdulillah operasi berjalan lancar. Kami sempat khawatir karena Bu Vera tidak sadarkan diri setelah operasi, namun detak jantung dan tekanan darah yang normal yang membuat kami yakin kalo Bu Vera baik-baik saja" jelas Dokter.

"Oh ...gitu ya Dok!" ucap Bu Vera dengan mata yang masih begitu kesal pada Rania.

"Iya, sekarang Bu Vera sudah bisa makan dan minum obat. Saya resepkan obat untuk siang ini ya Bu!" ucap Dokter.

"Iya Dok, Makasih!" ucap Rania.

Dokter keluar dari ruangan itu setelah memeriksa pria paruh baya yang ranjangnya dekat dengan pintu.

Rania merapikan pakaian ibunya dengan perlahan. Ibunya memandangi dengan penuh rasa penasaran.

"Kenapa Bu? Ada yang sakit?" tanya Rania.

Dia khawatir karena raut wajah ibunya berekspresi tak seperti biasanya.

"Ibu dioperasi, biayanya dari asuransi pedagang pasar kan?" tanya Bu Vera menyimpulkan.

Rania terkejut dengan kesimpulan yang dikatakan ibunya. Dia melipat bibir dan sesekali membasahi bibirnya dengan lidahnya. Hendak mengatakan yang sebenarnya namun dia takut tekanan darah ibunya naik.

"Jawab!" tegas Bu Vera.

"Hmmm....nggak Bu!" jawab Rania.

Bu Vera membelalakan matanya, wajahnya merah padam.

Ramadhan sudah di depan pintu masuk rumah sakit. Dengan semangat dia berlari ke ruangan ibunya, dia sudah membaca pesan dari Rania kalau ibunya sudah sadar. Dia senang bukan main. Namun langkahnya terhenti sesaat masuk satu kakinya di ambang pintu ruangan ibunya.

Ibunya melempar bantal dan segala benda pada Rania yang berdiri di samping ranjang. Rania hanya tertunduk dan diam saja menerima lemparan barang yang diberikan ibunya.

Dengan histeris, ibunya meneriaki Rania hingga beberapa suster datang untuk menenangkan.

"LU GILA YA! HAAH? KENAPA LU GA BIARIN AJA GUE LUMPUH? KENAPA LU HARUS PAKE UANG ITU BUAT OPERASI GUE? LU TAHU KALO ADEK LU MAU MASUK SEKOLAH PENERBANGAN, BUTUH BIAYA BANYAK BUAT BERTAHUN- TAHUN DIA BELAJAR DI SANA. TABUNGAN YANG GUE MINTA LU KUMPULIN ITU BUAT DIA. BUKAN BUAT GUE ATAU BUAT ELU"

Bu Vera sangat marah. Tiga orang suster sudah berusaha membuatnya tenang. Namun sama sekali Bu Vera tak mereda. Hingga akhirnya dia melempar gelas alumunium dan mengenai dahi Rania dengan keras. Bu Vera terdiam saat melihat Rania memegang dahinya sambil meringis kesakitan. Ruangan itu menjadi hening, hanya suara gelas alumunium yang terpental beberapa kali yang terdengar. Yang lainnya hanya bisa diam tak berkata.

Ramadhan menghampiri Rania dan melihat dahinya.

"Kakak gak kenapa napa kan?" tanyanya.

Rania berusaha menahan tangis nya. Dia menutupi dahinya.

"Lu jaga ibu, gue ngantuk, mau pulang!" ucap Rania.

Rania mengambil tasnya dan pergi dari ruangan itu. Semua orang yang melihat mereka, bubar. Terdengar suara ibunya yang masih kesal dan menyalahkan Rania atas habisnya uang tabungan mereka.

Tak memperhatikan semua mata yang memandangnya, Rania juga tak sadar ada Yudi berdiri dekat pintu. Dia pergi dengan tergesa keluar dari rumah sakit. Yudi melihat keadaan ibunya Rania dari kejauhan. Ibu Vera masih mengoceh dan Ramadhan adiknya hanya membuat ibunya tenang tanpa membela kakaknya.

Beberapa menit kemudian Yudi menyusul Rania keluar, namun karena Rania terburu-buru, Yudi jadi tak bisa menyusulnya. Yudi berpikir Rania pergi pulang ke rumahnya, diapun menyusulnya ke sana.

Di sisi lain, Bondan dan Dina yang sejak tadi melihat drama emosional Bu Vera, saling menatap dan menghela nafas.

"Gue rasa, ini bukan waktu yang tepat" ucap Dina.

Bondan berpikir sebaliknya, dia tersenyum dan menarik lengan Dina untuk pergi.

"Sebenarnya ini waktu yang tepat, tapi ga apa-apa lah, lagi pula gue masih sebulan ngerjain proyek di sini. Masih banyak waktu buat bener-bener nyari waktu yang pas" ucap Bondan.

Dina terheran, namun senang Bondan memegang lengannya meski hanya menariknya untuk pulang. Dia langsung mengaitkan tangannya ke lengan Bondan. Karena Bondan sedang senang, dia membiarkan tangan Dina tetap di lengannya hingga mereka masuk mobil.

Yudi sampai di depan pintu rumah Rania dan hendak mengetuk. Namun Bu Yuni melihat dan menegurnya.

"Hei...nyari siapa?" tanya Bu Yuni.

Dengan cepat dia menghampiri Yudi yang masih terdiam karena terkejut.

"Hmmm...nyari Rania! Ada kan?" jawab Yudi.

"Ngga ada, ibunya dirawat di rumah sakit. Adiknya tadi titip kunci rumahnya di saya. Nih. Belum ada Rania pulang!" jelaa Bu Yuni.

Dia menunjukkan kunci rumah Rania yang disimpannya di saku jaketnya. Yudi terdiam.

'jadi...Rania ga pulang! trus dia kemana?' ucap hati Yudi.

Bu Yuni hanya menatap Yudi yang masih terdiam. Lalu ponsel Yudi berdering.

"Ya halloo!" jawab Yudi.

"Ya....iya....gue udah di jalan. Bawel!" lanjut Yudi.

Yudi memasukkan ponselnya ke jaketnya dan menatap Bu Yuni.

"Ok ga apa-apa Bu, nanti saya ke sini lagi. Makasih. Saya permisi dulu!" pamit Yudi.

Bu Yuni bengong, lalu dia tersadar akan sesuatu.

"Ehhh....lupa lagi nanya namanya. Ihhh ...dasar gue!" ucap Bu Yuni sambil menepuk jidatnya.

Yudi terburu-buru pergi memakai motornya. Dia mengebut dan sampai di restoran. Davin sedang berdiri melipat tangan di dadanya, memandang Yudi yang baru sampai.

Yudi tak peduli, dia memarkirkan motornya lalu melewatinya begitu saja dan langsung pergi menuju dapur. Dia langsung berganti pakaian dan memakai apronnya.

"Maaf saya terlambat!" ucapnya.

Dia hendak breefing, namun dia melihat mata semua anak buahnya tertuju pada seaeorang yang sedang mengiris bawang di sudut ruangan.

'Rania!' bisik hati Yudi yang terkejut.

Yudi menatap Dani dan mengangkat alisnya seolah bertanya.

"Dia tiba-tiba datang dan langsung mencuci semua wajan yang biasa lu pake. Trus ngiris bawang" jelas Dani sambil mengangkat bahunya.

Lalu dua orang yang lainnya tertawa, Yudi menatap mereka.

"Trus mereka ngetawain apa?" tanya Yudi sinis.

"Mereka lihat dia pake bandana yang menutupi menutupi seluruh jidatnya. Kan aneh!" jelas Dani.

Yudi ingat dengan kejadian di rumah sakit. Dia menghampiri Rania.

"Berhenti!" ucap Yudi pelan.

Tangan Yudi memegang lengan Rania, namun Rania tak mendengarkan, dia terus mengiris bawang hingga air matanya keluar.

"KU BILANG BERHENTI!" teriak Yudi.

Rania kaget dan menatap Yudi.

"Chef!" ucap Rania.

Matanya membelalak terkejut.

"Sebentar lagi Chef, saya akan potong dadu tomatnya!" ucap Rania tergagap.

Yudi menghela sambil menatap mata Rania yang sembab lalu beralih ke bandana yang dipakainya. Secara tiba-tiba Yudi melepas bandana itu, membuat Rania meringis kesakitan. Semua orang pun terkejut melihat memar yang ada di dahi Rania. Yudi menarik tangan Rania, mengambil es dan serbet bersih lalu membawanya ke ruang ganti.

"Lakukan pekerjaan kalian! Jangan banyak bergunjing!" ucap Yudi pada yang lainnya.

Semua orang terdiam melihat Yudi menarik paksa Rania. Mereka kembali bekerja sambil membicarakan tingkah Rania dan sikap Yudi.

Di tempat ganti pakaian, Yudi dengan paksa membuat Rania duduk di sofa. Rania hanya bisa menurut karena biasanya pun dia begitu jika Yudi marah.

Yudi membungkus es dengan serbet yang bersih, lalu dengan perlahan mengompreskannya ke dahi Rania. Rania hendak menolak namun Yudi menahan tangannya.

"Diam!" ucap Yudi.

Rania heran mengapa Yudi tahu tentang dahinya. Namun setelah dia ingat kejadian tadi malam dia pun mengerti.

"Chef ada di sana" ucap Rania.

Yudi menatap matanya yang dekat sekali dengan wajahnya.

"Hmmm!" jawab Yudi.

"Oh iya, kan Chef lagi nunggu temen yang sakit" lanjut Rania.

Yudi mengambil tangan Rania dan memberikan bungkusan es batu padanya dengan kesal.

'Aku di sana untuk menemani mu, melihat mu dan menjaga mu atau setidaknya bisa menghiburmu. Kenapa kau tidak paham?' oceh Yudi dalam hatinya.

Rania menatapnya heran.

'Dia kenapa? Tadi baik, sekarang kelihatan kesal' ucap hati Rania.

"Ya, saya lihat dan dengar semua karena lagi nunggu teman sakit. Kamu tahu rasanya nunggu orang sakit? Bosen, pegal dan menyebalkan. Jadi istirahat di sini jangan sampai kamu sakit! Paham?"

Intonasi ucapan Yudi jelas terdengar kesal. Rania pun hanya mengangguk dengan memasang wajah polosnya, meski dia belum mengerti dengan sikap Yudi.

Yudi berdiri dan hendak meninggalkannya. Namun dia teringat bahwa Rania belum sarapan. Dia menghentikan langkahnya.

"Kamu mau makan?" tanya Yudi.

Rania kembali terkejut. Dia menggelengkan kepalanya.

"Ngga, masih kenyang!" jawab Rania.

Yudi teringat, semalam Rania makan banyak sekali sambil bercerita tentang ibunya.

"Ok, istirahat saja!" ucap Yudi.

Dia keluar dan mendapati anak buahnya sedang mencuri dengar dari dekat ruang ganti. Yudi memegang kedua pinggangnya dan membelalakan matanya pada mereka. Mereka terhuyung-huyung kembali ke tempat mereka lalu bekerja.

Saat waktu jeda setelah melayani semua pelanggan, Yudi menyempatkan masuk ke ruang ganti membawa makanan untuk Rania. Yudi menghentikan langkahnya saat melihat ternyata Rania tertidur di sofa. Dengan perlahan Yudi duduk di samping Rania. Dia meletakkan makanan di meja dekat sofa dengan perlahan.

Bukannya kembali ke dapur, Yudi malah terdiam menatap wajah Rania yang manis saat tidur. Rambut panjangnya yang terikat, terurai sedikit dan menghalangi matanya. Yudi perlahan memindahkan rambut itu dan kembali menatap Rania.

'hmmm...apa ini? kenapa aku suka sekali melihat mu tertidur seperti ini? aku senang melihat wajahmu yang manis terlelap. apa ini cinta? atau hanya sugesti karena kamu sudah menyatakan perasaanmu padaku?'

Yudi bicara pada dirinya sendiri, dia sangat menikmati momen ini. Dia terus menatap wajah Rania sampai sampai tak sadar Nuri memperhatikannya di ambang pintu.

Baru saat Nuri menggeram, Yudi terkejut dan berdiri lalu pergi ke dapur lagi. Nuri yang mengerti situasi ini langsung tersenyum dan kembali ke wastafel untuk mencuci lagi. Nuri tak banyak bicara, dia paham Yudi akan merasa malu jika ketahuan anak buahnya. Nuri berpikir semua orang sudah tahu mereka saling suka, hanya saja Yudi tak menyadari dan tak mau mengakuinya.

Waktu berlalu, hari sudah sore. Sedari tadi Rania sudah membantu Nuri untuk menyelesaikan pekerjaan. Davin yang seharian tak masuk dapur akhirnya masuk dan memeriksa siapa saja yang bekerja. Davin melihat Rania, kemudian dia menghampirinya.

"Ibu kamu sudah sembuh? Bukannya operasi bisa makan waktu banyak untuk pemulihannya?" tanya Davin.

Dia tiba-tiba saja berdiri di samping Rania dan bertanya dengan berbisik. Rania melempar panci kecil yang sedang dia cuci. Davin tersenyum dan mundur sedikit. Rania berbalik dan melap tangannya ke apron yang dia pakai.

"Butuh banyak uang untuk perawatannya sampai sembuh, jadi saya harus kerja Pak!" jawab Rania.

Davin mengangkat alisnya, dia merasa jawaban Rania tepat.

"Baiklah!" ucap Davin.

Dia kembali ke luar dan memeriksa pekerjaan semua pegawai.

Yudi memperhatikannya, dia merasa tidak senang dengan sikap Davin yang sok akrab dengan Rania. Yudi merasa kesal saat Davin berbisik dekat telinga Rania. Dia kesal karena dia pun tak pernah sedekat itu selain tadi saat mengompres dahi Rania.

Semua orang kembali bekerja kecuali Yudi. Dia pergi ke ruang ganti pakaian dan pergi dengan terburu-buru setelah mendapat pesan dari ponselnya. Rania melihatnya dan merasa sedih karena tak sedikit pun Yudi melihatnya saat akan pergi. Dia melanjutkan pekerjaannya hingga akhirnya pulang bersama Nuri.

Di perjalanan Rania hanya diam saja, sementara Nuri menceritakan keadaan restoran yang kerepotan saat tidak ada dia selama 2 hari. Tapi Rania sama sekali tak bergeming, langkahnya seolah malas untuk pulang. Nuri menyadarinya dan bertanya.

"Hei...lu kenapa sih diem mulu?"

Nuri menarik lengannya, Rania baru menoleh.

"Haah?" jawab Rania.

"Ok, sini duduk dulu. Cerita sama gue, ada apa? Sejak lu masuk, lu murung dan melamun. Sudah pasti ini bukan karena Chef Yudi, karena dia sudah mencoba membuatmu tenang dan tak khawatir dengan situasi yang gue ga tau. Apa itu? Kenapa kepala lu benjol?" Nuri terus melayangkan pertanyaan.

Mereka duduk di kursi panjang di halte bus.

"Gue males pulang, males juga ke rumah sakit. Bingung mau kemana!" ucap Rania.

Tubuhnya dia sandarkan ke belakang dan menengadahkan wajahnya ke langit. Nuri menatapnya kasian.

"Yang gue tau dari lu cuma satu. Lu ga pernah biarin orang tau masalah lu. Tapi Ran, gue ini kan sahabat lo, wajar donk gue khawatir. Wajar juga kalo lo cerita sedikit aja tentang masalah lu. Siapa tahu gue bisa bantu" jelas Nuri.

"Masalah gue cuma tentang rasa gue yang semakin merasa kecewa sama diri sendiri. Gue belum bisa jadi anak yang baik buat ibu gue, apapun yang gue lakukan itu sama sekali ga berarti" ucap Rania.

Nuri menatapnya.

"Gue juga ga paham ma emak lu, ko dia bisa beda sikap gitu antara lo dan Adit. Tapi yakin deh, dia sayang banget sama lo. Lu inget kan pas lu masih kecil? Dia bela-belain nyari gaun yang sesuai tema drama yang lo lakonkan. Emak gue malah ga sama sekali mikirin" Nuri tersenyum mengingat masa lalunya.

Rania malah menggigit sedikit bibirnya. Sesekali menghela nafas dengan dalam.

Bus tiba, Nuri berdiri dan menarik tangan Rania, namun Rania tak beranjak. Nuri menatapnya.

"Ayoo...!"

Rania bangun dan naik bus bersama Nuri, mereka pun pulang.

Terpopuler

Comments

Arin

Arin

ap mungkin Rania itu bukan anaknya ya,semoga aja Rania itu anak orng kaya yg di culik...☺️

2022-11-21

0

Lek "A"

Lek "A"

ya kan kamu gak bilang,Rania ya gk tau lah😯

2022-06-02

3

Pujiati

Pujiati

Ujian Kesetiaan hadir lagi kak, saling dukung selalu ya kak.
Semangat 💪

2022-05-31

3

lihat semua
Episodes
1 1
2 2
3 3
4 4
5 5
6 6
7 7
8 8
9 9
10 10
11 11
12 12
13 13
14 14
15 15
16 16
17 17
18 18
19 19
20 20
21 21
22 22
23 23
24 24
25 25
26 26
27 27
28 28
29 29
30 30
31 31
32 32
33 33
34 34
35 35
36 36
37 37
38 38
39 39
40 40
41 41
42 42
43 43
44 44
45 45
46 46
47 47
48 48
49 49
50 50
51 51
52 52
53 53
54 54
55 55
56 56
57 57
58 58
59 59
60 60
61 61
62 62
63 63
64 64
65 65
66 66
67 67
68 68
69 69
70 70
71 71
72 72
73 73
74 74
75 75
76 76
77 77
78 78
79 79
80 80
81 81
82 82
83 83
84 84
85 85
86 86
87 87
88 88
89 89
90 90
91 91
92 92
93 93
94 94
95 95
96 96
97 97
98 98
99 99
100 100
101 101
102 102
103 103
104 104
105 105
106 106
107 107
108 108
109 109
110 110
111 111
112 112
113 113
114 114
115 115
116 116
117 117
118 118
119 119
120 120
121 121
122 122
123 123
124 124
125 125
126 126
127 127
128 128
129 129
130 130
131 131
132 132
133 133
134 134
135 135
136 136
137 137
138 138
139 139
140 140
141 141
142 142
143 143
144 144
145 145
146 146
147 147
148 148
149 149
150 150
151 151
152 152
153 153
154 154
155 155
156 156
157 157
158 158
159 159
160 160
Episodes

Updated 160 Episodes

1
1
2
2
3
3
4
4
5
5
6
6
7
7
8
8
9
9
10
10
11
11
12
12
13
13
14
14
15
15
16
16
17
17
18
18
19
19
20
20
21
21
22
22
23
23
24
24
25
25
26
26
27
27
28
28
29
29
30
30
31
31
32
32
33
33
34
34
35
35
36
36
37
37
38
38
39
39
40
40
41
41
42
42
43
43
44
44
45
45
46
46
47
47
48
48
49
49
50
50
51
51
52
52
53
53
54
54
55
55
56
56
57
57
58
58
59
59
60
60
61
61
62
62
63
63
64
64
65
65
66
66
67
67
68
68
69
69
70
70
71
71
72
72
73
73
74
74
75
75
76
76
77
77
78
78
79
79
80
80
81
81
82
82
83
83
84
84
85
85
86
86
87
87
88
88
89
89
90
90
91
91
92
92
93
93
94
94
95
95
96
96
97
97
98
98
99
99
100
100
101
101
102
102
103
103
104
104
105
105
106
106
107
107
108
108
109
109
110
110
111
111
112
112
113
113
114
114
115
115
116
116
117
117
118
118
119
119
120
120
121
121
122
122
123
123
124
124
125
125
126
126
127
127
128
128
129
129
130
130
131
131
132
132
133
133
134
134
135
135
136
136
137
137
138
138
139
139
140
140
141
141
142
142
143
143
144
144
145
145
146
146
147
147
148
148
149
149
150
150
151
151
152
152
153
153
154
154
155
155
156
156
157
157
158
158
159
159
160
160

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!