5

Hari berlalu, kondisi ibu Vera membaik dan sudah diperbolehkan pulang. Rania mengurus administrasinya, sedangkan Ramadhan membawa ibunya memakai kursi roda ke parkiran rumah sakit untuk naik angkot yang Rania sewa untuk pulang.

Menunggu cukup lama, Bu Vera sedikit khawatir dengan Rania.

'Dia punya uang ga ya?' tanya hati Bu Vera.

Ramadhan memperhatikan raut wajah ibunya.

"Tenang aja Bu, bentar lagi juga beres!" ucap Ramadhan.

Ibunya menoleh, tak lama kemudian Rania datang dan duduk di kursi depan dengan supir sambil memberikan uang untuk ongkos.

"Makasih neng!" ucap supir.

Rania terdiam sambil melihat semua rincian biaya juga resep obat yang harus dia beli nanti jika habis. Sesekali dia menggaruk kepalanya. Lalu memasukkan semua kertas ke dalam tas nya.

Bu Vera memperhatikannya. Dia melihat wajah Rania yang terlihat lelah karena semalaman tak tidur membereskan barang untuk pulang. Dia tak berhenti bekerja dan menjaga ibunya selama seminggu ini.

Banyak yang Rania lakukan untuknya, namun dia masih belum bisa memberikan hatinya untuk putrinya itu. Pandangannya dialihkan pada Ramadhan, lalu dia meneteskan air mata. Ramadhan melihatnya.

"Ibu kenapa? Ada yang sakit?" tanya Ramadhan.

Rania menoleh ke belakang dan melihatnya. Bu Vera malah membelai kepala Ramadhan dengan kedua tangannya. Rania kembali menatap jalan di depan. Mulai bosan dengan pemandangan yang dia lihat.

Sampai di rumah, mereka berdua membantu ibunya duduk di kursi roda. Rania sudah merapikan rumah sebelumnya, sekarang dia sedang menyiapkan makanan dan obat untuk diminum sehari tiga kali. Dengan penuh ketelitian, dia meminta Ramadhan mendengarkan apa yang harus dia lakukan selama Rania kerja.

"Kakak akan usahain pulang cepet" ucap Rania.

Ramadhan hanya mengangguk sambil makan. Rania pamit pada ibunya yang ada di kamar. Namun ibunya sudah terlelap dan Rania pun mengecup keningnya.

Rania kembali bekerja. Dia dijemput Yudi di depan gangnya. Bu Yuni melihatnya dan bertanya-tanya tentang Yudi yang dia rasa pernah bertemu. Bu Yuni ingat dan hanya berdecak, dia pergi ke rumah Rania dan menemui Ramadhan yang masih makan.

"Hei...makan mulu lu!" sapa Bu Yuni sambil menepuk bahu Ramadhan.

"Eh...Bu Yuni"

"Ibu lu mana?" tanya Bu Yuni sambil melihat-lihat sekeliling.

"Di kamar, tidur" jawab singkat Ramadhan.

"Oh..." Bu Yuni kecewa.

Dia ingin bertanya tentang Rania yang sering dijemput pria akhir-akhir ini. Dia menaruh bawaannya untuk Bu Vera.

"Ya udah, gue pulang! Bilang ma ibu lu, gue kesini. Lu jangan makan mulu, ntar makanan buat emak lu abis!" keluh Bu Yuni.

Ramadhan menatapnya sebentar lalu kembali makan. Bu Yuni mendelik lalu pergi pulang.

Di restoran, Rania turun dari motor. Yudi membantunya membuka helm. Dia menatap wajah Rania yang terlihat tak senang. Dengan jarinya dia menyentuh hidungnya. Rania terkejut dan membulatkan matanya seolah bertanya apa maksud Yudi. Namun Yudi hanya tersenyum.

"Apaan sih, malah senyum lagi" ucap Rania kesal.

"Lucu deh kalo cemberut!" ucap Yudi menggodanya.

Rania hanya menghela dan hendak pergi ke dalam restoran. Yudi menarik tangannya.

"Tungguin!" ucap Yudi.

Dia bergegas membuka helm dan menggenggam tangan Rania. Namun Rania melepasnya. Yudi menatapnya.

"Kenapa?" tanya Yudi.

Rania menggelengkan kepalanya. Dia sedikit kesal dengan sikap Yudi. Mereka memang dekat, namun sama sekali tak ada ucapan Yudi sekalipun menyinggung arti kedekatan mereka. Beberapa teman pun yang bertanya hanya mendapatkan senyuman dari Yudi. Rania menjadi sedikit kesal. Dia takut hanya diberi harapan palsu oleh Yudi.

Rania pergi ke dalam sendiri dan langsung memakai apronnya. Sementara Yudi ke ruang ganti dan mengganti pakaiannya. Saat pergi ke dapur, dia melihat Nuri sedang berbisik pada Rania. Rania merespon dengan wajah yang seolah tak percaya dengan apa yang dibisikkan Nuri padanya. Yudi penasaran dengan apa yang mereka bicarakan. Dia hendak mendekat, namun Rania pergi keluar.

Yudi hanya bisa menatapnya. Dia semakin penasaran, diapun bertanya pada Nuri.

"Bisik- bisik apa kamu?" tanya Yudi.

Nuri mengerutkan dahinya.

"Memang Chef siapanya Rania sampe saya harus bilang apa yang saya bisikan?" jawab Nuri ketus.

Yudi menjadi tak enak karena ucapan Nuri. Dia memang belum mengatakan atau mengajak Rania berpacaran. Dia belum yakin dengan perasaannya meskipun dia sudah sangat merasa nyaman dekat dengan Rania.

"Rania mau kemana itu? Kan dia harus kerja" lanjut Yudi yang masih memaksa.

Dia memasang wajah murung karena ucapan Nuri.

"Ada deh! Ngga akan kasih tau Chef" ucap Nuri.

"Loh...kok gitu?"

"Chef dulu yang harus bilang apa tujuan Chef deketin Rania. Mau serius atau cuma PHP?" tanya Nuri dengan menatap sinis.

"Huhh dasar!" ucap Yudi sambil meraup wajah Nuri dengan tangannya.

Nuri mendelik dan kembali bekerja.

Yudi masih melihat ke arah pintu, berharap Rania cepat kembali dan bertanya padanya.

Rania pergi ke sebuah Cafe di dekat restoran. Cafe itu belum buka, namun seorang pegawai tersenyum padanya lalu menyapanya.

"Kakak namanya Rania?" tanyanya.

"Iya!" jawab Rania dengan ketus.

"Silahkan, Bos kami sedang menunggu!" ajaknya.

Rania heran, siapa yang begitu ingin menemuinya hingga membiarkan kafe yang masih tutup dipakai untuk bertemu. Rania berjalan mengikuti pegawai itu.

Rania menghela dan mulai mengerti siapa yang mengundangnya. Rania melihat Bondan dan Dina sedang duduk di meja menunggunya.

"Hai Rania! Silahkan duduk!" sapa Bondan.

"Tidak...saya cuma sebentar. Saya lagi kerja, jadi singkat aja. Saya gak bisa!" tegas Rania.

Rania berbalik hendak pergi.

"Tunggu...!" Bondan menghentikannya.

Bondan memberikan sebuah tas berisi pakaian dan sepatu. Rania menatapnya.

"Apa ini?" tanya Rania.

"Ini yang harus kamu pakai, minggu depan kita ke Australia ke tempat Beni dirawat" ucap Bondan dengan lembut.

Rania kesal, dia melemparnya dan menatap Bondan dengan marah.

"Gue udah bilang kalo gue ga nerima pekerjaan dari lu. Gue ga mau! Apa alasan kalian berdua begitu kekeh gue harus kerja ma kalian? HAAAAHHH!" ucap Rania dengan teriakan di ujung kalimatnya.

Bondan tak memandangnya, dia mengalihkan matanya namun berusaha untuk menjawab pertanyaannya. Namun Rania terlalu kesal, dia buru-buru beranjak ingin segera keluar dari sana.

Kali ini Bondan tak menyerah, dia langsung menjawab pertanyaan Rania.

"Ibu mu menerima cek dua ratus lima puluh juta dari ku sebagai imbalan pekerjaan mu yang dibayar dimuka" ucap nya datar.

Rania terhenti, dia terkejut dengan ucapan Bondan hingga air matanya terjatuh. Sesak terasa menyerang dadanya. Bondan dengan tanpa ekspresi mengambil tas yang dia lempar dan mengaitkannya di tangan Rania.

"Aku menginap di HI. Temui aku di sana saat kau siap!" ucap Bondan sambil tersenyum.

Namun Rania tak melihatnya. Matanya masih menatap kosong dengan air mata di sisinya. Menelan ludah dan menahan isak tangisnya. Bondan melihat betapa dia sangat kecewa pada ibunya. Namun melupakan rasa ibanya dan duduk kembali bersama Dina lalu menyeruput kopinya.

Rania pergi, dia melepas apron diambang pintu dapur dan menggantungnya. Semua orang menatapnya dan Yudi heran dengan sikap nya. Nuri bertanya padanya.

"Rania! Lu ga papa?"

Rania diam saja dan mengambil tas nya dari loker. Yudi berteriak padanya.

"Hei...kamu mau kemana?"

Rania berhenti sejenak mendengar suara Yudi, namun dia tak menoleh. Dia melanjutkan langkahnya dan benar-benar pergi. Davin yang hendak masuk juga diterobosnya.

"Hei mau kemana? kenapa tidak kerja?" tanya Davin.

Semua orang heran, Yudi pun tak bisa mendapatkan jawaban. Dia tak bisa keluar untuk mengejarnya. Terpaksa dia harus menahan rasa penasarannya.

Rania tiba di rumahnya dengan mata sembabnya. Isak tangisnya tak tertahan lagi saat dia membuka pintu dan melihat ibu dan adiknya sedang makan.

Ibunya terkejut dan heran, mengapa Rania pulang kerja lebih cepat.

"Loh...ko udah pulang?" tanya Ramadhan.

Rania diam saja sambil berjalan mendekati mereka.

"Kakak kenapa? Kakak nangis?" tanya Ramadhan lagi.

Ibunya berhenti makan dan terdiam. Dia ingat siang tadi Bondan memberikan cek untuk imbalan menjadikan Rania pegawainya.

"Ibu mengambilnya?" tanya Rania.

Isak tangis masih bercampur dengan ucapannya. Ibunya mendengar namun tak merespon. Ramadhan bingung tak mengerti dengan apa yang dibicarakan Rania. Dia hanya menatap mereka berdua secara bergantian.

"Jawab! Ibu menerimanya?" ulang Rania.

Ibu nya menghela nafas dan mencoba menjelaskan, namun Rania bicara lagi.

"Kenapa? Kenapa ibu melakukannya? Rania udah bilang Rania bisa ganti kerugian dua toko itu...." Rania belum selesai mengatakannya. Ibunya menyela ucapannya.

"Apa lu ga ngeraba hati adik lu yang pengen sekolah di sekolah pilot? Uang yang lu pinjem ga bakal cukup kalo ditambah biaya sekolahnya"

Ibunya malah berbalik marah. Rania tak tahan lagi.

"KENAPA CUMA PERASAAN RAMADHAN YANG PENTING? KENAPA PERASAAN RANIA GA PERNAH PENTING BUAT IBU. KENAPA IBU MIKIRIN HARI KEDEPANNYA BAGAIMANA BUAT RAMADHAN SEMENTARA IBU GAK NANYA PEKERJAAN APA YANG BAKAL RANIA HARUS LAKUIN DEMI UANG SEBESAR ITU!" teriak Rania.

Ramadhan terdiam melihat untuk pertama kalinya kakaknya begitu marah, ibunya pun terkejut dengan sikap dan semua pertanyaan Rania. Rania hilang keseimbangan, dia menyandarkan diri ke tembok.

"Aku sempet ragu, apa aku memang benar anak ibu atau bukan. Tapi hari ini, jawaban nya sudah jelas. Ok...ok....ini terakhir kalinya aku akan wujudkan keinginan ibu. Aku pergi. Cuma itu keinginan ibu dari dulu kan?" ucap Rania.

Nada suaranya melemah dan penuh dengan kesedihan. Rasa kecewa terpancar dari raut wajahnya. Rania duduk di sofa yang biasa ia tiduri. Ramadhan masih diam, sementara ibunya menahan tangis untuk menjaga harga dirinya.

Hening datang setelah teriakan Rania tadi, beberapa tetangga mendengar dan penasaran dengan apa yang terjadi. Tak biasanya Rania melawan dan marah.

Rania pergi ke kamar dan mengambil tas besar lalu memasukkan beberapa pakaiannya. Ramadhan menghentikannya dan berusaha membujuknya.

"Kak, kakak mau kemana? Jangan gitu! Ibu ga maksud kayak gitu. Kak....!"

Rania tak bergeming, dia tetap memasukkan pakaian dan barangnya. Lalu Ramadhan melempar tas ke atas lemari agar tak bisa Rania gapai. Dengan lemas Rania mengambil bangku dan kembali mengambil tas besar itu. Ramadhan memeluknya dan memohon

"Adit mohon kak, jangan pergi!" ucapnya sambil menangis.

Sudah lama Rania tak mendengar adiknya menyebut dirinya sendiri dengan nama depannya. Dia selalu ingin di sebut Ramadhan sama dengan nama belakang Rania agar menjadi bayangan yang selalu mengikuti Rania selamanya. Rania menangis mendengarnya.

"Ya, nama lu Aditya Ramadhani. Jadilah diri lu sendiri, jangan mau jadi bayangan gue. Karena gue ga mau dalam hidup gue, justru bayangan gue yang lebih penting" ucap Rania dengan ketus.

Ramadhan memeluk Rania dengan lebih erat, namun Rania melawan dan memaksa tangan Ramadhan untuk melepasnya. Ramadhan pun menyerah, dia keluar dan meminta ibunya untuk menghentikan kakaknya pergi.

Ibunya tak bergeming, bahkan air mata yang seharusnya menetes pun dia tahan sekuatnya. Ibu Vera hanya bisa meremas kedua tangannya bergantian dan menunduk menatap cek di hadapannya.

'gue nuker anak itu dengan cek ini, ga masalah, toh dia bakalan balik lagi setelah beberapa bulan. dia cuma kerja ngurus orang sakit. ga apa-apa kalo dia marah sekarang. nanti juga ga bakalan marah lagi' ucap hati Bu Vera.

Ramadhan duduk menangis bersandar di tembok. Dia tak mau kakaknya pergi, tapi ibunya tak menghalangi sedikitpun.

Rania keluar dari kamar dan langsung pergi tanpa pamit pada ibunya. Sebenarnya tak ada manisnya hidup dengan mereka, Rania selalu merasa lelah dan sedih. Tapi tetap saja hatinya terasa hancur. Tangisnya tak terbendung. Dadanya terasa sesak. Semuanya terasa seperti badai telah menyapu harapannya.

Langkah kakinya terhenti di halte bis. Dia menunggu bis dengan mengusap air matanya. Menghela nafas beberapa kali dan menatap langit yang mulai gelap.

Bis datang, dia naik dan pergi ke restoran. Pergi dari rumah membuat perjalanan ke restoran yang biasanya terasa cepat kali ini terasa sangat lambat. Setiap belokan dan pemandangan terlihat lebih mengingatkan padanya tentang ibu dan adiknya. Namun hatinya berkata,

'untuk apa bertahan di tempat yang sama sekali tak menginginkan mu tinggal. hanya akan menghancurkan hati mu berkeping-keping'

Rania mengendalikan perasaannya dan berusaha untuk tak menangis lagi.

Sampai di restoran dia duduk di atas tasnya menunggu hingga restoran akan tutup. Namun Nuri keluar untuk membuang sampah. Nuri melihat Rania menunduk memeluk lututnya.

"Rania!" seru Nuri.

Nuri duduk dihadapannya yang masih tertunduk.

"Lu kenapa? Kenapa bawa tas?" tanya Nuri khawatir.

Rania menatapnya lalu tersenyum ketir.

"Lu keliatan kacau banget" ucap Nuri mengusap wajahnya.

Yudi yang mencari Nuri, ikut keluar dan melihatnya sedang bicara dengan Rania. Yudi melihat Rania dengan tasnya. Dia bertanya pada diri sendiri apa yang terjadi. Dia melepas apronnya dan memberikannya pada Nuri. Dengan wajah penuh kekhawatiran dia duduk berhadapan dengan Rania. Ditatapnya wajah yang sangat dia sukai saat tidur itu.

"Kenapa? Kau mau kemana?" tanya Yudi.

Rania menunduk dan menangis. Dia tak mau menceritakan apa yang terjadi. Dia harus menjaga agar orang tak berpikiran buruk tentang ibunya. Dia memutuskan untuk tak mengatakannya.

"Aku mau pamit, ga akan kerja lagi di sini. Ada kerjaan yang cukup besar gajinya dan aku harus pergi malem ini. Cuma melow aja, tempat ini udah kayak rumah kedua ku" ucapnya sambil menangis.

Yudi terdiam mendengar bahwa dia mau pamit. Hatinya terasa gusar, dia bahkan belum mengatakan perasaannya. Baru saja dia merasakan hangat dan manis kebersamaannya dengan Rania.

Rania berbohong dengan cerita pada Nuri dihadapannya tentang pekerjaan barunya di luar kota. Kesempatan bagus katanya sedang menghampirinya. Dia bilang berhutang bukan solusi. Dia mengambil keputusan agar semua orang tetap pada tujuan hidupnya.

Yudi hendak menahannya dengan akan mengatakan perasaannya. Namun dia tahu permasalahan perekonomian Rania. Memaksanya mendengar pernyataan cintanya takkan membantunya menyelesaikan masalah. Dia takut malah akan menjadi beban untuk Rania.

Rania tersenyum dan bangkit berdiri.

"Aku pergi. Semoga kalian sukses ya!" ucap Rania.

Nuri menangis, dia menatap Yudi yang ada di sampingnya. Dia menarik pakaian Yudi dan menyuruhnya untuk mencegah Rania.

"Lu ngomong kek, jangan diem aja!" ucap Nuri.

Yudi menggigit sedikit bibirnya lalu mendekati Rania. Dia mengusap air mata Rania dan tersenyum. Isi hatinya berkata.

'jangan pergi! tetaplah di sampingku! aku memang tidak bisa menjanjikan seluruh dunia untuk mu. tapi seluruh hati ku sudah benar-benar milik mu selamanya'

Namun berbeda dengan apa yang dia ucapkan.

"Hati-hati! Sukseslah. Jadilah wanita hebat!" ucap nya.

Rania menahan tangisnya. Dia yang awalnya berharap Yudi mampu menahannya untuk melawan dan menolak pergi, kini tak bisa punya alasan lain lagi untuk bertahan. Pikirnya kedekatannya selama beberapa hari ini hanya sebuah bentuk rasa iba dari seorang chef terhadap anak buahnya.

Rani menghadapi kekecewaan ganda hari ini. Dia mulai mematikan hatinya dan mengendalikan seluruh perasaannya. Dia pergi sambil tersenyum pada Nuri lalu melambaikan tangannya pada mereka berdua.

Yudi meneteskan air mata saat melihat Rania menghilang dari pandangannya. Sekarang, selamanya aku takkan bisa melihatnya lagi.

Nuri melihat air mata Yudi, namun dia malah kesal dan melempar apron milik Yudi ke jalan. Nuri pergi masuk ke dapur restoran. Sementara Yudi masih terdiam menyesali perbuatannya.

Terpopuler

Comments

Yuna

Yuna

suka bab nya panjang 😍

2022-07-08

1

Genyol Kenyol

Genyol Kenyol

kesel ama ramadan tapi pas dia meluk rania sambil nangis jadi ikutan nangis😭😭

2022-06-10

3

Lek "A"

Lek "A"

😭😭sedih banget

2022-06-02

3

lihat semua
Episodes
1 1
2 2
3 3
4 4
5 5
6 6
7 7
8 8
9 9
10 10
11 11
12 12
13 13
14 14
15 15
16 16
17 17
18 18
19 19
20 20
21 21
22 22
23 23
24 24
25 25
26 26
27 27
28 28
29 29
30 30
31 31
32 32
33 33
34 34
35 35
36 36
37 37
38 38
39 39
40 40
41 41
42 42
43 43
44 44
45 45
46 46
47 47
48 48
49 49
50 50
51 51
52 52
53 53
54 54
55 55
56 56
57 57
58 58
59 59
60 60
61 61
62 62
63 63
64 64
65 65
66 66
67 67
68 68
69 69
70 70
71 71
72 72
73 73
74 74
75 75
76 76
77 77
78 78
79 79
80 80
81 81
82 82
83 83
84 84
85 85
86 86
87 87
88 88
89 89
90 90
91 91
92 92
93 93
94 94
95 95
96 96
97 97
98 98
99 99
100 100
101 101
102 102
103 103
104 104
105 105
106 106
107 107
108 108
109 109
110 110
111 111
112 112
113 113
114 114
115 115
116 116
117 117
118 118
119 119
120 120
121 121
122 122
123 123
124 124
125 125
126 126
127 127
128 128
129 129
130 130
131 131
132 132
133 133
134 134
135 135
136 136
137 137
138 138
139 139
140 140
141 141
142 142
143 143
144 144
145 145
146 146
147 147
148 148
149 149
150 150
151 151
152 152
153 153
154 154
155 155
156 156
157 157
158 158
159 159
160 160
Episodes

Updated 160 Episodes

1
1
2
2
3
3
4
4
5
5
6
6
7
7
8
8
9
9
10
10
11
11
12
12
13
13
14
14
15
15
16
16
17
17
18
18
19
19
20
20
21
21
22
22
23
23
24
24
25
25
26
26
27
27
28
28
29
29
30
30
31
31
32
32
33
33
34
34
35
35
36
36
37
37
38
38
39
39
40
40
41
41
42
42
43
43
44
44
45
45
46
46
47
47
48
48
49
49
50
50
51
51
52
52
53
53
54
54
55
55
56
56
57
57
58
58
59
59
60
60
61
61
62
62
63
63
64
64
65
65
66
66
67
67
68
68
69
69
70
70
71
71
72
72
73
73
74
74
75
75
76
76
77
77
78
78
79
79
80
80
81
81
82
82
83
83
84
84
85
85
86
86
87
87
88
88
89
89
90
90
91
91
92
92
93
93
94
94
95
95
96
96
97
97
98
98
99
99
100
100
101
101
102
102
103
103
104
104
105
105
106
106
107
107
108
108
109
109
110
110
111
111
112
112
113
113
114
114
115
115
116
116
117
117
118
118
119
119
120
120
121
121
122
122
123
123
124
124
125
125
126
126
127
127
128
128
129
129
130
130
131
131
132
132
133
133
134
134
135
135
136
136
137
137
138
138
139
139
140
140
141
141
142
142
143
143
144
144
145
145
146
146
147
147
148
148
149
149
150
150
151
151
152
152
153
153
154
154
155
155
156
156
157
157
158
158
159
159
160
160

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!