4

Rania turun di rumah sakit, Nuri melambaikan tangannya dari bis. Rania berjalan menuju lobi, dia melihat Pak Maman juga sedang ada di sana. Rania mengejarnya, dia takut Pak Maman datang untuk membicarakan kepastian ganti rugi.

"Pak Maman!" seru Rania.

Dia menarik tangan Pak Maman sebelum masuk ke ruangan ibunya. Pak Maman terkejut, namun langsung ikut setelah tahu yang menariknya adalah Rania.

Nafas Rania tersengal, dia berusaha untuk bicara.

"Bapak.... Maaf Rania nyegat Bapak di sini. Ibu masih sakit, Rania belum bilang apa-apa. Tapi Rania janji Rania ganti, pasti ganti. Tolong jangan kasih tau dulu sama ibu!" pinta Rania yang bicara terus tanpa henti.

Pak Maman menghela, dia tersenyum.

"Gue mau nengok Ibu lo. Ini bawa sumbangan dari temen pedagang yang lain!"

jelas Pak Maman sambil menunjukkan amplop juga buah yang dibawanya. Rania pun meringis karena malu.

"Hehe...maaf ya Pak. Silahkan Bapak masuk aja. Ada Ramadhan" ucap Rania.

"Lah elu ga masuk?" tanya Pak Maman heran.

"Baru nyampe mau duduk dulu di disini!" jawab Rania dengan cepat-cepat duduk.

"Oh...ya udah. Gue masuk ya!"

"Iya Pak!"

Rania duduk dan bersandar di kursi.

Ramadhan keluar hendak mengadu bahwa Pak Maman datang untuk menagih. Tapi Rania langsung bereaksi dengan berisyarat agar Ramadhan cepat pulang dan istirahat.

"Ok...kak!" bisik Ramadhan.

Rania kembali menyandarkan punggungnya di kursi. Tak lama kemudian Pak Maman keluar dan pamit padanya. Rania berdiri dan tersenyum.

"Makasih ya Pak!" ucap Rania.

Pak Maman hanya menepuk bahu Rania lalu pergi dengan ekspresi kecewa dan kasian. Namun Rania tak memperhatikannya, dia berjalan perlahan dan mengintip di sisi pintu untuk mengecek keadaan ibunya. Ibunya sedang kesusahan hendak berdiri seperti hendak ke kamar mandi.

Rania berjalan perlahan dan mengikutinya. Saat ibunya berjalan, sakit dikakinya tak bisa dia tahan karena topangannya lumayan jauh. Rania langsung memegang lengan dan tubuh ibunya yang mau terjatuh.

Wajah Rania yang dekat ditatap ibunya yang terkejut mengira dia akan jatuh. Teringat dengan ucapan Pak Maman saat dia menyalahkan Rania atas habisnya uang tabungan mereka, ibunya meneteskan air mata. Rania tak menatapnya, dia membantu ibunya dengan penuh kelembutan ke kamar mandi. Rania menunggunya hingga selesai juga mengantarnya sampai kembali berbaring di ranjang tanpa sedikit pun bicara.

Rania memakaikan selimut pada ibunya.

"Ibu sudah minum obat?" tanya Rania tanpa menatapnya.

"Sudah, Ramadhan yang kasih!" jawab ibunya sambil menatap raut wajah Rania.

"Oh...!" ucap Rania.

Rania berbalik hendak pergi ke luar. Ibunya tiba-tiba bicara.

"Lu tau kan tau kalo adek lu ga dapet kasih sayang bapak sejak kecil. Bukannya ngebeda-bedain, cuma....!" belum sempat Ibunya selesai bicara Rania berbalik.

"Ya, Rania tau, ibu istirahat biar cepet sembuh. Rania mau nyari minum buat Rania" ucap Rania sambil tersenyum.

Rania pergi keluar dan duduk di kursi sambil menangis tanpa suara, ibunya terdiam dan hanya bisa menatap langit langit ruangan itu. Jelas terdengar ucapan Pak Maman yang begitu membela Rania atas amarahnya.

"Lu tau? Ada dua toko yang juga ancur gara-gara kompor lu yang meledug dan mereka minta ganti rugi. Cuma jaminan dari anak perempuan lu mereka baru mau pergi setelah nunggu lama pas lu operasi. Lu jangan nyalahin anak lu, dia udah berusaha jadi anak yang baik buat lu. Kalo lu nuntut hal yang lebih, yang lu dapet cuma bakal kehilangan. Gue kesel denger lu marah terus ma dia. Nyesel gue kemari!" ucap Pak Maman saat itu.

Ibu Vera memang merasa bahwa sikapnya pada Rania terlalu kasar. Tapi entah karena apa atau asalan seperti apa yang membuatnya mengabaikan Rania meskipun Rania begitu menjadi anak berbakti baginya.

Suara suara di rumah sakit malam itu terasa tak terdengar oleh mereka. Rasa sedih, merasa bersalah dan kecewa bercampur aduk. Perasaan yang sulit digambarkan, seorang ibu yang tak bisa adil memberikan kasih sayang dan seorang anak yang bertahan dengan situasi ini bertahun-tahun dengan penuh harapan bahwa akan ada perubahan yang baik terjadi.

Ke esokan harinya.

Rania pergi ke kantin rumah sakit setelah selesai membantu ibunya berseka (mandi dengan hanya di lap). Dia merasa lapar dan langsung memesan nasi kuning. Namun saat dia hendak makan, Bondan dan Dina datang menghampirinya.

Rania menatap mereka yang sama sekali tak dia kenal. Namun Rania sedikit mengingat wajah Bondan yang terasa pernah berpapasan dengannya. Rania ingat dan membulatkan matanya. Bondan duduk di depannya di susul Dina di sampingnya.

"Hai...!" sapa Bondan.

Rania tersenyum dan membalas sapaannya.

"Hai! Ada perlu apa ya?" tanya Rania.

"Aku Bondan Atmajaya, ini Dina Lestari assisten ku" Bondan memperkenalkan diri.

"Rania" jawab Rania sambil membalas salaman tangan Bondan.

Bondan menatap wajah Rania dengan mendalam, yang dia ingat bukan wajah nya yang sangat mirip dengan Dila, tapi wajah sendunya saat setelah dahinya dilempar gelas oleh ibunya. Bondan mengalihkan pikirannya, dia mengingat kembali tujuannya kesana.

"Kami ingin menawarkan sebuah pekerjaan padamu!" ucap Bondan.

Rania heran, pekerjaan apa dan dari mana mereka tahu tentang dirinya. Lalu mengapa menawarkan padanya. Semua pertanyaan itu muncul dalam benaknya, namun dia hanya bisa tersenyum heran.

Sebelum Rania menjawab, Dina sudah menyodorkan sebuah foto. Rania membulatkan matanya saat melihat wanita yang ada di foto.

'Siapa dia? Cantik sekali!' ucap hatinya.

Rania memandang Dina dan Bondan bergantian sambil makan.

"Siapa kalian? Saya ga kenal kalian, kenapa saya maksudnya....!" belum selesai Rania bicara Bondan sudah menyela ucapannya.

"Saya mau kamu berpura-pura menjadi gadis yang ada di sini untuk beberapa bulan kedepan!" jelas Bondan sambil menunjuk ke foto di meja itu.

Rania terdiam, dia meletakkan sendoknya dan tersenyum.

"Tunggu...saya sama sekali ga ngerti. Kenapa kalian menawarkan pekerjaan, saya sedang bekerja di sebuah restoran dan sedang tidak mencari pekerjaan lain. Lalu kenapa juga kalian minta saya pura-pura jadi orang ini? Kalian mau saya operasi plastik gitu? Dia sangat cantik, putih mulus dan bergaya. Tidak...tidak...bukan itu pertanyaannya. Kalian siapa?" oceh Rania yang masih tak mengerti.

"Sudah ku bilang Kak, ini terlalu mengejutkan baginya!" ucap Dina.

"Makanlah dulu, aku akan menceritakan sambil kau makan!" ucap Bondan sambil mengedipkan matanya.

Rania tak peduli, dia sedang kelaparan. Dia pun makan. Bondan mulai bercerita.

"Gadis ini bernama Dila Aryani Subagja, pacar adik ku yang bernama Beni Atmajaya" ucap Bondan.

"Lalu!" sela Rania sambil mengunyah.

Bondan tersenyum melihat gayanya yang tak peduli.

"Dia mencampakkan adik ku begitu saja lalu pergi ke Amerika" lanjut Bondan.

"Wahhh...kasian sekali!" Rania berkomentar.

Dina menjadi sinis pada Rania karena Bondan terlihat menyukai respon acuhnya.

"Ya...kasian. Adikku berkali-kali mencoba bunuh diri karena hal itu. Aku mau kamu jadi Dila Aryani Subagja sampai Beni pulih kembali!" ucap Bondan sambil menatapnya.

Rania berhenti makan, dia minum dan mulai serius bicara.

"Saya ikut sedih denger keadaan adik anda, tapi maaf, sejak awal anda minta saya dan tanpa denger cerita sedih itu, saya akan menjawab tidak dan tetap tidak!" ucap Rania.

Dia berdiri dan merapikan piringnya, hendak dia berikan pada pedagang nya. Bondan ikut berdiri dan menahan kepergiannya.

"Kamu lagi butuh uang banyak. Untuk biaya rumah sakit dan ganti rugi toko yang rusak karena kebakaran toko ibu kamu kan?" ucap Bondan.

Dina menghela dan tak menyangka Bondan mengetahui dan mengatakan hal itu. Rania berbalik dan menatap Bondan.

"Anda tidak bisa mengintimidasi saya karena kebutuhan saya. Lagipula saya punya cara sendiri untuk mendapatkan uang. Saya gak perlu jadi orang lain untuk itu!" jelas Rania dengan nada bicara formal seperti Bondan dan Dina.

Dina menatap Rania, dia tak menyangka juga Rania tetap akan menolaknya. Dia juga terkejut dengan nada bicara Rania yang sama persis dengan Dila saat bicara formal. Dengan menatap Bondan dia mengerti mengapa Bondan begitu mau Rania menjadi Dila.

Rania meninggalkan mereka.

"Kak Bondan tak berusaha meyakinkannya?" tanya Dina.

"Jangan sekarang, gue punya cara lain!" ucap Bondan yakin.

Dina mengangkat bahu saat Bondan pergi terlebih dulu, pikirnya entah apa yang akan dilakukan Bondan, dia hanya akan tetap mendukung. Bukan hanya karena dia assistennya tapi juga karena dia sangat menyukai Bondan.

Mereka pergi juga dari sana.

Rania kembali ke ruangan ibunya, di sana sudah ada Ramadhan sedang dibelai rambutnya. Rania terdiam diambang pintu. Ibu melihatnya lalu memindahkan tangannya ke ranjang. Ramadhan berbalik ke arah Rania lalu tersenyum. Senyuman yang terlihat mengejek di mata Rania selama bertahun-tahun ini, meskipun entah bagaimana sebenarnya arti senyuman itu.

Rania menghela nafas dan mengambil tasnya.

"Rania kerja dulu Bu!" pamitnya.

"Kak, mana nasi kuning buat Ramadhan?" tanya Ramadhan.

Rania berhenti dan merogoh saku jeansnya.

"Ini, beli sendiri!" ucap Rania sambil menaruh uang di tangan Ramadhan.

Rania pergi, terdengar Ramadhan kembali mengobrol dengan ibunya.

Kali ini Rania pulang ke rumah dulu untuk mengganti pakaian. Dia juga harus mengurus beberapa dokumen untuk mengajukan pinjaman ke Bank untuk mengganti biaya kerusakan toko-toko itu.

Sampai di rumah, keadaannya sangat berantakan. Selama tiga hari dia tak pulang, dia menghela nafas dan merasa sudah lelah dengan melihatnya saja. Namun tetap saja dia harus merapikannya.

Semenjak ayahnya meninggal, Rania sudah sangat mandiri. Saat itu selain harus belajar sambil mengasuh adiknya, dia juga terbiasa merapikan rumah sendiri. Meski awalnya karena terpaksa sebab saat pulang ibunya langsung memarahinya karena rumah yang berantakan. Hingga kini hal itu masih terus terjadi. Rania melakukannya karena semua nya menjadi tanggung jawabnya, tak ada yang lainnya.

Selesai merapikan rumah, Rania juga sudah menyiapkan berkas dan hendak mampir ke Bank untuk pengajuan. Dengan mengambil nafas panjang, dia melangkah ke luar rumah. Gadis dengan penuh harapan di setiap keputusan yang akan diambilnya.

Tiba di Bank, Rania bertemu dengan Yudi. Mereka saling bertatapan. Yudi melihat map yang dibawanya. Rania tersenyum dan berucap akan mengajukan pinjaman tanpa suara. Yudi mengerti lalu tersenyum.

Yudi menunggunya di luar dengan motornya. Rania keluar dari bank setelah selesai. Saat melihat Yudi masih menunggu, dia langsung gugup.

'Apa ini? Apa dia nungguin gue? Waduh bisa salah tingkah ini. Aduh deg deg an nih!' ucap hati Rania.

Rania berpura-pura tak melihatnya dan hendak menyebrang untuk naik bis. Namun Yudi memanggilnya.

"Hei...jangan pura-pura gak lihat!" seru Yudi.

Rania berhenti dan tersenyum malu. Yudi melihatnya dan bicara dalam hati.

'Seneng pasti dia!'

"Ayo, dah berapa hari ga ada yang nraktir cappucino dingin nih!" canda Yudi.

Rania berjalan menghampiri dan berkomentar.

"Iya juga ya, kangen ya!" ucap Rania bercanda.

Yudi membulatkan matanya.

"Kangen ditraktir!" lanjut Rania memperbaiki kalimatnya.

Yudi tersenyum lagi.

"Ayo! Aku tahu tempat bagus" ajak Yudi sambil memberikan helm yang diambilnya dari bagasi motor.

Rania dengan sigap menerima dan memakainya. Mereka pergi ke sebuah kafe dekat dengan aliran sungai, The Cafee. Tiba di tempat Rania turun dan terdiam kagum oleh dekorasi kafe yang indah. Meski dia kesulitan membuka helm dia tetap fokus pada kafe.

Yudi juga turun menyimpan helmnya, namun langsung terdiam melihat wajah Rania yang sedang mengagumi kafe itu. Dia pun membukakan helm untuk Rania sambil menatap kepolosannya.

Yudi merasa bodoh karena selama ini dia sudah menolak perasaan Rania yang memiliki paras yang cantik. Wajah yang tetap manis meski tanpa make up. Dia merasa baru sadar bahwa Rania sangat manis setelah beberapa hari ini dekat dengannya.

"Duduk di sana aja ya?" ucapan Rania membangunkannya dari lamunan.

Yudi tersenyum salah tingkah. Dia pun mengangguk dan ikut langkah Rania. Mereka duduk dekat jendela yang menghadap aliran sungai. Pemandangannya begitu segar dan asri.

"Dulu aliran sungainya belum sebagus ini. Sekarang bagus banget!" ucap Rania.

"Ya, dulu ga gini!" balas Yudi.

Seorang pelayan datang menawarkan menu. Rania langsung pesan minuman kesukaan Yudi dan dirinya.

"Pesan Cappucino dingin dua!" pinta Rania.

Yudi tersenyum, Rania membulatkan matanya. Dia lupa tak menanyakan terlebih dahulu apa yang ingim dipesan Yudi.

"Kamu hafal banget minuman kesukaan ku!" ucap Yudi.

Rania malu dan tersenyum. Ya, senyuman menghiasi wajah mereka hari itu.

Sambil menunggu pesanan, Yudi menanyakan perihal keperluannya di Bank.

"Jadi, pengajuan itu ...untuk ganti rugi?" tanyanya.

"Iya, ada dua toko yang rusak berat. Sebelum ibu tahu Rania mau semuanya udah beres. Tinggal bayar tiap bulannya" jelas Rania sambil mengangguk.

"Lalu bagaimana sekolah adik mu?" tanya Yudi.

Hal yang sebenarnya tak pernah Rania pikirkan. Terlewati begitu saja setelah melihat keadaan ibunya, juga situasi yang menekannya untuk mengganti rugi. Rania terdiam baru sadar apa yang terlewat.

"Iya ya, gak kepikiran sama sekali" jawab Rania sambil menyeruput Cappucinonya.

"Kamu amnesia gara-gara ditimpuk gelas!" canda Yudi.

Rania terdiam, namun kembali tersenyum setelah melihat senyuman Yudi. Hari ini dia tak mau memikirkan hal yang lain, dia hanya mau berdua saja dengan Yudi, orang yang dia suka. Entah apa yang membuat Yudi bisa begitu dekat dengannya. Rania tak peduli, dia sangat senang mulai dekat dengannya.

Candaan demi candaan dilontarkan. Mereka menghabiskan minuman dan pergi ke restoran bersama. Semua mata tertuju pada mereka saat turun dari motor. Terlebih mereka berdua masih tertawa dan saling bercanda.

Saat Yudi berbalik, dia baru sadar semua orang membicarakannya. Rania ikut terdiam. Mereka saling bertatapan lalu berjalan sendiri sendiri. Yudi masuk ke ruang ganti dan memakai apron, sementara Rania langsung mengambil apron nya di dekat pintu keluar. Mereka bersikap normal seperti biasanya. Teman kerja mereka terheran, namun beberapa orang mengerti dan ikut bahagia dengan sikap mereka jika benar menjalin hubungan.

Terpopuler

Comments

Senajudifa

Senajudifa

like 🌹🌹jg favorit untmu thor

2022-07-22

1

lihat semua
Episodes
1 1
2 2
3 3
4 4
5 5
6 6
7 7
8 8
9 9
10 10
11 11
12 12
13 13
14 14
15 15
16 16
17 17
18 18
19 19
20 20
21 21
22 22
23 23
24 24
25 25
26 26
27 27
28 28
29 29
30 30
31 31
32 32
33 33
34 34
35 35
36 36
37 37
38 38
39 39
40 40
41 41
42 42
43 43
44 44
45 45
46 46
47 47
48 48
49 49
50 50
51 51
52 52
53 53
54 54
55 55
56 56
57 57
58 58
59 59
60 60
61 61
62 62
63 63
64 64
65 65
66 66
67 67
68 68
69 69
70 70
71 71
72 72
73 73
74 74
75 75
76 76
77 77
78 78
79 79
80 80
81 81
82 82
83 83
84 84
85 85
86 86
87 87
88 88
89 89
90 90
91 91
92 92
93 93
94 94
95 95
96 96
97 97
98 98
99 99
100 100
101 101
102 102
103 103
104 104
105 105
106 106
107 107
108 108
109 109
110 110
111 111
112 112
113 113
114 114
115 115
116 116
117 117
118 118
119 119
120 120
121 121
122 122
123 123
124 124
125 125
126 126
127 127
128 128
129 129
130 130
131 131
132 132
133 133
134 134
135 135
136 136
137 137
138 138
139 139
140 140
141 141
142 142
143 143
144 144
145 145
146 146
147 147
148 148
149 149
150 150
151 151
152 152
153 153
154 154
155 155
156 156
157 157
158 158
159 159
160 160
Episodes

Updated 160 Episodes

1
1
2
2
3
3
4
4
5
5
6
6
7
7
8
8
9
9
10
10
11
11
12
12
13
13
14
14
15
15
16
16
17
17
18
18
19
19
20
20
21
21
22
22
23
23
24
24
25
25
26
26
27
27
28
28
29
29
30
30
31
31
32
32
33
33
34
34
35
35
36
36
37
37
38
38
39
39
40
40
41
41
42
42
43
43
44
44
45
45
46
46
47
47
48
48
49
49
50
50
51
51
52
52
53
53
54
54
55
55
56
56
57
57
58
58
59
59
60
60
61
61
62
62
63
63
64
64
65
65
66
66
67
67
68
68
69
69
70
70
71
71
72
72
73
73
74
74
75
75
76
76
77
77
78
78
79
79
80
80
81
81
82
82
83
83
84
84
85
85
86
86
87
87
88
88
89
89
90
90
91
91
92
92
93
93
94
94
95
95
96
96
97
97
98
98
99
99
100
100
101
101
102
102
103
103
104
104
105
105
106
106
107
107
108
108
109
109
110
110
111
111
112
112
113
113
114
114
115
115
116
116
117
117
118
118
119
119
120
120
121
121
122
122
123
123
124
124
125
125
126
126
127
127
128
128
129
129
130
130
131
131
132
132
133
133
134
134
135
135
136
136
137
137
138
138
139
139
140
140
141
141
142
142
143
143
144
144
145
145
146
146
147
147
148
148
149
149
150
150
151
151
152
152
153
153
154
154
155
155
156
156
157
157
158
158
159
159
160
160

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!