YAYA(?) and THE HOT NEWS

[YAYA(?) and THE HOT NEWS]

Di ZHS diberlakukan 2 kali jam istirahat, yang pertama yaitu pukul 09:00 tepat setelah jam pembelajaran usai menjelang masuknya jam ekskul. Dan yang kedua yaitu pukul 13:45 disela kegiatan studi wawasan. Untuk kantin, ZHS punya 6 kantin yang letaknya saling berjauhan. 4 kantin untuk masing-masing tingkatan, satu untuk kantin guru dan satu lagi merupakan kantin umum yang bebas dikunjungi siapapun dari seluruh penjuru ZHS.

Pagi ini menjelang jam ekskul nanti, Panji memilih untuk menghabiskan waktu istirahat di kantin umum. Seperti dugaan, kantin tersebut cukup ramai. Yang mana pengunjungnya beraneka ragam, tampak dari seragam yang dipakai menunjukan dari tingkat berapa saja mereka. Juga ada beberapa guru yang bergabung bersama para murid, saling berbaur. Di kantin umum ada aturan khusus dimana semua orang disamaratakan disini. Semua berbaur jadi satu, tidak ada batasan guru-murid, senior-junior atau apalah itu. Bahkan kadang kepala sekolah saja ikut main kartu di pojok kantin bersama beberapa guru dan murid lainnya. Mungkin karena itulah tempat ini menyenangkan bagi sebagian besar orang, sebagian lagi tidak suka karena bising. Termasuk yang salah satunya yang tidak suka bising adalah Panji. Kalau bukan karena ada pesan masuk di ponselnya yang meminta ia datang, ia tidak akan mau menginjakkan kaki ditempat yang rusuh seperti ini.

Lokasi kantin umum sendiri tidak bisa dibilang sebagai sebuah ruangan karena tidak ada sekat dinding yang membatasi setiap sisinya. Ditambah lagi atap transparan di atasnya membuat suasana kantin itu benar-benar terlihat terbuka. Kantin itu luas dan lapang dengan pilar-pilar besar berjajar membelah tengah kantin. Pohon-pohon besar nan rimbun mengelilingi kantin yang terletak di tengah kawasan ZHS itu, beberapa diantaranya ada yang sedang berbunga dan berbuah. Wajar jika tempat ini banyak diminati.

Panji menyusuri tempat itu, tidak memesan makanan. Ia berjalan dengan mata terkunci pada meja di dekat pilar paling ujung dari arah dia datang. Tampaknya ada sedikit cekcok yang tengah terjadi disana, tapi siapa yang peduli dengan kericuhan kecil itu?

"Belagu amat jadi cewek, tinggal kasih nomor ponsel doang elah!"

Sekumpulan anak laki-laki tingkat IV duduk mengerubungi seorang siswi yang juga sama-sama tingkat IV. Meja hanya diisi oleh makanan milik siswi tersebut sementara kursi di sekitar penuh oleh para lelaki itu.

Panji meraih tangan salah satu dari mereka yang berniat menyentuh siswi tersebut, yang mana hal tersebut mencuri perhatian semua orang dimeja itu. Terlebih lagi siswa yang Panji cengkraman tangannya mengaduh kesakitan. Teman-teman siswa itu pun protes tidak terima temannya dibegitukan. Tapi apa peduli Panji?

Siswi ber-name tag Siena Arcaya Yusra itu melepas cengkraman Panji dari siswa yang mengganggunya. Tidak juga mengganggu menurut Siena, mereka teman sekelasnya yang memang suka bersikap blak-blakan tapi tau batasan. Mereka orang yang cukup menyenangkan.

"Eh, siapa nih bocah? Kenal, Na?"

"Mingkem kalau gak mau ginjal lu dipreteli satu-satu!" Peringat Siena karena alarm tanda bahaya sudah menyala dari mata elang Panji.

Benar saja, teman-teman sekelas Siena itu merinding ngeri atas tatapan mensuk Panji yang menghujat terang-terangan ke arah mereka. Lelaki yang duduk di samping Siena menjauh, takut ginjalnya benar-benar dipreteli satu-satu.

Panji mengambil tempat disamping Siena, ia duduk dengan wajah ditekuk masam. Sesekali melempar tatapan membunuh kepada para siswa tingkat IV itu. Yang mana hal tersebut mengundang perhatian beberapa orang disekitar mereka karena seragam Panji yang mencolok sendirian, selain karena ia satu-satunya siswa tingkat II di meja itu juga karena dia satu-satunya siswa kelas Zero yang ada dikantin tersebut. Di ZHS memang mudah membedakan seseorang dari tingkat dan kelas mana, tinggal lihat dari seragam mereka dan kalian akan langsung tau. Disini kelas Zero alias kelas II Bahasa 00 memang seragamnya berbeda dengan kelas II Bahasa lainnya, jadi ia tampak beda sendiri disana karena memang tidak ada teman sekelas Panji yang berada di kantin umum hari ini.

"Gak pesen makan?" Tanya Siena pada Panji yang kini sibuk dengan ponsel mengabaikan ia dan teman-teman sekelasnya.

Panji menjawab dengan gelengan.

Teman Siena yang bernama Arka berbisik pada Moreo disebelahnya, "Disini yang senior kita apa dia sih?"

"Kedewasaan tidak memandang umur bre!" Moreo balas berbisik.

"Emang kalau lebih dewasa kudu disembah gitu?" Jordan disamping Arka ikut dalam bisik-bisik teman-temannya itu.

"Kok jadi nyembah sih bre, gak nyambung otak lo!" Yogi disampingnya Moreo juga ikut dalam alur perbisikan mereka.

"Ya, abis tampangnya udah kayak berhala aja bre. Ngeri."

Keempat lelaki itu mengangkat kepala bersamaan menatap tampang 'berhala' Panji. Yang mana orang yang ditatap itu tengah sibuk sendiri, dengan aura-aura hitam melayang di sekitarnya yang menyiratkan 'Jangan Ganggu'.

"Kalau berhala tampangnya begini, fix mah bakal banyak cewek yang rela sesat bre," komentar Moreo.

"Pesugihan bakal rame kalau gitu ceritanya," Arka ikut menambahkan.

Jordan menggaruk pelipis tidak bisa menebak ke arah mana pembicaraan teman-temannya. Memang diantara mereka berempat, Jordanlah yang otaknya paling lemot.

Panji mengangkat wajah menghujamkan tatapan mautnya pada keempat lekaki itu yang mana membuat mereka bagai kucing yang di-ciluk-ba-in anjing. Dan tatapan membunuh itu diputus oleh Siena dengan mengambil alih perhatian Panji. Siena mengajak Panji mengobrol yang hanya ditanggapi dengan anggukan, gelengan atau deheman sementara teman-temannya mengelus dada, kena mental.

"Tiada tanding bre, Nana dikacangin abis!" Cetus Yogi masih dengan bisik-bisiknya, namun karena suara aslinya yang lantang mau berbisik pun percuma. Terbukti saat Panji menoleh dengan tampang lebih sangar lagi membuat ia dan ketiga temannya kena mental berkepanjangan.

"Nana?" Suara Panji terdengar seperti menahan geraman, ia mempertanyakan perihal panggilan yang digunakan oleh Yogi.

"Lo gak tau? Itu yang disebelah lo namanya Siena, biasa dipanggil Nana." Dengan baik hati sedikit merinding ngeri Jordan menjelaskan yang mana mendapat pelototan tajam dari teman-temannya. Ia justru menatap bingung pada mereka seolah bertanya, 'Loh, kalian kenapa?'.

Siena menepuk-nepuk kepala Panji entah apa tujuannya, "Yang lain juga manggil gitu, kok. Guru-guru juga." Ia tersenyum hingga cekung pipinya terlihat, sontak membuat empat makhluk di hadapannya terpesona.

Tatapan menghakimi Panji tertuju pada Siena, ia memicing tidak suka. Entah bagian mana juga yang membuat ia terusik. Panji memang sulit ditebak, tapi Siena tau apa yang membuat Panji terganggu.

"Tapi, yang manggil Yaya cuma Aksa doang."

Sepertinya ucapan Siena cukup ampuh memadamkan alarm tanda bahaya yang berdering dari Panji. Lelaki itu bisa tenang dan kembali lagi pada ponselnya.

"Na, bagi nomornya dong! Pelit amat," pinta Jordan saat kembali teringat dengan tujuannya duduk disini tadi. Namun ternyata itu suatu kesalahan fatal yang mana membuat Panji langsung berdiri menarik Siena keluar dari area kantin tersebut.

Jordan dan tiga temannya hanya mampu memandang dari tempat mereka duduk Siena yang ateng digandeng oleh Panji. Yang paling nelangsa adalah Jordan karena sedari awal ide mendekati Siena itu tercetus dari dirinya, Moreo, Arka dan Yogi hanya ikut-ikutan saja. Jelaslah kalau Jordan itu naksir Siena, Sang Murid Baru dikelasnya. Aneh juga dengan kepindahan Siena minggu lalu mengingat ZHS tak pernah sekalipun menerima murid pindahan, apalagi ini murid tingkat IV.

Sementara itu Panji tidak melepas tangan Siena sedetik pun seakan takut hilang. Mereka menyusuri koridor yang semakin lama semakin sepi. Kebanyakan murid lainnya berada dikantin dan ada yang sudah menuju ruang ekskul masing-masing.

Di persimpangan koridor depan Panji sudah akan melangkah ke kanan, tapi ia terhenti sebentar lalu mengubah arah ke arah kiri. Siena penasaran, sambil terus berjalan ia menoleh pada lorong kanan. Disana terdapat dua orang yang saling berpelukan, awalnya hanya Si Lelaki yang memeluk namun kemudian Si Perempuan ikut menaikkan sepasang lengannya membalas pelukan lelaki tersebut. Sampai Panji kembali membawanya menuju belokan berikutnya dan Siena tak bisa lagi melihat kelanjutan pelukan dua orang tadi.

"Siapa?" Siena bertanya sambil menatap Panji disampingnya yang hanya fokus ke depan. Panji berhenti, beralih menghadap Siena yang menunggu jawaban walau mungkin ia sudah bisa menebak apa yang terjadi.

"Lapar."

"Eh?"

"Aku lapar."

Siena tersenyum sampai matanya menyipit, sudut bibirnya berkedut menahan umpatan. Ia kira Panji akan menjawab pertanyaannya, ternyata anak itu terlampau tidak bisa ditebak. Pada akhirnya Siena hanya bisa menyabarkan diri dalam hati, 'Untung sayang,' batinnya.

"Mau ke kantin?"

Panji mengangguk, "Tunggu. Aku beli roti."

"Oh..." Siena tidak sadar kalau mereka sudah berdiri di pintu masuk ke kantin tingkat II, "... Okey!" Jawabnya kemudian.

Siena duduk dikursi panjang di koridor tersebut sambil memainkan ponselnya. Sesekali ada murid yang melintas atau keluar masuk kantin. Setelah jeda beberapa detik ada lagi yang datang dari arah yang sama dengan kedatangan Siena dan Panji tadi. Awalnya tidak tertarik, tapi saat siluet dua orang yang baru datang itu tertangkap ekor matanya Siena jadi menoleh. Ia mendapati dua orang yang tadi saling berpelukan di koridor ujung sana, kalau tidak salah tepatnya di depan ruang khusus Ketua Dewan Siswa.

Panji keluar dari kantin tepat saat dua orang itu akan masuk ke dalam yang mana membuat mereka nyaris bertabrakan. Panji bergeser dan berlalu begitu saja, ia kembali meraih tangan Siena untuk ia gandeng pergi mencari tempat makan yang pas untuk dirinya.

<<<<<<<<<<<<<<<<

Lima belas menit sebelum studi wawasan dimulai, artinya di penghujung jam bebas, Alena diminta Panji untuk datang ke kolam ikan hias milik sekolah tempat Alena menemukan Panji yang 'kabur' dari gedung Astronomi beberapa waktu lalu. Tak biasanya Panji meminta bertemu, karena pertemuan mereka sebelumnya kebanyakan karena tidak sengaja dan karena Alena sendiri yang meminta. Lagipula, Alena memang ingin bertemu karena ada yang ingin ia tanyakan.

Panji datang beberapa detik setelah Alena sampai. Dia tampak lebih segar dengan sweater bewarna toska pucat yang membungkus seragam berupa kemeja putih panjang lengannya. Panji tampak meneliti seluruh tubuh Alena dari atas ke bawah lalu bawah ke atas seperti sedang mencari sesuatu. Kemudian ia menghela nafas membuat Alena mengecek penampilannya sendiri melihat apa ada yang salah.

Tidak ada yang aneh dari Alena sehingga ia memutuskan bertanya pada Panji. Tapi belum sempat bicara, Panji sudah lebih dulu memangkas jarak. Hanya hitungan detik hingga tubuh Alena masuk dalam dekapannya. Tubuh Alena yang hampir sama tinggi dengan Panji, membuatnya lebih nyaman saat menyandarkan kepala di pundak Alena. Ia menghirup sebentar aroma Alena lalu membenamkan wajah di leher gadis itu.

Sementara Alena, "...." Dia wangi.

Panji mempererat kukungan lengannya, tidak bicara dan hanya sibuk mencari posisi ternyaman dalam pelukan itu. Ia menghirup aroma Alena dalam-dalam yang mana juga membuatnya mendapati bau parfum pria melekat di baju Alena. Bau parfum itu yang membuat Panji makin mengeratkan pelukannya.

Sedang Alena menikmati pelukan hangat Panji dan juga bau sabun segar yang menguar dari tubuh lekaki itu. Tangan kirinya melingkar mendekap Panji, sementara tangan kanan ia gunakan untuk memainkan rambut lekaki itu yang ternyata setengah basah.

"Kamu habis mandi, ya?" Tanya Alena disela aktivitasnya merasakan rambut lembab selembut kapas milik Panji. Ia mendengar Panji menjawab dengan gumaman tidak jelas karena sekarang lelaki itu justru sibuk mengecup ringan lehernya.

"Kamu kenapa?"

"Kenapa?"

"Aku nanya duluan Panji."

Panji menjauhkan tubuhnya melepaskan pelukan, "Aku baik," jawabnya atas pertanyaan Alena. "Kenapa?" Tanyanya kemudian bermaksud mempertanyakan mengapa Alena menanyai ia kenapa.

"Kenapa apanya?" Alena balas bertanya, tidak mengerti.

"Aku nanya duluan, Alena."

Alena merotasikan matanya mendapati kalimatnya yang dicopy oleh Panji, "Iya, yang kamu tanya itu maksudnya kenapa apa?" Tuturnya memperjelas.

Panji mengerjab beberapa kali kemudian memeluk Alena lagi. Ia menenggelamkan wajahnya di leher Alena dan berdiam diri setelah itu.

"Tadi... yang bareng kamu pas dari kantin itu siapa?" Tanya Alena agak ragu-ragu. Ia bertemu dengan Panji saat akan ke kantin bersama Regan di jam istirahat sebelum ekskul pagi tadi.

"Mm...." Panji menggumam malas, matanya memberat, ia mengantuk. Seharusnya tadi dia tidak pulang dan mandi yang mana malah mebuat kantuk datang menyerangnya secepat ini.

"Panji aku nanya!"

Panji menarik diri menjauh, "Yaya," jawabnya lalu memeluk Alena lagi. Tapi hanya sebentar Panji melepas pelukannya lagi. Ia kemudian menunjuk almamater yang Alena kenakan, "Jelek, bau." Lalu dilepaskannya almamater itu dari tubuh Alena menyisakan seragam kemeja putih lengan panjangnya. Protesan Alena tidak ia pedulikan dan dengan santai dibuangnya alamamater khas anggota Dewan Siswa itu sembarangan ke tanah. Lalu tanpa rasa bersalah ia kembali mendekap Alena dengan sepasang lengannya.

"Panji, kok dibuang? Itu jadi kotor, mana nanti aku ada rapat lagi!" Protes Alena ingin mengambil almamater miliknya tapi malah tidak bisa bergerak karena kukungan lengan Panji.

"Bau!" Ketus Panji dengan dagu bersandar di bahu Alena, matanya mengerjab-ngerjab menahan kantuk. Semilir angin menambah godaan membuat Panji semakin sulit untuk tetap terjaga. "Alena, aku ngantuk...," keluhnya seraya menghela nafas dan bergumam tidak jelas.

Yang ajaibnya hal tersebut membuat Alena tidak lagi peduli pada Almamaternya. Ia mendorong Panji menjauh dan melihat wajah mengantuk lelaki itu. 'Ngantuk berat.'

"Masih dua jam lagi kalau mau pulang, gak bisa melek dulu aja sampai studi wawasan selesai?"

Panji menggeleng dan memdubruk Alena, memeluknya lagi.

Alena, "..."

Acara peluk-pelukan itu berlanjut hingga jam bebas telah berakhir. Pada akhirnya Panji tetap mengikuti studi wawasan. Ya, walau selama studi ia berada di barisan paling belakang menempel tidak mau lepas dari Alena. Mereka jadi pusat perhatian dan tidak ada satupun yang fokus pada studi itu termasuk pembicaranya sekalipun, mereka tercengang akan hal yang sangat-sangat tidak diduga itu.

Sementara Alena bersikap santai tidak begitu peduli akan pandangan orang lain yang sibuk menerka-nerka. Panji? Jangan ditanya. Anak itu telah lama berlayar dalam alam mimpi dengan bahu Alena menjadi sandaran tidurnya. Nyenyak sekali tidurnya, senyenyak gosip hubungan Regan-Alena yang bersemayam dalam catatan waktu berganti dengan gosip terbaru yang lebih fenomenal.

Dalam beberapa menit, tim redaksi sekolah menerbitkan berita dengan headline berupa huruf kapital seutuhnya 'WAKIL DEWAN SISWA & SOSOK MISTERIUS, MUSIM SEMI BABAK KE-2'. Lengkap dengan foto Alena yang tengah sibuk mencatat saat studi sementara Panji tidur bersandar pada pundaknya. Hanya 5 menit setelah penerbitan berita itu telah dibaca oleh lebih dari separuh warga sekolah dan mendapat ribuan komentar.

Terjadi perdebatan panas diantara para kaum lambe. Sementara orang yang diperdebatkan bermimpi sedang tidur yang mana mebuat ia semakin nyenyak terlelap lebih jauh.

Ah, betapa indahnya~~~

<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!