BUNDA dan ACHROMA

[BUNDA dan ACHROMA]

"Kabur?"

Panji menoleh hanya untuk mendapati wajah datar seorang Alena Ghailin. Ia yang semula asik memandang langit dari tempatnya berbaring beralih fokus memandang pahatan wajah Wakil Dewan Siswa yang berdiri dekat puncak kepalanya.

"Alena...."

Alena hanya mengangkat sebelah alis pertanda bertanya. Tapi Panji malah tidak mengatakan apapun selanjutnya. Dia hanya diam dan kembali memandang hamparan langit yang dikerubungi awan-awan berbentuk gumpalan kapas.

"Apa?" Alena tidak tahan untuk tidak bertanya, ia duduk di sebelah Panji berbaring dengan fokus terarah pada wajah kekasihnya itu.

Kekasih? Kejutan baru lagi dari seorang Panji Aksara Yudha. Memang benar adanya bahwa Panji dan Alena tengah menjalin suatu hubungan, anggap saja mereka pacaran. Sejak kapan? Belum lama, sekitar 5 bulan 29 hari yang lalu, hampir setengah tahun mereka menjalin hubungan tanpa ada satu orang pun yang tau. Anggap saja hubungan mereka itu backstreet. Lalu Regan? Apalah artinya Regan yang hanya masa lalu itu bagi Alena dibandingkan Panji yang ada untuknya saat ini.

"Ck, Panji!"

Mendengar nada kesal di suara kekasihnya, Panji beranjak duduk bersila mengahadap pada gadis itu. "Apa?" tanyanya mengulang tanya yang sama dari Alena tapi untuk jawaban berbeda.

Inilah susahnya bagi Alena berpacaran dengan Panji, lelaki itu irit bicaranya sungguh terlalu. Bahkan Alena yang memang tidak suka banyak bicara saja masih mengeluarkan kata lebih banyak ketimbang Panji.

"Lupain!" Alena menghela nafas jengah sebelum akhirnya ia merebahkan tubuh berbaring di atas rerumputan dengan kepala bertumpu di paha Panji. Dari posisinya Alena melihat dengan jelas pantulan matahari sore di permukaan kolam yang dibuat khusus untuk menampung ikan hias itu---masih aset milik ZHS.

"Tadi aku liat kamu pergi dari gedung Astronomi, kenapa?" Alena mulai kembali bertanya, kini pandangannya tertuju pada Panji yang tengah menunduk juga menatapnya.

"Berisik."

"Apanya?"

"Apanya?"

"Ish! Panji!" Alena berseru kesal dan mencubit gemas pinggang lelaki itu yang tentu saja membuat Panji meringis kesakitan.

"Sakit Al," keluh Panji mengusap bekas cubitan Alena yang terasa memanas.

"Tangan aku juga sakit. Keras banget perut kamu, kayak batu," ujar Alena seraya menusuk-nusuk perut Panji dengan jarinya.

Kedua alis Panji nyaris bertaut, keningnya berkerut, wajahnya masam. Sudahlah, Alena telah lupa dengan pertanyaannya. Ia beranjak duduk berhadapan dengan Panji yang segera melengos ingin pergi saat itu juga.

"Eit! Mau kemana?"

Panji tidak menjawab dan pergi begitu saja. Alena segara berdiri dan berlari kecil menyusul pacarnya itu. Sayangnya mereka lebih dulu memasuki kawasan yang dipadati murid-murid lainnya sehingga Alena urung untuk mengajak bicara Panji. Mereka berpisah di persimpangan jalan antara dua gedung. Panji menuju ke tempat loker berada sementara Alena pergi ke gedung Astronomi di arah yang berbeda.

<<<<<<<<<<<<<<<<

Satu hal yang terlupakan dari penggambaran tatanan rumah Panji sebelumnya adalah sebuah perapian didekat ruang depan. Dan kini perapian itu sedang membara menjadi penerangan satu-satunya diruang itu. Asap hasil pembakaran dari kayu-kayu di perapian mengepul naik ke cerobong asap dan berkibar ditiup angin setelah sampai di atas sana.

Malam ini cuaca mendadak berubah buruk. Gerimis disertai badai menerpa kawasan pinggiran kota Vyen sedari sore tadi. Pemadaman listrik pun terjadi dikarenakan ada pohon besar yang tumbang mengakibatkan putusnya beberapa kabel yang mengalirkan listrik dari rumah ke rumah. Kawasan perumahan pinggir kota itu kini terlihat berselimut kegelapan. Dikejauhan tampak sayup-sayup gumpalan api kecil yang menjadi penerangan beberapa rumah malam itu.

Panji tengah duduk di kursi rotan memainkan rubiknya, sementara kedua orang tuanya tengah berkutat di dapur memasak makan malam dengan bantuan pencahayaan dari lilin. Bisa saja mereka menghidupkan gingset cadangan atau menggunakan senter dan flash dari ponsel, tapi suasana yang tercipta akan terasa berbeda. Sehingga lilin dan api unggun lah yang menjadi pilihan penerangan bagi mereka. Entahlah, cara pikir kedua orang tua Panji itu memang kadang sulit dipahami.

"Aksa...."

Panji tidak peduli dan hanya fokus mengutak-atik rubiknya. Entah sudah berapa kali ia berhasil menyelesaikan menyesuaikan warna-warna pada benda kubus itu lalu diacak-acak kembali.

Aroma omelet dan keju yang khas mengusik penciuman diantara aroma petrikor yang menguar disela hujan. Makan malam telah terhidang di meja pantry, tampak seperti suasana makan malam bergaya klasik dengan penerangan lilin ditengah meja.

Bunda yang mendapati Panji tidak menyahuti panggilannya memilih menghampiri putranya itu. Panji masih tampak tidak peduli bahkan saat Bunda sudah berdiri di belakangnya.

"Aksa, ayo makan dulu," tutur Bunda meraih rubik di tangan Panji dan menyimpannya di lemari TV.

Meski begitu Panji masih tetap enggan untuk beranjak. Dia kini malah beralih memainkan jemarinya merobek stiker-stiker di sandaran kursi yang didudukinya.

Bunda menggelengkan kepala melihat kelakuan anaknya itu, "Mau dibawain makanannya kesini?"

Menjawab dengan gelengan, Panji akhirnya beranjak bangkit dan melangkah lunglai menuju pantry. Ia duduk disalah satu kursi berhadapan dengan orang tuanya yang duduk berdampingan. Yang paling membuat Panji malas makan bersama seperti ini adalah kemesraan pasutri itu yang tidak mengenal tempat atau situasi. Lihat saja Ayahnya yang perhatian sekali menyuapkan lauk di piringnya ke mulut Bunda, padahalkan makanan Bunda sendiri belum tersentuh sedikitpun. Dan juga saksikanlah bagaimana Bunda merespon Ayah, tidak cukup dengan berterima kasih ia masih tambah menciumnya. Pasangan itu seperti sedang kencan berdua, bercerita, bercanda tawa diselingi bermesra ria.

"Aksa, makanannya dimakan dong! Jangan dipelototin aja," peringat Ayah melihat Panji yang hanya menopang dagu memelototi menu di piringnya. Entah ada dendam apa anak itu dengan omelet yang biasanya sangat ia sukai.

Panji mengambil suapan pertamanya dan mendapat usapan pada kepala dari Bunda. Ia mendongak menatap pada kedua orang tuanya yang akan kembali fokus lagi pada dunia percintaan mereka, "Yah, kenapa telur ayam rasanya kayak telur?"

Mendengar pertanyaan putra mereka kedua orang tua Panji pun menaruh fokus pada anaknya itu. Ayah menusuk kentang goreng dengan garpu dan menyodorkan ke mulut Panji yang langsung disambut oleh kunyahan giginya. "Nah, kenapa kentang itu rasanya kayak kentang? Ya, karena dia kentang bukan durian," jawab Ayah sekenanya.

"Kok jadi durian?"

"Itu kan percontohan, Aksa." Kali ini Bunda yang menyahut.

Suasana makan malam sudah akan kembali seperti biasa lagi saat Panji kembali melontarkan pertanyaan berikutnya.

"Yah, kenapa siang itu terang sementara malam itu gelap?"

Dari dulu Panji memang anak yang penuh rasa penasaran. Pertanyaan-pertanyaan random yang ia semburkan dari mulutnya sudah bukan hal aneh lagi bagi Ayah dan Bunda. Dan setiap rasa penasarannya timbul, pertanyaan-pertanyaan akan Panji tujukan pada Ayah, mungkin ia menganggap Ayahnya yang Ilmuan itu tau segalanya di alam semesta ini. Walau kemudian Bunda juga ikut menjawab. Pertanyaan apapun dari Panji selalu mendapat jawaban, Ayah dan Bunda berusaha sebaik mungkin menjawab pertanyaan hingga yang paling mustahil sekalipun. Termasuk pertanyaan kali ini.

Ayah meminum seteguk air sebelum akhirnya menjawab, "Di siang hari---" Belum tuntas Ayah menjawab, Panji sudah memotongnya.

"Aku tau, siang ada matahari malam enggak. Yang aku gak tau kenapa saat matahari ada itu namanya siang, saat matahari gak ada itu namanya malam? Kenapa malam gak dinamain siang? Kenapa siang gak dinamain malam? Kenapa siang itu terang sementara malam itu gelap? Kenapa bukan siang yang gelap dan malam yang terang?"

Bunda tersenyum sedang Ayah sudah tertawa, jadi itu maksud pertanyaan putra mereka. Ayah sudah sempat salah mengira dan akan menjelaskan rotasi pada bumi dan juga mengenai tata surya. Tapi anaknya itu memang yang paling ajaib, dia tidak butuh penjelasan sains semacam itu. Yang dia ingin hal yang lebih jelas yang bisa menjawab bongkahan rasa penasarannya.

"Pada hakikatnya pertanyaan kamu hanya terletak pada penamaan siang dan malam itu sendiri. Sama saja halnya dengan, kenapa nama kamu Panji Aksara Yudha?" Jelas Ayah sesederhana mungkin.

Panji melipat tangan di atas meja, "Karena Ayah dan Bunda yang ngasih nama, memangnya aku bisa protes? Kan masih bayi."

"Nama kamu itu gak langsung jadi gitu aja. Ayah dan Bunda harus diskusi dan saling setuju satu sama lain. Kalau salah satu pihak gak setuju bisa aja nama kamu beda lagi." Bunda pun ikut serta menjabarkan.

Seperti lampu yang tiba-tiba bersinar, Panji langsung paham ke arah mana maksud percontohan mengenai namanya itu. Penamaan siang dan malam sama halnya dengan penamaan pada manusia. Itu hanya sekedar istilah untuk membedakan keduanya, bisa saja siang itu diganti jadi malam dan malam diganti jadi siang asalkan ada pihak yang mengakui. Orang-orang mengenal siang itu terang dan malam itu gelap, mereka serempak mengiyakan hal tersebut secara tak langsung kesepakatan tidak tertulis itu pun terjadi. Dimana saat ada matahari disebut siang dan ketika gelap datang disebut malam. Pendapat dominan mengakui penamaan itu hingga melekatlah istilah siang dan malam tersebut.

Sama halnya dengan matahari, bulan, bintang atau yang lainnya. Matahari dinamai matahari karena orang-orang sepakat menamainya seperti itu, padahal bisa saja kalau pencetus nama matahari mencetuskan memberikan nama matahari itu bulan misalnya? Semuanya tentang pengakuan, yang paling banyak diakui itulah yang disetujui.

"Lalu," seakan belum habis rasa penasarannya Panji bertanya lagi, "Kenapa Acrhoma itu adalah Bunda?" Pertanyaan itu tertuju pada keduanya dan Panji meminta suatu penjelasan disana. Mengenai keberadaan Ayah dan Bunda siang tadi di sekolahnya dan membuat gempar seisi ZHS.

Bunda mengulas senyum simpul, "Kamu salah. Bunda yang adalah Acrhoma, bukan Acrhoma yang adalah Bunda." Jawaban berbelit itu membuat Panji mengernyit, "Apa bedanya?" Ia bertanya penuh kebingungan.

"Kalimat sesederhana itu jarang diperhatikan orang-orang. Mereka menganggapnya sama padahal keduanya memiliki arti berbeda. Kalimat barusan dimana pernyataan 'Bunda adalah Acrhoma' atau 'Acrhoma adalah Bunda' merupakan dua hal berbeda meski sepintas tampak sama. Jika dikaji lebih dalam maka akan diketahui letak perbedaan itu. Kalimat 'Bunda adalah Acrhoma' mendefinisikan 'Bunda' dengan 'Acrhoma', yang artinya 'Acrhoma' itu adalah definisi dari 'Bunda'. Sementara kalimat 'Acrhoma adalah Bunda' mendefinisikan 'Acrhoma' dengan 'Bunda' yang mana berarti 'Bunda' adalah definisi dari 'Acrhoma'. Dan jawaban yang benar adalah 'Acrhoma' yang menjadi definisi dari Bunda."

Penjelasan panjang lebar Bunda membuat Panji terdiam berpikir untuk sesaat. Kerutan di keningnya bertambah seiring juga bertambahnya waktu ia berpikir. Hingga kemudian matanya berkilat senang dengan mulut ber-'O' panjang tampa suara. Pertanda kalau dia paham. Namun tetap saja pertanyaan berikutnya bergulir kembali, "Tapi, Bunda, aku serius nanya kenapa 'Bunda adalah Acrhoma'?"

Bunda dan Ayah tertawa, "Boleh Bunda mengartikan kalau kamu protes karena baru tau hal ini?" Tanya Bunda dan mendapat anggukan dari Panji tentunya. Yang benar saja, Panji merasa sudah benar-benar tau segala hal tentang orang tuanya selama ini tapi nyatanya masih ada yang belum ia ketahui. Apa jangan-jangan rahasia Ayah dan Bunda masih banyak lagi? Yang tidak ia ketahui?

"Hanya tentang Acrhoma yang tidak kamu tau." Tutur Bunda mengerti tatapan menyelidik putranya.

Panji mengangguk-angguk lalu mulai fokus pada makanannya. Ayah dan Bunda juga kembali lagi pada kisah kasih mereka berdua. Makan malam mereka tertunda setengah jam karena pertanyaan-pertanyaan Panji. Dan mereka kira 'Acrhoma' adalah pertanyaan terakhir Panji untuk malam ini. Tapi nyatanya tidak, masih banyak rasa penasaran anak itu yang belum terjawab. Pertanyaan itu berlanjut saat mereka sudah duduk santai di teras menikmati dingin malam setelah hujan. Saat itu Panji duduk ditangga sementara Ayah dan Bunda duduk di dipan bambu di samping pintu masuk.

"Ayah, kenapa langit siang hari warnanya biru? Kenapa bukan merah? Hijau? Ungu? Atau warna lainnya?"

Cahaya remang membuat ekspresi Panji yang menengadah menatap langit tidak terlihat jelas. Keheningan membalut mereka setelah Panji bertanya. Suara jangkrik dan katak entah dari mana terdengar bersahut-sahutan. Siulan angin ikut mengisi suara memperindah suasana namun jatuhnya malah terasa seram.

"Bukannya kamu lebih suka langit biru?" Ayah balas bertanya setengah tertawa.

Panji merenung sebentar lalu mengangguk setuju walau tidak akan terlihat oleh Ayahnya. "Karena aku suka makanya aku ingin tau."

Dan mulailah Ayah dengan teori saintistnya serta Bunda dengan filosofi kehidupannya. Malam itu Panji mengobrak-abrik rasa penasarannya, mengeluarkan pertanyaan yang bersarang di kepalanya selama satu bulan belakangan. Ia bertanya seakan tak ada hari esok untuk menunggu karena memang besok orang tuanya harus kembali pergi meninggalkan rumah, entah kapan akan pulang lagi. Dan mulai besok Panji mulai memungut satu persatu pertanyaan kemudian disimpan untuk nanti ia tanyakan saat mereka kembali berkumpul lagi seperti malam ini.

Entah apa alasannya di akhir pembicaraan mereka Bunda mencubit pinggang Ayah dan berlalu masuk kedalam rumah lebih dulu. Urusan mereka berdua, Panji tidak menyimak sama sekali pertengkaran kecil pasangan itu. Tapi, ternyata ke-tidak-mau-tauannya itu menjadi permasalahan bagi Ayah.

"Bunda kamu tuh!" Ayah seolah mengadu.

Panji menoleh, dalam gelap ia bisa membayangkan wajah kesal setengah kesakitan Ayahnya. Cubitan Bunda memang yang paling mengerikan.

"Iya, Bundanya aku." Panji menjawab mantap dengan anggukan lalu masuk kedalam rumah menyusul Sang Bunda, "Malam ini aku tidur sama Bunda, ya?!"

"Heh! Enak aja!" Ayah menyahut tidak terima tapi teriakan lantang Bunda mematahkan semangatnya.

"If you want, my dear! "

<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!