Shelia melempar pandang curiga pada dua orang ber-gender sama itu. Jangan-jangan mereka membuat siasat.
'Kenapa aku merasa curiga pada dua orang ini.' Shelia mengernyitkan dahi.
"Shelia, Daren, kalau gitu aku pamit pulang duluan ya!" Ucap Anna, dia merasa tak nyaman berada di tengah-tengah mereka yang terlihat seperti keluarga kecil yang bahagia ini.
Shelia melempar pandang penuh sesal pada Anna, berharap gadis itu mau bersabar dan tidak akan menyerah begitu saja.
"Anna, kau mau kemana? Bukankah kau datang untuk menjenguk Daren, kenapa kau pergi begitu saja?" Shelia berusaha mencegah Anna pergi.
"Emh... Aku harus kembali ke Cafe." Ucap Anna memberi alasan.
"Tante, temani aku bermain!" Ucap Nici tiba-tiba, dia mulai merengek dan menarik-narik tangan Anna.
"Eh Nici mau kemana?" Anna mengusap lembut kepala Nici.
"Jalan-jalan, beli Ice cream, ke-taman, dan pergi ke taman bermain!" Nici meloncat-loncat di atas tempat tidur sembari menyebutkan keinginannya satu persatu.
"Nici, jangan ganggu tante Anna, pergi sama Mami saja ya. Anna kamu jaga Daren, disini." Shelia memberi perintah telak.
"Ta--tapi Mami, aku ingin pergi dengan tante Anna." Nici memasang wajah imutnya.
'Hem... Rubah kecil ini, sudah ku duga dia pasti mulai bersiasat lagi.' Batin Shelia.
"Nici, Tante Anna gak tau tempat Ice Cream faporit kamu, jadi sama Mami aja ya. Biarkan tante Anna menemani Om Daren saja."
Shelia menarik tangan Nici dan membawanya pergi. "Daren, kalau kamu butuh apa-apa bilang saja pada Anna." Teriak Shelia sembari berlalu, tanpa menunggu jawaban orang yang di maksud.
"Nici...!" Shelia berhenti berjalan ketika mereka telah sampai di tempat parkir.
'Eh, apa sudah ketahuan ya.' Batin Nici. Dia memasang lagi tampang imutnya lantas berkata.
"Kenapa Mami?"
"Jangan kamu pikir Mami gak tau rencana kamu, ya." Shelia berkecak pinggang, sembari menunduk menatap tajam Nici yang hanya setinggi pahanya.
"Ma--maksud Mami apa?" Nici memainkan jarinya dengan wajah memelas, jika gugup dia selalu melakukan itu membuat Shelia tahu jika dia tengah menyembunyikan sesuatu.
"Papi Daren sebenarnya gak sakit kan? Kamu dan dia berkomplot untuk menyatukan kami, benar bukan?!" Shelia memberi penekanan dengan tatapan matanya.
"Apa yang Mami katakan, aku tidak mengerti." Nici memainkan kakinya seraya melipat tangan kebelakang dan bibir bersiul pelan.
"Jangan mengelak, Mami tahu sifat kamu!" Shelia kembali menuntun tangan Nici dan mengajaknya berjalan pelan. Mereka berhenti di kedai Ice Cream tempat biasa Nici membelinya. Shelia membeli dua Ice Cream dengan rasa berbeda yang satu rasa Strawberry, Coklat, untuk Nici dan yang satunya lagi Vanilla, Coklat, untuk dirinya sendiri. Shelia mengajak bocah kecil kesayangannya itu, duduk di kursi taman.
"Apa memiliki Papi itu sangat penting?" Shelia buka suara, sembari melempar pandang ke arah lain. Dia tahu putranya itu begitu menginginkan keluarga yang lengkap, sudah sejak lama dia berusaha menyatukan Shelia dan Daren, Shelia bukannya tidak menyadari hal itu, namun dia tidak ingin menerima Daren, dia tidak ingin mematahkan dan menyakiti perasaan Anna.
Nici diam, tak menjawab, "Nici, kamu Anak yang pintar, Mami bangga sayang! Tapi, bisakah tidak perlu ada Papi, Mami akan menjadi Mami sekaligus Papi untuk kamu. Mami akan selalu berusaha mewujudkan semua keinginan kamu, Mami janji." Shelia mengusap lembut kepala Nici.
"Tidak ada Papi?" Nici mengulang kata yang di ucapkan Shelia denga ekspresi wajah sedih.
"Ya sayang, hanya kita berdua." Shelia menggenggam tangan kecil itu. "Kita akan selalu bersama, Mami akan selalu membahagiakan Nici, dengan segenap kemampuan Mami!" Shelia memeluk tubuh mungil itu dengan sayang.
'Tidak ada Papi? Lalu mengapa semua teman-temanku punya Papi. Siapa Papi ku sebenarnya dan dimana dia? Mengapa dia tidak datang mencari aku dan Mami.' Batin kecilnya bergumam.
"Baiklah Mami, jangan menangis lagi." Nici mengusap air mata di pipi Shelia dengan telapak tangannya.
"Terima kasih Sayang!"
'Tuhan terima kasih banyak, sudah mengirimkan malaikat kecil yang lucu dan pintar ini untukku. Aku tahu, bagi seorang Anak sosok Ayah sangat penting dalam hidupnya, tapi Nici berbeda. Aku mendapatkan dia dari kemalangan, aku bahkan tidak tahu siapa yang meninggalkan Nici dalam rahimku. Mungkin ini terdengar konyol dan sulit di percaya, mana mungkin orang tidak tahu siapa yang menghamilinya, tapi dalam kasus ku itu nyata.'
Setelah cukup lama, Shelia dan Nici kembali ke apartemen Daren. Mereka berbelanja berbagai bahan makanan, daging, sayur dan buah dari super market, serta beberapa makanan ringan untuk Nici.
Shelia menilik seisi ruangan, dia mencari sosok Anna di tempat itu, namun gadis itu tak nampak batang hidungnya sama sekali, "Daren, Anna mana?" Tanya Shelia akhirnya bertanya pada Daren yang tengah duduk sambil menonton acara olahraga di televisi.
"Pulang!" Jawabnya singkat, padat dan jelas.
"Kenapa kamu biarin dia pulang, aku akan masak makan malam yang cukup banyak untuk kita malam ini."
"Dia sendiri yang ingin pulang, kenapa aku harus melarangnya." Ucap Daren tak peduli.
Shelia, mendengus kasar. Dia lantas pergi ke dapur sambil menenteng tas belanjaannya di bantu Nici, bocah kecil itu sudah terbiasa membantu segala macam pekerjaan rumah Shelia selama ini.
Daren melirik punggung Shelia yang perlahan menghilang di balik pintu dapur, dari ujung matanya.
'Shelia kenapa? Kenapa kamu malah mendorong orang lain ke sisiku, padahal kamu tahu kalau aku hanya mencintai kamu.'
Daren bergumam dalam hati, dia tahu maksud dari Shelia meninggalkannya dengan Anna tadi. Daren menghela nafas dalam, dia berpura-pura kecelakaan mengikuti rencana Nici karena ingin melihat reaksi Shelia. Namun ternyata Shelia bersikap biasa saja.
"Sudahlah." Daren melepas dan membuang perban di tangan dan kakinya, lantas berjalan hendak ke ruang makan.
Ehem... Shelia melipat tangan di dada, sembari melempar pandang sinis pada Daren, Ck...Ck...Ck... Dia menggeleng pelan. Daren hanya menggaruk kepalanya tak gatal.
"Kamu gak kaget?" Tanya Daren melihat ekspresi wajah Shelia yang nampak biasa saja.
"Aku sudah menduga ini rencana bodoh kalian. Aku sudah sering menghadapi kalian, tipuan semacam ini terlalu biasa untukku." Shelia mengibaskan tangan tanda tak peduli. "Ayo makan." ajaknya sembari berlalu.
Huftt... Daren menghela napas berat, "Nic, apa lagi yang harus Papi lakukan?" Daren meminta saran Nici lagi. Nici hanya mengangkat bahu, lantas berlalu mengikuti langkah Maminya ke ruang makan.
Daren makan sambil mematutkan wajahnya seperti Anak kecil, sesekali dia melirik ke arah Nici berharap bocah kecil itu membantunya untuk meminta maaf pada Shelia. Namun, Nici nampak acuh tak acuh, dia tak menggubris isyarat mata yang di berikan Daren.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Wirda Lubis
lanjut
2023-06-10
0
Okta
aAaaaA 🥰
gemesnya 😘😘
2022-09-20
0
Sin Cera 😉
entah kenapa aku gak bis angilangin rasa curigaku ke daren 🤣🤣🤣
2021-10-04
6