Sakit! Terlalu sakit jika terus di ingat, penghiantan yang telah di lakukan Shawn padanya membuat hati Shelia begitu hancur!
Dia tega menjual keperawanan Shelia pada laki-laki hidung belang. Mahkota yang selalu ia jaga, untuk Shawn selama ini, justru Shawn sendirilah yang tega menukarnya dengan uang.
"Shelia?!" Panggilan Daren membuat Shelia tersadar dari lamunannya.
"Hem!" Jawabnya tanpa menoleh. Pandangannya terfokus keluar jendela yang menampakan kendaraan lain, yang berlalu lalang dan saling mendahului satu sama lain.
"Dimana kamu kenal Shawn Fletcher?" Pertanyaan Daren sukses mengalihkan perhatian Shelia.
"Kamu kenal pria berengsek itu?" Shelia balik bertanya sembari membelalakan matanya antara terkejut dan penasaran.
"Tidak, mana mungkin aku mengenal orang berengsek seperti dia! Tapi aku pernah mendengar, banyak gadis-gadis sepertimu yang jadi korbannya. Namun, entah mengapa dia selalu saja lolos dari jeruji besi. Mungkin ada orang kuat yang menyokongnya dari belakang."
Huptt...!!
"Akulah yang terlalu bodoh! Sampai bisa percaya pada orang berengsek seprti dia. Kami kenal di negara-I tempat tinggal orang tuaku, kami sudah menjalin hubungan selama setahun." Shelia menundukkan pandangan.
"Sudahlah, jangan di pikirkan lagi." Daren tersenyum lembut.
***
Satu minggu sudah, Shelia tinggal di rumah Daren. Dia membantu Daren membersihkan rumah dan menyiapkan makanan untuknya.
Shelia bertemu Daren, saat dia sedang putus asa kala itu. Daren, membuatnya menyadari bahwa dalam hidup harus berani, dan tidak mudah menyerah.
"Shelia, sudah aku bilang tidak usah melakukan pekerjaan rumah. Akan ada orang yang membersihkannya tiap hari minggu." Ucap Daren ketika mereka menyantap makanan di meja makan.
"Tidak apa Daren! Lagi pula, aku tidak ingin hanya numpang makan dan tidur di rumahmu. Oh ya, aku sudah dapat pekerjaan! Mulai besok aku akan bekerja." Ungkap Shelia penuh semangat.
"Benarkah?!" Daren tersenyum senang.
"Hem... Gajinya lumayan, aku tidak ingin selalu merepotkanmu. Setelah aku mendapatkan uang, aku akan cari rumah kontrakan, yang sebanding dengan penghasilanku." Ucap Shelia.
"Shelia, apa kau sedang mengolok-olok aku. Aku sudah bilang, kau bisa tinggal di rumahku sampai kapan pun!" Daren meletakan sendok ia gunakan karena kesal.
"Apa yang kau katakan? Aku, sangat berterima kasih padamu Daren! Kalau tidak ada kamu yang menolongku, entah akan seperti apa hidupku ini." Shelia menggenggam tangan Daren, "tapi, aku tidak mungkin selamanya tinggal di rumahmu, Daren! Aku bukan siapa-siapa kamu, itu tidak pantas." Shelia melepaskan genggaman tangannya.
"Kalau begitu, menikahlah denganku!" Kali ini Daren lah yang menggenggam tangan Shelia.
"Hah?!" Shelia terperangah saking terkejutnya.
Pftt...!! Daren terkikik geli melihat ekspresi wajah yang di tunjukan Shelia. Sepertinya, candaannya membuat gadis itu terkejut.
"Kamu ini, aku kira serius." Shelia mematutkan wajahnya.
"Haha... Kamu ini terlalu menganggap segala hal itu dengan serius ya, aku hanya bercanda!" Daren masih belum bisa menghentikan tawanya.
"Itu tidak lucu!" Shelia memberengut kesal. Bukannya dia merasa kecewa, namun lebih merasa candaan Daren sudah keterlaluan.
"Sorry!" Daren memasang tampang memelas.
"Sudahlah, wajah seperti itu tidak cocok dengan fostur tubuhmu." Shelia melambaikan tangan.
Ya, Daren memiliki fostur tubuh tinggi tegap, dengan otot-otot yang menonjol di bagian lengan juga dada. Wajahnya, sangat tampan dengan kadar ketampanan yang lumayan tinggi, rahang tegas, hidung mancung serta alis tebal, membuatnya terlihat sangat tampan di bandingkan pria pada umumnya. Namun, ketika dia tersenyum ada lesung pipit di kiri dan kanan pipinya. Kulitnya, tidak terlalu putih, namun itulah yang membuat dia semakin manli. Dengan gayanya, yang selalu mengenakan pakaian santai, dia jarang sekali mengenakan setelan jas formal. Dia lebih sering mengenakan kaus dan sweter atau jaket hoodie di padukan dengan celana Jeans dan sepatu. Bahkan jika di rumah, dia hanya mengenakan kaus oblong dan celana boxer saja. Namun, anehnya dia selalu terlihat mempesona bagi para wanita, tapi tidak bagi Shelia. Jangan tanya mengapa, mungkin karena hati Shelia masih terluka saat ini.
"Kenapa dengan tubuhuku? Apa kau tergoda?" Ucapnya sambil cengengesan tak jelas. Shelia hanya memutar bola mata, malas menanggapi candaan Daren.
Keesokan harinya, Shelia berangkat bekerja setelah menyiapkan sarapan. Daren sempat menawarkan diri untuk mengantarkan Shelia ke tempat kerja, namun Shelia menolak! Dia tidak ingin terlalu banyak berhutang budi pada Daren.
Shelia, memasuki sebuah cafe lewat jalan belakang yang di peruntukan khusus untuk para karyawan.
"Permisi Pak Menejer, saya karyawan baru di cafe ini mohon bimbingannya!" Shelia menunduk hormat.
"Oh kamu yang kemarin melamar kerja di sini ya?" tanya Menejer laki-laki kira-kira berusia tiga puluh lima tahunan.
"Iya Pak! Saya Shelia Jenner, yang kemarin baru di terima kerja di cafe ini!"
"Ya sudah, kamu ganti pakaian dulu pake seragam, selebihnya kamu tanya Anna saja, dia yang akan memberi tahu kamu apa pekerjaan di sini!" Ujarnya lantas berlalu.
Selepas mengganti pakaian, Shelia pun menemui Anna dan menanyakan pekerjaan. Semua di jelaskan Anna dengan rinci, Anna orang yang baik dan ramah. Dalam waktu singkat mereka menjadi teman dekat.
***
Satu bulan berlalu, Shelia bekerja di tempat ini. Dia pun kini sudah tinggal di rumah kontrakannya sendiri. Walau Daren melarangnya, namun Shelia bersikukuh dan tetap ingin hidup mandiri.
"Shelia, kamu kenapa?" Tanya Anna yang memerhatikan wajah Shelia yang tampak pucat.
"Aku gak papa ko, Anna. Hanya sedikit pusing, dan akhir-akhir ini aku gak enak makan, susah tidur lagi." Shelia memijat keningnya yang terasa pening.
Mereka saat ini, tengah membersihkan meja bekas para tamu yang makan tadi.
"Kamu pasti sakit karena kecapean Shelia, sebaiknya kamu ijin dulu dan istirahat beberapa hari." Ucap Anna memberi saran.
Shelia berpikir sejenak, jika dia libur kerja beberapa hari, gajinya pasti akan di potong, dia butuh uang untuk makan sehari-hari, juga membayar kontrakan.
"Shelia, mau aku yang ijinkan?" Tanya Anna lagi, karena tak mendapat respon dari Shelia.
"Ada apa ini?" Tanya Menejer Charlie yang tiba-tiba hadir dan menegur mereka.
"Ini Tuan, Shelia sedang sakit. Saya menyarakan untuk dia minta ijin libur pada Tuan!" Ucap Anna menerangkan.
"Anna aku gak papa." Shelia berbisik, sambil menyikut lengan Anna.
"Kamu sakit?" Tanya Menejer yang bernama Tuan Charlie itu, Selia mengangkat kepala. Tanpa menjawab pun, Pak Menejer sudah bisa melihat wajah pucat Shelia karena kulitnya yang putih.
"Ya sudah, kamu pulanglah dan periksa diri ke dokter! Oh, ya kamu gak perlu masuk kerja dalam tiga hari istirahat saja di rumah."
"Tapi Tuan--," belum sempat Shelia menyelesaikan ucapannya, perkataannya di potong seketika oleh Tuan Charlie.
"Tenang saja, gaji mu tidak akan di potong. Apa kamu senang?" Tuan Charlie, mengangkat kaca matanya.
"Terima kasih banyak Tuan!" Shelia menuduk hormat.
"Sudah pulang sana!" Menejer Charlie melambaikan tangan dengan eksperesi wajah jengah, menurut Shelia. Padahal memang tampangnya seperti itu, hehe.
"Anna, aku balik dulu ya." Shelia menepuk pundak Anna pelan.
"Oke, hati-hati di jalan!" Anna melambaikan tangan sambil tersenyum.
Shelia, berjalan setelah turun dari bis menuju kontrakan kecil tempat ia bernaung. Jarak dari halte ke kontrakannya, memang tidak terlalu jauh tidak sampai lima menit berjalan kaki.
Namun hari ini, mungkin karena Shelia tengah sakit jalan ke rumahnya seakan terasa berpuluh-puluh kilo meter jauhnya. Kepala Shelia terasa pusing, pandangannya mulai buram, dan langakhnya terasa berat.
"Shelia! Kamu kenapa?" Hampir saja, Shelia tumbang ke jalanan, jika Daren tidak datang dan menahan tubuhnya.
"Daren, aku--," Shelia pun jatuh pingsan.
***
Uh... Shelia menggeliat pelan, sembari memegangi kepalanya. Dia perlahan membuka mata dan mengamati keadaan sekitar.
"Aku dimana?" gumamnya.
"Shelia, kau sudah bangun." Daren yang semula berdiri menghadap jendela, kini datang menghampiri dan menanyakan keadaan Shelia.
"Apa aku di rumah sakit?" Tanya Shelia sembari mengedarkan pandangan ke sekitar.
"Iya, tadi kamu pingsan. Aku bawa kamu ke rumah sakit. Shelia...." Ucap Daren dengan ragu.
Shelia, menatap dengan penuh tanda tanya, karena Daren seperti ingin menanyakan suatu hal yang penting.
"Apa kau tau, kalau kau... Sedang--," Daren menjeda ucapannya.
"Sedang apa?" Desak Shelia tak sabar.
"Hamil!" Tambahnya lagi.
"A--aku, hamil?!" Shelia membulatkan mata dengan mulut menganga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Wirda Lubis
Sheila hamil
2023-06-10
0
Nani Mardiani
Mungkin sebagian perempuan tidak tau klo dirinya hamil untuk pertama kalinya, karena dengan banyaknya pekerjaan mungkin stres makanya terlambat datang bulan itupun aku alami sendiri dan taunya isi setelah aku makan makanan yg gak pernah disukai curiga dan langsung testpek. Jadi bukan suatu kebodohan wat perempuan tsb karena tidak semua perempuan mengalami gejala kehamilan.
Semangat thor dan selalu sehat, aamiin.
2023-04-15
2
Alya Yuni
Jdi prmpuan ko terllu bodoh
nikmati kebodohnmu
2023-02-17
0