"Shelia!!" Panggil Daren, dengan gugup, dia berusaha menguatkan hatinya.
Shelia menoleh, dia menatap Daren penuh tanya.
"Ada apa?" Tanya Shelia sembari mengunyah keripik kentang.
"Apa kau sudah mempertimbangkan perkataan ku tempo hari." Tanyanya dengan wajah serius.
"Pertanyaan apa?" Shelia memalingkan wajah kembali fokus pada serial drama yang tengah ia tonton di televisi.
"Jangan pura-pura lupa!" Cibir Daren, "aku tahu kamu ingat apa yang aku katakan waktu itu. Tapi, akan aku ulangi hari ini, demi Nic."
Daren berjongkok di depan Shelia, sembari menggengam tangan Shelia.
"Daren apa yang kau lakukan?!" Shelia sontak terkejut dengan aksi Daren, dia hendak menarik tangannya, namun Daren menggenggamnya dengan erat.
"Aku menyukaimu Shelia, aku juga sangat menyayangi Nic," ungkap Daren sembari menatap lembut mata Shelia. "Apa kau tidak ingin memberikan keluarga yang lengkap untuk Nic, dia menginginkan kasih sayang seorang Ayah. Dan akulah, yang paling tepat! Kita sudah saling mengenal sifat satu sama lain, Nic juga sudah menganggap aku sebagi Papanya!" Ucap Daren.
"Daren, Nici masih Anak-anak dia belum mengerti apa pun, jangan menganggap serius kata-katanya." Shelia tersenyum canggung, sembari menarik tangannya pelan.
"Aku tahu dia masih kecil, justru karena itu aku ingin menjadi Ayahnya yang sah bagi dia, Shelia! Aku sudah terlanjur menyayangi kalian, aku ingin menjaga kalian seumur hidupku." Daren berucap teguh.
"Daren, aku juga sayang sama kamu...Tapi, hanya sebagai sahabat. Kamu boleh tetap menjadi Ayah angkat bagi Nici, tapi... Untuk menikah, rasanya itu tidak mungkin." Shelia memalingkan wajah, tak mampu menatap mata Daren, selain dari dia yang tidak memiliki rasa cinta pada Daren, Shelia juga tahu jika Anna sudah sejak lama menaruh hati pada Daren.
"Shelia, jadi kamu nolak aku lagi? Ini sudah ke-3 kalinya." Daren menghembuskan nafas kasar, "tapi tidak papa, aku akan tetap bersabar dan nunggu kamu sampe kamu bisa membuka hati kamu untuk cinta baru!" Daren bangkit dari jongkoknya sambil tersenyum, dia bukannya menyerah karena penolakan Shelia, justru dia semakin semangat ingin mendapatkan Shelia lewat Nicholas.
Di balik dinding, seorang bocah tengah mengintip kebersamaan dua orang lawan jenis itu. Dia mengintip sembari menggigit sebuah apel merah di tangannya.
"Ck ck, Papi gagal lagi. Apa harus aku yang turun tangan langsung?" gumamnya sambil berdecak kesal.
"Tapi, aku harus menguji tingkat ketertarikan Mami pada Papi. Aku tidak ingin salah pilih calon Papi asli." tambahnya lagi. Ya Nici, masih belum tidur sedari tadi dia menguping pembicaraan Shelia dan Daren dari balik dinding pemisah antara dapur dan ruang tamu.
Dia kembali mengunyah Apel sembari memikirkan cara, untuk menguji apa Maminya itu benar-benar tidak memiliki ketertarikan khusus untuk Papi angkatnya.
"Hem... Aku ada ide, hehe." Nici menyeringai, menampakan gigi susunya yang masih sempurna.
***
Keesokan harinya, Shelia tengah menyiapkan sarapan untuknya dan Nici kecilnya.
"Mami!!" Teriak Nici dari dalam kamarnya.
Prank...!!
Shelia seketika melempar susuk di tangannya, dia lari dengan wajah panik mendengar teriakan Nici dari kamarnya.
"Nici, ada apa Nak?! Apa kamu terluka?" Shelia menilik setiap inci tubuh Nici dari mulai tangan, kaki, perut, punggung, bahkan kepalanya tak luput dari penglihatan Shelia.
"Bukan aku yang terluka Mami. Tapi, Papi. Dia kecelakaan, tangannya patah!" pekik Nicholas, yang seketika membuat Shelia menghela nafas lega.
"Mami kira kamu yang luka. Lain kali, ngomong pelan-pelan Mami jadi kaget. Ya sudah setelah sarapan, kita jenguk Om Daren." Shelia berlalu dengan perasaan lega, namun setelah dia sampai di dapur, kini giliran dia yang berteriak.
Aaaaa....!!!!
"Makanannya gosong!" Shelia lekas mematikan kompor dan memandang sedih pada makanan di atas penggorengan yang sudah gosong.
"Haish... Aku lupa matiin kompor tadi," Keluh Shelia sembari memijat kening. Dia terpaksa harus menyiapkan makanan lain untuk sarapan.
Setelah sarapan, Shelia dan Nici pergi mengunjungi apartemen Daren, yang berjarak tidak terlalu jauh. Cukup 10 menit mereka telah sampai.
Tampak, Anna tengah berdiri di depan pintu apartemen Daren sambil menenteng paper bag di tangannya, dia hanya berdiri sembari menatap pintu yang tertutup rapat.
"Anna!" Tegur Shelia pelan.
Anna sangat terkejut, dan hampir ingin melarikan diri, namun Shelia menangkap tangannya.
"Kamu mau kemana?!" Pekik Shelia.
"A--aku cuma gak sengaja lewat, a--aku akan segera pergi." Ucapnya dengan gugup.
"Kamu ingin jenguk dia kan, ayo!" Ajak Shelia, dia tahu betul jika Anna memang sengaja datang untuk melihat keadaan Daren.
"Errr...gak usah Shelia, Ka--kamu aja. Aku harus pergi, aku ada urusan." Anna kembali ingin berlalu, namun Shelia mencekal tangannya.
"Anna... Jangan seperti ini, kalau kamu suka sama dia kamu harus berani." Shelia memberi semangat.
'Hem, jadi Tante Anna suka sama calon Papi?' Nici, menilik wajah Anna dari bawah, dengan tangannya yang masih dalam genggaman Shelia.
Anna menghela nafas berat, lantas mengangguk, dia beralih menatap Nici yang di tuntun oleh Shelia, "Hay Nici, kamu ganteng banget sih. Bikin tante gemes." Anna berjongkok sembari mencubit pipi Nici gemas.
"Hay juga tante." Jawab Nici, dia menatap aneh pada Anna.
'Jadi tante Anna suka sama Papi! Hem... mungkin inilah penyebab Mami nolak Papi, tapi coba aku liat dulu. Kalau Mami bener gak suka sama Papi, aku harus cari calon Papi baru, dan biarin tante Anna maju selangkah.' Gumam Nici dalam hati.
Shelia dan Nici masuk ke dalam rumah Daren di ikuti Anna di belakang mereka, "Papi!" Teriak Nici, sembari berlarian mencari Daren ke seluruh ruangan.
"Nic, Papi di kamar!" Jawab Daren dari dalam. Dengan segera Nici lari dan menghampiri Daren yang tampak tengah duduk berselonjoran sambil bersandar di kepala ranjang.
Dia tampak membisikan sesuatu ke telinga Daren, namun takdapat terdengar oleh Shelia dan juga Anna.
'Hebat Papi, menuruti ide ku, ini pasti berhasil.' Gumam Nici di daun telinga Daren.
'Apa yang Nici katakan pada Daren?' Shelia bertanya-tanya dalam hatinya.
Daren tampak tersenyum canggung, dia balas berbisik di telinga Nici.
'Hehe Nic memang Anak Papi yang pintar, rencana kamu pasti berhasil.' Daren mengedipkan sebelah matanya.
"Gimana keadaan kamu Daren?" Tanya Shelia sedikit curiga, membuat dua orang laki-laki beda usia itu menghentikan perbincangan yang hanya mereka berdua yang tau apa yang mereka bahas tadi.
"Ya lumayan, tangan aku patah dan kaki aku keseleo. Untuk beberapa hari, aku gak mungkin bisa jalan dan gak bisa ngurus diri sendiri." Daren memasang tampang sedih.
Nici beralih menghampiri Shelia dengan tampang sedihnya membuat semua yang melihatnya tak kuasa menolak anak lucu ini, "Mami, kasian Papi dia gak bisa tinggal sendirian, Mami kita temani Papi ya." Nici berucap dengan nada memohon.
Shelia menghela nafas berat, mengingat Daren telah banyak menolong dia dan Nici, Selia terpaksa mengangguk setuju, dia menoleh pada Anna yang diam sedari tadi.
'Anna maaf, aku bukan ingin merebut Daren dari kamu. Aku hanya ingin balas budi pada Daren, aku tidak bisa membiarkan dia dalam keadaan seperti ini sendirian.
"Yeay!! Aku akan tinggal sama Papi." Nici kembali berlari dan menghampiri Daren, dia lantas kembali berbisik.
"Papi, hanya ini yang bisa aku lakukan, selanjutnya terserah padamu." Bisiknya, sembari berpura-pura mencium pipi Daren.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Wirda Lubis
mungkin si Daren ayah si nici
2023-06-10
0
Sin Cera 😉
entah kenapa aku curiga ama kebaikkan daren
2021-10-04
4