Chapter 4

"Hei.. dahsu mala?." (sudah lama?)

Ini Chio laki-laki bertubuh gempal, dengan kaca mata tebalnya bermata agak sipit. Satu-satunya teman yang Mawar miliki. Mereka kenal sudah lima tahun lebih ,semenjak Mawar suka menyendiri ditaman yang terletak ditengah-tengah kota ini. Ngomongnya suka dibalik balik, katanya itu kode bicara jika ia membicarakan sesuatu yang tidak ingin diketahui orang lain. Chio melatih Mawar bicara seperti ini, agar mawar terlatih. Dia sedikit tahu tentang kehidupan Mawar, Mawar yang dulu susah diajak bicara, kini mulai terbuka tentang kehidupannya.

"Manabagai raaca nanganpertu lianka?" (Bagaimana acara pertunangan kalian?).

"Lancar."

"Orang ya,, biasanya abis tunangan itu mukanya seger, kamu abis tunangan mukanya lecek kayak cucian belum disetrika."

Mawar tertawa miris, "Belum juga 24jam kami tunangan, tapi dia gak menganggap aku tunangannya, semalam kami menabrak orang"

"Hah?." muka shock Chio sangat lucu dimata Mawar

"Biasa aja mukanya." gemas, Mawar meraup muka lebar Chio

"Namanya Putri, Rasya secepat itu bisa nerima Putri, bahkan Rasya minta Putri manggil dia mas, Rasya juga ngenalin aku ke Putri sebagai teman sepupunya." Mawar menggembungkan pipinya membuang nafas yang sesak, menatap jauh kedepan.

"Dan kamu ngerasa jadi orang yang nggak berguna?." Mawar mengangguk lemah "Rasya yang kamu lakukan itu JAHAT." ucap Chio menirukan jargon film yang banyak digemari masyarakat sekarang, dengan mata yang ia sipitkan.

Chio menggerakkan telunjuknya "No..no..no inget ya daun yang berguguran aja itu ada gunanya, apalagi kita manusia yang punya banyak cara dan akal, aku bilangin ya sama kamu, semakin kamu lemah dimata mereka, semakin mereka menindas kamu, apalagi si Rasya itu, kamu harus kuat menghadapi mulut berbisa dia, jangan mudah terpancing atau marah, justru itu akan menunjukkan kelemahan kamu dimatanya." Chio memulai pidato panjangnya tanpa diminta dan dibayar.

"Aku nggak yakin bisa ngejalaninnya, aku merasa kecil dihadapan banyak orang"

"Itu mungkin karena dari kecil ibumu selalu memperlakukanmu bagai serpihan debu, padahal dia nggak menyadari kalau anaknya remahan berlian" Chio menatap Mawar yang masih memandang jauh kedepan "Jangan terlalu naif, aku yakin kalo kamu bisa menghadapi semua, jangan lembek dihadapan siapapun, hadapi mereka, seperti aku, badanku memang bohay dan aduhai dibanding laki-laki diluar sana, tapi kamu tau, orang banyak mengenaliku karena aku berbeda, aku bangga akan kekurangan yang aku miliki, ingat ya Mawar kamu harus bangga apa yang kamu punya sekarang, biar orang lain menganggap kamu gak penting dan nggak berguna buat mereka, yakinlah bahwa ada orang yang sangat membutuhkanmu, seperti aku, cowok macho dan tampan sedunia."

Chio tertawa geli dengan kata-katanya sendiri.

"Ngab... ngab.." Chio melambaikan tangannya memanggil abang kerak telor yang mangkal tak jauh dari tempat mereka duduk.

Merasa tak dipanggil, siabang kerak telor pun tak merespon.

"Ihh... si Abang denger gak sih?."

Chio sebal sendiri, padahal dia yang salah cara manggilnya.

"Ngab.. ngab rakke lorte...." (Bang... abang kerak telor) panggilnya lagi sedikit keras. Siabang melihat kearah kami, namun karena tak paham dengan bahasa Chio lagi-lagi si abang tak mengindahkan panggilan Chio, tapi siabang kerak telor sedikit kebingungan, dia celingak-celingukan ke kiri kanan. Mungkin saja pikirnya ada orang lain.

Prook

prook

Prook

Chio menepuk tangannya tiga kali

Siabang kerak telor melihat kearah mereka lagi.

"Saya?." tunjuknya pada diri sendiri.

"Ayi ngab" (iya bang) jawab Chio sedikit sebal

Chio sadar gak sih kalau bahasa diatuh aneh, makanya orang gak paham, Mawar hanya menggelengkan kepalanya.

"Abang lama, gak mau ya dagangannya saya beli.?" omelny pada siabang.

"Iya maaf saya kan nggak tau kalau bapak mau beli kerak telor saya." jawab siabang yang tak merasa bersalah.

"Bapak-bapak, emang saya udah bapak-bapak, nngak liat apa, wajah aku ini baby face"

Chio ini kalau sudah ngomel melebihi dari ibu-ibu kompleks.

"Tadinya saya mau maafin, tapi karena abang panggil saya bapak gak jadi saya maafin."

"Terus saya panggil apa dong mba?" siabang malah balik becandain.

"Ehh siabang ngelunjak yaa.. udah saya gak jadi beli." Rajuknya

"Lahh gimana donk, ganti ongkos lah kalau begitu"

"Ya ampun bang... belagu amat jalan dari sana ke sini aja pake ongkos"

"Ya lumayan saya mikul gerobak saya, bensinnya berkurang ini, coba tuh liat keringat saya nyampe bercucuran, ini hampir selitar yang kaluar." tunjuk si Abang dahinya yang mengeluarkan keringat yang berbau uang.

"Astaga ini siabang, yaudah ini saya beli dua, yang spesial pokoknya, yang enak pake banget ya, kalau nggak enak, nggak saya bayar."

"Saya jamin dah kerak telor saya paling enak sejakarta sini." sombongnya "tapi kalau enak bayarnya harus dua kali lipat." tantang siabang

"Wah-wah-wah sombong banget si bang, yaudah bikin sekarang,awas aja kalo nggak enak"

Mawar pusing mendengar pertengkaran dua laki-laki yang tak saling mengenal, namun terlihat seperti akrab ini, tapi cukup menghibur dirinya, dan melupakan sejenak keresahan hatinya.

Mereka berpisah setelah senja mulai menampakkan wajahnya.

Dan diakhiri dengan Chio membayar dua kali lipat dari harga semestinya, karena terbukti memang rasa kerak telor siabang yang memang terbilang sangat enak.

* * *

Mawar melangkahkan kakinya masuk kerumah besar milik keluarganya. Terkadang dia malas untuk pulang, tapi kemana lagi dia harus kembali?.

Rumah yang seharusnya menjadi tempat ternyamannya untuk mengistirahatkan diri, justru rumah inilah yang membuatnya lelah, bukan lelah karena bekerja seharian, melainkan lelah karena selalu merasa tak dianggap.

Hati yang sebenarnya tak mampu menampung semua sendiri, tapi tak dapat mengutarakan apa yang menjadi bebannya selama ini

"Ibu, papa, aku memang membutuhkan banyak uang, tapi aku juga butuh kasih sayang" ingin rasanya ia mengatakan itu.

"Mawar."

Panggilan itu membuat Mawar menghentikan langkahnya yang hendak memasuki kamarnya yang terletak didekat antara ruang tamu dan dapur.

Mawar menoleh kearah suara, dimana seorang wanita yang masih terlihat cantik, diusianya yang hampir setengah abad.

"Tante." panggilnya pada mama Rasya

Mawarpun menghampirinya, dan menyalami tangan wanita itu.

"Kamu dari mana sayang?." tanyanya seraya mengajak Mawar duduk disofa bersamanya.

Mendengar pertanyaan itu, Mawar melihat kearah ibunya. Dia bingung harus menjawab apa pada calon mertuanya, sedang ia tidak bekerja. Dia yang jarang berkomunikasi dengan orang lainpun, lidahnya dibuat keluh untuk menjawab.

Beruntung mama Rika mengerti kehidupan Mawar.

"Tante nungguin kamu, Tante tadi udah ngobrol sama ibu kamu, kalau kita setuju untuk mempercepat pernikahan kamu dan Rasya, gimana, kamu setuju nggak sayang?."

Sungguh Mawar sangat terharu dengan kelembutan dan kasih sayang yang mama Rika berikan padanya.

Mata teduh wanita itu memberikan ketenangan dalam dirinya.

Apa jika nanti setelah menikah mereka akan tinggal bersama mamanya Rasya?, pasti dia akan sangat bahagia bisa bersama setiap hari.

Membayangkannya saja Mawar sudah sangat bahagia.

"Baik tante, jika memang itu yang terbaik".

Mawar menjawab tanpa pikir panjang lagi, ia juga tak memikirkan bagaimana dengan Rasya. Tanpa menanyakan terlebih dahulu pada ibunya.

"Alhamdulillah kalau begitu sayang, Tante senang kamu mau menerima keputusan ini, tante yakin kamu akan bahagia bersama Rasya."

Antusias wanita itu, ia tak menyadari raut wajah ibu Vivi yang memanas, mendengar perkataannya, ia merasa tersindir sendiri.

"Mba, saya sudah tidak sabar menunggu mereka menikah, mereka itu sangat cocok, Mawar gadis cantik dan baik, sedang Rasya tampan, iyakan mba?" tanyanya pada ibu Vivi yang hanya diam, tanpa melepas genggaman tangannya pada Mawar

"Tante sudah nggak sabar loh menimang cucu dari kalian, kamu harus sedikit bersabar ya Mawar, Rasya memang seperti itu sama perempuan, agak cuek dan dingin, tapi dia penyayang kok, itu efek dia nggak pernah pacaran." mama Rika terkekeh mengingat anak semata wayangnya itu, ia mengusap-usap bahu Mawar dengan penuh kelembutan

"Mana mungkin mba, Rasya setampan itu nggak pernah pacaran?." tanyanya ibu Vivi seolah tak percaya dengan ucapan calon besannya ini "Rasya itu tampan, mapan, pintar sempurnalah, pasti banyak cewek yang ngantri mau jadi pacarnya Rasyakan?" Imbuhnya lagi

"Rasya itu dari kecil nggak suka dekat perempuan." jujur mama Rika

Entahlah, nyatanya Rasya sudah berjanji pada seseorang, tapi mama Rika tak tahu, pada siapa Rasya berjanji? sedang Rasya sendiri jika ditanya tak tahu siapa yang ia tunggu, Diusianya yang sudah menginjak tiga puluh tahun, dia masih belum menemukan janji dan jawaban yang ia tak mengerti, tapi ia menyanggupi janji itu.

Aneh memang, janji tabu yang tak bisa ia janjikan bisa ia tepati atau tidak.

"Jika saya punya anak perempuan, saya pasti akan menjodohkan Rasya dengan anak perempuan saya mba."

Degh

Ibu Vivi merapatkan bibirnya, ia memejam, merasa kata-katanya bak bumerang untuk dirinya.

"Ah maksud saya, jika saya punya anak perempuan yang yang lebih pintar dari Mawar." Ralatnya, menyadari kesalahannya.

Mama Rika seakan tersentak mendengarnya.

"Maksud mba?." ia menelisik wajah ibu Vivi yang nampak gugup.

"E,, Mawar ini susah bergaul mba, akan susah dia beradaptasi dengan Rasya yang pintar bergaul, berbisnis, dan Rasya itu tipikal anak muda jaman sekarang." dustanya.

Padahal ia tak rela Mawar diperistri pria sesempurna Rasya dan hidup dalam keluarga yang memiliki kekayaan melebihi mereka.

"Mawar wanita yang tepat kok mba untuk Rasya, mereka akan saling melengkapi, bukankah menikah itu menutupi kekurangan satu sama lain, dengan kelebihan dan kekurangan yang mereka miliki, mereka akan saling membutuhkan, jika mereka sama-sama kuat, mereka akan egois, tidak akan ada yang mau mengalah, Mawarlah wanita yang tepat untuk anak saya, kesabaran yang Mawar miliki, akan merubah sifat keras Rasya selama ini" tukas mama Rika, mematahkan ungkapan ibu Vivi.

Ibu Vivi tersenyum getir, ia tahu betul sifat keras kepala calon besannya ini, jika saja bukan karena perjanjian kerja yang memberikan keuntungan yang berlipat-lipat untuknya, ia tidak sudi, memberikan Mawar kebahagiaan.

Tanpa Mawar ketahui juga, bahwa mama Rika datang memberikan tas keluaran terbaru, dengan harga yang fantastis, dan yang pastinya limited edition, hanya diproduksi tak lebih dari lima saja diseluruh dunia. Ibu Vivipun akan merogoh kocek yang sangat dalam jika harus membelinya, harus merayu suaminya dengan seribu jurus. Maka dari itu ia menyetujui pernikahan Mawar dan Rasya harus dipercepat tanpa menunggu persetujuan suaminya.

"Baiklah sayang, besok kamu kebutik ya untuk fiting baju pernikahan, Rasya yang akan menjemput kamu, istirahat lah, tante pamit dulu ya, dandan yang cantik." pamit mama Rika, ia mencubit gemas pipi Mawar.

Mawar mengangguk sebagai jawaban.

Sepeninggal mama Rika, Mawar berlalu kekamarnya, tak ada obrolan lagi antara dia dan ibu Vivi, memang begitulah mereka setiap harinya.

Dikamar ibu Vivi

"Akkkhhh tas ini, aku nggak pernah bermimpi bisa memilikinya." ibu Vivi berputar-putar kegirangan bak anak kecil yang baru mendapatkan mainan baru yang diinginkannya.

"Apa sih hebatnya Mawar sampe mba Rika memberikan aku tas semahal ini? akh bodohlah, yang penting aku mendapatkan tas ini, aku bisa menyombongkan pada ibu-ibu sosialita besok." girangnya tanpa menyadari bahwa dia telah masuk perangkap yang telah mengintainya.

* * *

Keesokan harinya,

Seperti yang dijanjikan mama Rasya padanya semalam, bahwa hari ini mereka akan fiting baju pengantin.

Mobil Rasya sudah terparkir didepan rumah Mawar.

Mawar keluar dengan rambut digerai, rambut coklatnya berkilau terkena terpaan sinar matahari, kulit putih itu sangat cocok dengan kaos rajut merah maroon yang dipadukan dengan rok hitam sebetisnnya, terlihat sangat anggun dan cantik, walau dia tak memakai aksesoris apapun, hanya jam tangan kulit yang melingkar ditangan kirinya, tas hitam yang ia sampirkan dibahu.

Jangan harap Rasya akan turun dan membukakan pintu untuknya, membuka jendela hanya untuk menyapanyapun dia enggan.

Mawar menghampiri mobil itu, dan membuka pintu penumpang disebelah kemudi.

"Hai mba" sapa Putri yang tersenyum manis.

.

.

.

.

*To be continue...

Jangan lupa tambah favoritnya ya...

untuk dukung karya aku yang masih remahan jengkol ini 😘😘😘*

Terpopuler

Comments

Yuliana Purnomo

Yuliana Purnomo

ya ampun Rasya emang menguji kesabaran

2024-05-21

0

Dien

Dien

bener2 nih rasya
gak sabar nunggu rasya menyesal udah sia2in mawar

2022-05-12

0

Almiraaa Nasution

Almiraaa Nasution

aku dukung kamu mawar, semangat

2022-04-18

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!