Pagi hari, Andara terbangun. Ia mendengar suara di luar sana, lantas ia pun beranjak dari tempatnya. Seulas senyum tersemat di bibirnya, awal yang menyenangkan. Pikirnya seraya membuka jendela kamarnya, menghirup udara segar di sana.
Ia melihat seorang ibu-ibu tengah menyapu halaman, dan ternyata suara dari sapu tersebutlah yang sudah membangunkannya. Selagi di rumahnya, Andara kerap diperlakukan kasar di sana. Pagi-pagi ia sudah berkecimpung di dapur, membuatkan sarapan untuk mereka. Dan kini, ia merasakan ketenangan di sini.
"Inikah awal hidupku?" batinnya.
Lalu, apa tujuan laki-laki itu? Apakah dia juga menyelamatkannya kali ini? Dara sudah tidak sabar ingin segera bertemu dengan pria itu. Ia harus mengucapkan terimakasihnya padanya.
Ia pun bersiap untuk membersihkan diri, lantas ke dapur membuat sarapan di sana.
"Nona, ini pekerjaan saya," ucap pembantu di sana.
Dara terkejut dibuatnya.
"Ah maaf, Bi. Saya hanya membuat sarapan," jawab Dara.
"Iya, tapi itu pekerjaan saya. Tuan bisa marah nanti, biar saya saja yang melakukannya."
"Tidak, Bi. Tuan tidak akan marah, biar pun marah saya yang akan menghadapinya."
Hingga tak lama kemudian suara deheman terdengar dikedua telinga Dara juga bibi. Si bibi menggeserkan tubuhnya sedikit menjauh dari sana, sampai gadis yang berada di sebelahnya pun menoleh ke arahnya.
"Ada apa pagi-pagi sudah ribut?" tanya Lingga yang sudah terlihat rapi, rambut klimis, wajah tampan serta bulu-bulu halus memperindah pemandangan mereka. Dira yang melihatnya pun merasa takjub, namun wajah dinginnya membuat gadis itu tak berani menatapnya. Bukankah ia tadi berkata akan menghadapinya jika sang tuan marah? Kenapa Dara jadi melempem?
Baru Dara hendak membuka mulutnya, menjawab pertanyaan tuan Lingga. Namun, bibi langsung mendahuluinya.
"Maaf, Tuan. Bibi tadi melarang Nona ini untuk melakukan pekerjaan dapur."
"Biarkan saja, biarkan apa yang akan dilakukannya dan jangan melarangnya," jawab dingin tuan Lingga.
"Buatkan saya kopi," pinta tuan Lingga kemudian pada Dara.
Tentu, dengan senang hati Dara membuatkannya. Ia harus membalas apa yang sudah dilakukan tuan Lingga padanya. Baginya tuan Lingga adalah penyelamat hidupnya.
"Ini, Tuan." Dara meletakkan secangkir kopi di atas meja. Tuan Lingga nampak begitu dingin, dia hanya menjawab.
"Hmm." Tanpa melirik sedikit pun pada gadis itu, ia terus fokus pada layar kecilnya yang sedang ia mainkan, jari jemarinya berselancar di layar itu.
Dara yang hendak pergi dari sana, seketika langkahnya terhenti.
"Duduk! Dan jangan beranajak sebelum saya mengizinkan," kata tuan Lingga.
Dara pun mendudukkan tubuhnya di kursi meja makan tersebut, tepatnya di depan tuan Lingga. Si bibi pun datang membawakan sarapan untuk mereka. Meletakan makanan itu di atas meja sana. Dara hendak membantu, namun ...
"Kamu cukup diam dan menemaniku sarapan, selebihnya biarkan Bibi yang mengerjakannya," ucap tuan Lingga.
"Tapi-."
"Saya tidak suka dibantah!" Ucapnya seraya menggebrak meja.
Si bibi hanya bisa memejamkan matanya sekejap, wanita paruh baya itu sudah tahu akan sikap keseharian tuan Lingga. Namun di menit berikutnya.
"Ini, makanlah." Tuan Lingga menyodorkan sebuah piring ke arah Dara. Dara pun melihat ke arahnya dengan tatapan aneh.
Sikapnya gampang sekali berubah, bahkan tadi cukup menyeramkan. Dara pun memakan sarapannya. Tuan Lingga pun sama, melakukan apa yang dilakukan gadis itu. Sesekali, Dara melirik tuan Lingga.
Tidak ada yang aneh jika melihat tampangnya, malah terlihat begitu manis jika sedang makan seperti itu. Sarapan pun selesai, tuan Lingga beranjak dari tempatnya. Tanpa mengeluarkan kata sepatah pun pada Dara.
"Tuan," panggil Dara.
Tuan Lingga pun menghentikan langkahnya tanpa membalikkan tubuhnya.
"Terimakasih sudah menolongku, apa Tuan tidak ingat denganku?" tanyanya kemudian.
Tuan Lingga pun membalikkan tubuhnya, melihat wajah Dara lekat-lekat. Ia tidak ingat siapa wanita itu? Setelah mencoba mengingatnya, ia malah kembali melanjutkan langkahnya dan tidak mempedulikan gadis itu.
"Apa dia tidak ingat padaku?" tanya Dara pada dirinya sendiri.
Tanpa meninggalkan pesan, tuan Lingga pergi begitu saja. Dara pun kembali membantu pekerjaan si bibi, ia membawakan piring kotor ke tempat pencucian piring. Ia memang sudah biasa melakukan itu di rumahnya, tangannya yang kasar menjadi saksi bisu betapa kejamnya tante-nya itu padanya. Semoga, di sini. Dara menemukan kebahagiaannya.
Walau ia belum tahu, apa maksud dari tuan Lingga sampai ia harus mengeluarkan uang yang begitu banyak hanya untuk wanita seperti dirinya. Bahkan, tuan Lingga mampu mencari wanita yang jauh lebih cantik darinya.
***
Di kantor.
Sekretaris tuan Lingga yang bernama Zio, pagi-pagi sudah kena amukan sang bos. Bagaimana tidak marah, rahasia perusahaan bocor. Kerugian pun terjadi di kantornya. Tuan Lingga yang tidak bisa mengontrol emosinya membuat ruangnya seperti kapal pecah. Pria itu tidak bisa konsen dari pekerjaannya hingga ia memutuskan untuk keluar dari kantor.
Sore hari sampai menjelang malam, tuan Lingga tidak kembali ke kantor. Pria itu malah pergi ke club. Club malam menjadi pelariannya di sana, sampai ia mabuk berat. Hugo pun datang menjemput sang bos di sana. Pria itu sudah tahu akan keberadaan tuannya.
Hugo membawanya pulang. Setibanya di rumah, tangan kanannya mengantarnya ke kamar. Namun, disaat ia membopong tubuh tuan Lingga, mereka berpapasan dengan Dara.
"Hey kamu ... Kamu sudah membuat keluarga ini hancur!" teriak tuan Lingga ke arah Dara, tangannya sambil menunjuk-nunjuk wajah Dara.
"Kenapa dia?" tanya Dara pada Hugo.
Berniat hati ingin membantu, Dara langsung di dorong oleh tuan Lingga sampai gadis itu terjerembab ke dingding.
"Aw," pekik Dara.
Tuan Lingga langsung terbahak melihat Dara kesakitan. "Itu belum seberapa!" ucap tuan Lingga.
Tidak ingin Dara menjadi sasaran, Hugo langsung membawa tuan Lingga ke kamarnya. Mengistirahatkan tubuhnya di atas kasur yang berukuran king size itu. Sementara Dara, wanita itu ternyata mengikuti Hugo. Ia begitu penasaran, apa yang terjadi padanya? Kenapa tuan Lingga terlihat sangat membencinya? Bukankah tadi pagi baik-baik saja? Pikirnya.
Tanpa sepengetahuan Hugo ia mengikutinya, disaat pria itu hendak keluar, Dara langsung bersembunyi. Sepertinya memang ada rahasia dari tuan Lingga itu. Pria itu bahkan mabuk berat hingga sekarang sudah tidak sadarkan diri. Entah sudah tidur atau memang benar-benar mabuk.
Setelah Hugo pergi dari kamar itu, Dara masuk ke dalam sana. Memastikan akan tuan Lingga. Ia mendekati tuan Lingga, hingga kini keberadaanya tepat di sampingnya.
"Apa dia memiliki masalah di kantor?" batin Dara. Biasanya memang seperti itu, jika sedang ada masalah di kantor, pasti mencari pelarian. Mabuk, mungkin bisa membuatnya tenang. Pikirnya kemudian.
Dara membuka sepatu yang dikenakan tuan Lingga, lalu membuka kancing baju bagian atas. Agar pria itu tidak merasa sesak, tapi ...
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
Bundy Ramay
lanyjut thor
2021-09-29
0
Rosmawati Intan
tak ada smbungan thor
2021-09-29
0