Kepribadian ganda Tuan Lingga

"Tuan Lingga mengidap bipolar, dia menganggap dirinya tidak kenapa-kenapa. Dia juga tidak mau dibawa ke rumah sakit," jawab Hugo.

"Bipolar? Penyakit yang memiliki kepribadian ganda?" tanya Dara.

"Iya, saya harap Nona bisa mengerti. Saya juga berharap, semoga Nona bisa membantunya. Dia memang kejam, tapi dibalik semua itu tersimpan kebaikan seperti yang dia lakukan kepada Nona. Dia menyelamatkan Nona dari Nyonya Merry."

"Haruskah aku berkorban?" batin Dara. Penyakit Bipolar bukan penyakit biasa, bahkan ia bisa terancam akan keselamatannya bukan? Tapi, pria itu sudah baik padanya.

"Banyak wanita yang sudah tinggal di sini, tapi mereka hanya mengincar harta Tuan Lingga. Tapi setelah tahu sikap Tuan Lingga, mereka semua kabur," jelas Hugo.

"Semoga Nona bisa menjadi wanita terakhir di sini. Tuan Lingga begitu karena trauma dimasa lalunya, hancurnya keluarga mereka diakibatkan dari Mama Tuan Lingga yang tak pernah menghargai suaminya. Dari situ, Tuan Lingga sering marah tidak jelas."

"Kasian sekali, tapi saya juga takut, Tuan Hugo. Dia begitu menyeramkan."

"Tapi saya mohon, coba bertahan dan membantu Tuan Lingga untuk sembuh. Dia butuh sosok yang bisa mengerti dirinya."

Ada rasa iba didiri Dara pada laki-laki itu, apa dia harus bertahan di sini? Kalau iya harus pergi, Dara mau tinggal di mana? Bahkan tante-nya sendiri pun begitu teganya sudah menjualnya. Ia harus bertahan di sini, melanjutkan hidupnya. Meski pun taruhannya adalah nyawa, ia tahu resiko hidup bersama orang yang mengidap bipolar.

Ia juga harus membantu tuan Lingga sembuh dari penyakitnya itu. Ok, karena dia sudah tahu, ia pun harus mengerti dan bersiap biasa jika terkena amukan pria itu.

"Walaupun Nona di sakiti, ia akan langsung tersadar dengan apa yang Tuan Lingga lakukan. Jadi tidak ada yang perlu ditakutkan," ucap Hugo mencoba meyakinkan Dara.

"Iya saya mengerti," ujar Dara.

"Jangan membuatnya marah, bila perlu bikin dia selalu nyaman ketika bersama Nona," ujar Hugo kembali. "Coba saja mulai pendekatan padanya, siapa tahu Tuan Lingga bisa terbuka pada Anda, Nona."

Belum apa-apa, Dara sudah berkeringat dinging. Tubuhnya saja masih terasa begitu sakit, tapi ia akan mencobanya. Gadis itu pun mulai melangkahkan kakinya menuju kamar tuan Lingga. Perlahan tapi pasti, ia melihat tuan Lingga tengah terdiam dan bersandar di dekat jendela. Melihat ke arah luar, entah apa yang ada dalam pikiran laki-laki itu.

"Tuan," panggil Dara.

Tuan Lingga pun menoleh ke arahnya, sikapnya biasa saja. Pria itu sedang berada pada mode normal. Gadis itu menghampirinya, dan tersenyum pada pria itu. Dara mencoba tenang meski pun sebenarnya ia sedikit takut.

"Maafkan saya, Tuan," ucap Dara setibanya di depan tuan Lingga.

Pria itu pun tersenyum padanya sembari berkata.

"Saya yang harusnya minta maaf, maaf soal semalam. Pasti tanganmu sakit 'kan?"

Dara melihat ke arah bagian tubuhnya yang terluka, ia memang merasakan sakit. Tapi rasa sakitnya tidak sebanding dengan apa yang dilakukan tante-nya padanya, sang tante lebih menyakitinya dari ini. Jadi, Dara harus lebih kuat menghadapi tuan Lingga.

"Perlu kita ke Dokter?" tanya tuan Lingga.

"Tidak perlu, luka ini tidak seberapa dengan luka yang lain," jawab Dara.

"Luka yang lain?" ulang tuan Lingga.

"Iya, Tuan. Justru saya berterimakasih Tuan sudah membebaskan saya dari Tante Merry."

"Dia bersikap kasar padamu?" Seketika tuan Lingga menyalak marah, ia jadi teringat pada mendiang sang ibu.

"Tidak sering, hanya pernah saja. Saya tidak suka dendam, bagaimana pun dia adik dari Mama."

Dara mulai membuka hati tuan Lingga, mulai membuka hatinya, mencoba untuk tidak dendam pada seseorang. Tuan Lingga terdiam, ia merasa sudah dendam pada ibunya sendiri. Melihat keadaan Dara yang sepertinya lebih menderita darinya, ia pun mencoba bangkit dari keterpurukannya.

"Dara, boleh saya minta tolong?"

"Apa, Tuan? Apa yang bisa saya bantu?"

"Tolong ambilkan obat di dalam laci sana." Ucapnya seraya menunjuk laci tersebut. Sudah lama ia tak menkomsumsi obatnya, ia merasa sudah berputus asa, bahkan ia sering mencoba mengakhiri hidupnya.

Gadis itu kembali dan membawakan obat.

"Sepertinya saya harus ke dapur dulu, Tuan. Mengambil minum." Ucapnya seraya meletakkan obatnya di meja.

"Hmm," jawab tuan Lingga.

Beberapa menit, Gadis itu kembali membawa gelas di atas nampan dan memberikannya pada tuan Lingga, sekali tenggak ia meminum obat itu. Ada secerca harapan baginya untuk hidup normal, merasa mendapatkan seorang teman untuk membantunya bangkit dari keterpurukannya.

"Tuan belum sarapan, apa tidak apa-apa minum obat sebelum makan?" Dara baru ingat akan hal itu, di dapur juga ia tak melihat keberadaan si bibi. "Saya buat sarapan dulu ya ,Tuan. Sepertinya Bibi tidak masuk bekerja hari ini."

"Hmm, terserah kamu saja."

Dara pun pergi meninggalkan Tuan Lingga, ia bergegas ke dapur membuatkan sarapan. Di sana, ia bertemu Hugo yang sedang mengambil air minum.

"Bagaimana, Nona? Apa Tuan Lingga bisa Anda dekati?"

Gadis itu mengangguk seraya tersenyum, memastikan Hugo akan keberhasilannya.

"Semoga awal yang baik ya, Nona."

"Semoga saja, Tuan."

"Panggil saja Hugo, di sini hanya ada satu Tuan, yaitu Tuan Lingga."

"Apa kamu sudah lama bekerja dengannya? Tentu kamu sering mendapatkan amukan darinya, iyakan?" Tanyanya sambil tersenyum seraya meledek Hugo.

"Ya, begitulah. Oh, iya. Saya permisi dulu ya, Nona? Takut Tuan Lingga marah."

Dara pun mengangguk, dan ia mulai memasak. Satu jam kemudian, hasil masakannya sudah selesai, bahkan sudah tersaji di atas meja. Ia pun memanggil tuan Lingga untuk segera sarapan.

Belum Dara memanggilnya, tuan Lingga sudah muncul dari arah tangga menuju dapur.

"Sepertinya enak ya, Dara?" Tuan Lingga langsung mencicipi makanan itu, dan hasilnya memang enak.

"Anda suka?" tanya Dara.

"Iya, masakanmu enak."

Dara pun langsung mengambilkan makanan untuk tuan Lingga. Setelah itu, ia pun segera undur diri. Namun, tuan Lingga melarangnya untuk pergi.

"Bukankah saya pernah mengingatkanmu untuk tidak pergi sebelum saya mengizinkan!" teriak tuan Lingga.

Dengan segera, Gadis itu kembali. Ia tidak boleh membuatnya marah, hampir saja ia lupa akan hal itu. Dan akhirnya, mereka pun sarapan bersama. Dara begitu terkejut melihat tuan Lingga makan begitu nafsunya, bahkan hampir semua masakannya itu dihabis olehnya.

"Apa itu bagian penyakit dari bipolar?" batin Dara. Tuan Lingga memang tidak bisa mengontrol diri, bukan kemarahan saja yang tak bisa dikontrol, cara makannya pun sama.

Tambahan baginya untuk membantu tuan Lingga, ia tak bisa membiarkan laki-laki itu gemuk. Takut malah kena penyakit lain. Seketika, makanannya pun habis. Dara hanya bisa menelan ludahnya sendiri.

"Saya suka masakanmu, Dara. Kamu pintar memasak juga," puji tuan Lingga.

Bersambung.

Terpopuler

Comments

Rosmawati Intan

Rosmawati Intan

mcm menakut kan juga penyakit nya....anak2 yg jadi mangsa keganasan rumh tangga..

2021-10-21

0

Pangeran Matahari

Pangeran Matahari

bom like mendarat tour.....


aku baca di promo singgah balik y tour

2021-09-29

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!