Panggilan dari Bang Raga pun berakhir. Dengan langkah cepat, ku panggil-pangil Ibu yang berada di toko kue.
"Bu, Ayah Bu..., ayah kecelakaan Bu, kita harus kerumah sakit Bu " ku temui Ibu yang sudah selesai melayani seorang pembeli kue dengan wajah terkejutnya.
"Astaghfirullahaladzim Ya Allah, bagaimana keadaan ayahmu Dek..., selamatkan suamiku yang Allah..." Ibu terduduk lemas dan menangis sambil memeluk tubuhku.
" Bu, kita ke rumah sakit sekarang ya Bu, kita harus cepat kesana, Bang Raga tadi mengatakan, ayah belum juga sadar. Tutup saja tokonya Bu, sini Adek bantu Bu " menutup toko dan menuju kamar untuk mengambil baju ganti untuk Ayah.
" Ayo Bu, kita berangkat " ucap Annisa
" Tunggu Dek, Ibu kunci dulu rumahnya, kamu tahu dari mana Ayah di rumah sakit Dek ???" ucap Ibu penasaran .
"Abang tadi yang ngasih kabar Bu," mengambil sepeda motor yang berada di garasi rumah.
" Kita naik apa ke sana Dek ," jawab ibu berjalan ke teras rumah.
" Ini Bu, "menunjuk sepeda motor yang kunaiki sambil memakai helm
" Ibu takut kamu bonceng, nanti Ibu jatuh " ucap Ibu ragu-ragu.
" Gak Bu, Adek akan pelan-pelan, cepat naik b
Bu !" ucapku mengajak Ibuk naik ke sepeda motor.
" Sebentar, jangan ngebut ya Dek," ucap Ibu sambil naik ke sepeda motor.
" Sudah???, pegangan kuat Bu," ucapku sambil menjalankan sepeda motor.
" Bismilahirrahmanirrahim, " ucap Ibu sambil memejamkan mata.
Ku jalankan sepeda motorku membelah jalan yang ramai. Kuat cengkraman tangan Ibu membuatku sesak. Ku longgarkan dekapan Ibu agar mudah aku bernapas. Terasa Ibu mendekap kembali lebih kuat.
Terdengar suara dering ponselku berbunyi berulang-ulang, membuat ibu gelisah menyuruh aku berhenti untuk mengangkat ponselku.Aku kenal salah satu nada panggilannya, bunyi dering itu menandakan sahabatku yang menelepon dan selebihnya aku lupa menandainya.
Ku fokuskan kembali pandanganku ke jalan takut-takut nanti kalau tidak fokus aku menabrak pengendara yang lain. Tetapi ada yang lebih penting yang ku khawatirkan daripada panggilan tersebut.
"Angkat aja Dek, mana tahu itu dari Abang mu??"ucap Ibu dengan mata masih terpejam.
"Gak Bu, itu bukan dari Abang, nnti di sana aja kalau sudah sampai baru Adek lihat " mencoba menjelaskan kepada ibu karena setelan nada dering sudah di buat berbeda.
Terasa lama di jalan kalau pelan-pelan begini seperti kura-kura. Tidak sabar rasanya ingin cepat sampai, ingin tahu keadaan ayah secepatnya. Ku kebut sepeda motorku, ternyata ada peringatan dari belakang sambil mencubit pinggangku. Terasa sakit cubitan Ibu, aku lupa kalau Ibu ternyata aku bonceng, aku pikir aku mengenderai motornya sendirian.
"Pelan-pelan Dek, Ibuk takut...,ingat nyawa..." ucap Ibuk sambil memegang pinggangku kembali.
" Iya Buk, Adek lupa..."jawabku sambil menormalkan kecepatan.
Aku berhenti di lampu merah, tidak jauh di depanku, kulihat candra juga berhenti berada di sepeda motornya yang sedang memegang ponsel, seketika itu ponselku juga berdering. Kulihat candra seperti mengenali bunyi nada dering ponselku dan segera menoleh kebelakang.
Tetapi seketika itu lampu berganti hijau. Kendaraan yang berada di belakang terus membunyikan klakson supaya kendaraan yang di depan segera berjalan. Akhirnya Candra dengan kecepatan penuh melajukan sepeda motornya.
Aku yang tertinggal di belakang memikirkan candra dan merasa heran mengapa candra berpakaian rapi seperti ingin mendatangi sebuah acara. Aku sampai lupa bahwa aku akan juga datang ke sebuah acara sahabatku tapi gagal karna ada yang lebih penting untuk ku ketahui keadaannya.
Tiga puluh menit kemudian.
Sampailah kami di rumah sakit Medika Cipta. Kuparkirkan sepeda motorku dan ku telpon bang Raga untuk menanyakan di kamar berapa ayah dirawat. Bang Raga mengatakan ayah dirawat di ruang VIP kamar anggrek.
Sampailah kami di depan pintu kamar tempat ayah di rawat kulihat sebuah ruangan VIP untuk kalangan atas, aku berpikir pasti harga kamarnya mahal. Uang dari mana nanti kami membayar biaya rumah sakit ini.
Tok...tok....tok...tok...
Pintu terbuka, ku lihat Bang Raga dengan mata sembabnya dan penampilan yang kusut. Langsung aku menerobos masuk ingin mengetahui keadaan ayah. Ku peluk ayah yang terbaring di tempat tidur terpasang infus ditangannya dengan mata terpejam, banyak luka-luka di tubuhnya. Kulihat kepala, tangan dan kaki ayah di perban. tidak terasa air mataku sudah membasahi pipi dan Ibu terus menangis disamping tempat tidur ayah.
" Bagaimana ceritanya Bang, Ayah kok bisa seperti ini ???"ucap Ibu sambil tersisa.
" Tadi Ayah pulang sekolah melihat ada anak-anak mengejar bola di tengah jalan dan ayah menyeberang tiba-tiba untuk menyelamatkan anak itu Bu. Untung saja pengendara yang menabrak ayah mengenderai mobilnya dengan pelan, mungkin kalau ngebut, mungkin keadaan ayah tidak tau lagi Bu..."
" Siapa yang bawa ayah ke rumah sakit ini Bang, kok abang bisa tahu ayah di bawa kemari, mana ini rumah sakit mahal, bagaimana kita bisa bayar biayanya Bang???" ucap Ibu merasa khawatir.
" Bu, tadi yang bawa ayah ke rumah sakit ini, papanya Gilang, pak Yuda Bu. Bapak itu tadi tidak sengaja hampir menabrak ayah. Pak Yuda gugup karena masyarakat sudah ramai hampir menghakimi beliau.
Akhirnya dia menghubungi Gilang agar mnjumpai ayahnya ditempat kejadian. Gilang mengenal ayah, dan Gilang langsung menghubungi Abang.
"Pak Yuda merasa bersalah, walaupun kesalahan bukan sepenuhnya kesalahan beliau. Beliau dan Gilang terus meminta maaf kepada Abang, dan mengatakan kalau papanya Gilanglah yang akan mengobati keadaan Ayah sampai sembuh "ucap Raga menjelaskan kepada Ibu.
"Bagaimana keadaan anak itu Bang? "ucapku penasaran.
" Anak itu hanya lecet di tangannya, dia selamat karena ayah sempat mendorongnya kepinggir.
tok...tok. ..tok....tok..
Cklek
"Assalamualaikum..., saya mau memeriksa keadaan Pak Putra dulu ya Bu " ucap dokter ramah kepada ibu.
"Oh silahkan Dok, kapan suami Saya sadar ya Dok.."
"Mungkin satu jam lagi Bu, ini Pak Putra belum sadar karena masih pengaruh obat bius,
ada beberapa luka di tubuh Pak Putra yang harus kami jahit tadi Bu. kami beri obat bius supaya bapak ini tidak terasa sakit. Nanti kalau ayah sudah sadar kabari saya ya Bu "
"Saya tinggal ya Bu,
Assalamualaikum ..."ucapan Dokter.
" Walaikumsalam Dok " ucap kami di ruangan ayah.
"Bang, Abang pulang duluan ya bang, nanti sore abang ke mari lagi, baju Abang juga kotor, biar adek ama Ibu yang jaga Ayah ". ucapku melihat penampilan Abang yang kusut dan lelah.
" Iya Dek, tapi Abang beli makanan dulu untuk kalian ya, setelah itu baru Abang pulang, abang pergi sebentar ya Dek " Ucap Bang Raga.
" Iya Bang, hati-hati di jalan "ucapku sambil menutup pintu.
Kulihat Ibu tertidur di kursi sambil memegangi tangan Ayah. Ku rebahkan tubuhku di sofa dan mengambil ponselku. Ku lihat empat panggilan tak terjawab atas nama Rini dan dua puluh panggilan terjawab atas nama Candra. Satu chat dari Candra ku baca apa isinya.
" Nisa, kamu dimana Nis, ? aku butuh kamu, aku ada masalah Nis, tolong bantu aku ".
Ku panggil Candra berulang-ulang tapi tidak aktif, lalu ku ketik ponselku " Aku gak bisa bantu kamu sekarang Can, ayahku kecelakaan dan masuk rumah sakit, maaf ya Can...".
Ada apa sebenarnya dengan kamu candra, kenapa di ujung pesanmu ada emoji menangis, masalah apakah yang menimpamu?, Maafkan aku Can, aku sebagai kekasih mu tidak bisa membantumu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 129 Episodes
Comments