Setelah menyuapi sang ibu untuk makan dan minum obat, Kinar pun segera berpamitan pada sang ibu dan mama Sarah, untuk berangkat bekerja.
"Ibu nggak apa-apa kan, kalau hari ini Kinar tinggal, Kinar janji akan pulang lebih cepat." ucapnya, sembari mengulurkan tangan untuk menyalami ibunya.
Safira mengangguk, "Hati-hati nak!"
"Iya bu, Kinar berangkat dulu,"
"Oma, Kinar berangkat dulu ya!" meraih dan mencium tangannya.
"Iya sayang, hati-hati ya!"
"Iya Oma."
Setelah kepergian Kinar, mama Sarah yang kini sering di sapa Oma Sarah itu, menatap iba kearah Safira, putri dari sahabatnya itu.
"Ceritakan pada saya, sebenarnya apa yang terjadi Fir?"
Safira terdiam, namun detik kemudian ia mulai terisak, "Saya dan Kinar di tendang dari keluarga Wijaya, karena saya tidak melahirkan anak laki-laki seperti yang mereka harapkan."
"Mana bisa begitu Fir?" Oma Sarah memekik tak percaya.
"Lalu bagai mana dengan suamimu, apa dia sama sekali tidak membelamu didepan orang tuanya?"
Safira menggeleng, "Dia sempat membela, namun sepertinya dia tak bisa berbuat apa-apa, karena pak Adiguna sudah mengancamnya, dengan alasan akan mencabut seluruh aset yang mas Surya miliki."
"Sudah gila kali ya, si Surya itu, masa lebih memilih mempertahankan harta di banding anak istrinya, ini sih namanya keterlaluan Fir." nada bicara Oma Sarah naik satu oktaf.
"Sudahlah bu, lagi pula dia sudah menikah lagi dengan gadis pilihan ayahnya."
"Kamu kok diam aja sih diperlakukan begini Fir?"
"Lalu saya harus bagaimana bu, wanita rendahan seperti saya ini tidak bisa berbuat banyak, selain menerima dengan hati yang lapang."
"Saya sudah ikhlas bu, hanya satu yang kini menjadi beban dalam hati saya, kalau seandainya saya meninggal dalam waktu dekat ini, bagai mana dengan nasib putri saya si Kinar, dia tidak punya siapa-siapa lagi selain saya." ucap Safira dengan suara yang semakin terisak.
"Kalau saya jadi kamu, mungkin saya nggak bisa sekuat itu Fir,"
"Kmu tidak boleh berbicara seperti itu, kamu pasti sembuh, saya akan usahakan agar Dokter menangani kamu segera."
"Ibu tidak usah melakukan apapun untuk saya, hanya satu yang saya pinta dari ibu, titip Kinar putri saya, ibu boleh menyuruh apapun padanya, tenaganya tidak usah diragukan, karena dari kecil dia sudah banyak belajar tentang kerasnya hidup."
"Tapi Fir?"
"Saya mohon bu."
"Bukan masalah kamu mau menitipkan Kinar pada saya Fir, justru saya akan merasa sangat senang jika Kinar putri cantik dan Ramah itu tinggal bersama saya, tapi saya juga ingin kamu sembuh Fir, kamu harus sembuh."
Lagi-lagi Safira menggeleng, "Terimakasih bu, mau menerima putri saya." Safira meraih tangan Oma lalu di genggamnya.
Oma Sarah, kembali menatap mata Safira dalam, ada perasaan lain dalam hatinya, ketika memandang wajah pucat pasi yang sedang terbaring lemah dihadapannya kini.
"Saya janji, akan merawat dan menjaga putrimu dengan sebaik-baiknya Fir, kamu tidak perlu khawatir lagi memikirkan dia ya, kalau begitu kamu beristirahatlah, saya akan datang lagi besok untuk menjengukmu."
"Baik bu, terimakasih banyak!"
Oma Sarah mengangguk, lalu melangkah keluar ruangan Safira dengan perasaan gundah.
..
Pukul 15:45 Kinar kembali kerumah sakit, gadis itu benar-benar menepati janjinya yang akan pulang lebih cepat.
"Ibu udah makan?" ucap Kinar Riang, Sedangkan Safira membalasnya dengan senyuman, senyuman yang begitu berbeda dari biasanya bagi Kinar.
"Kinar, ibu mau tanya sesuatu boleh nak?"
Kinar tersenyum, "Tentu saja boleh ibu, ibu mau bertanya soal apa, Kinar pasti jawab kok!" ucapnya antusias, Kinar yang merasa ibunya terlihat lebih segar dari biasanya, kian merasa sangat bahagia.
"Menurut Kinar, Oma Sarah baik nggak?"
"Baik, meskipun udah berumur tapi orangnya asik kok buat di ajak ngobrol, memangnya kenapa bu?" Kinar meraih tangan ibunya, lalu kemudian diciumnya, dan ditempelkannya diwajahnya, begitu seterusnya.
"Berarti kalau ibu suruh Kinar tinggal sama Oma Sarah, Kinar mau?"
"Kok tinggal sama Oma Sarah, maksudnya gimana bu, Kinar nggak ngerti."
"Yasudah jangan terlalu di pikirkan, istirahatlah nak, kamu pasti kecapean, karena seharian ini sibuk bekerja."
Meski masih kepikiran dengan kata-kata ibunya barusan, namun pada akhirnya Kinar memilih diam.
.
.
Esok harinya seperti biasa, setelah menyuapi dan memberi obat untuk ibunya, Kinar sudah bersiap-siap untuk berangkat menuju Cafe tempatnya bekerja selama 3 bulan ini.
"Ibu, kinar berangkat dulu ya."
"Iya nak, hati-hati anak ibu."
"Kinar!" ucapnya, ketika Kinar tengah berjalan hendak membuka pintu.
Kinar pun kembali membalikan badannya, "Kenapa bu?"
"Sini nak, sebentar." Safira merentangkan kedua tangannya, meminta agar Kinar mendekat padanya.
"Ibu kenapa?" ucap Kinar yang merasa tubuh ibunya bergetar ketika memeluknya.
"Ibu cuma lagi pengen peluk Kinar aja." mengusap sudut matanya yang berair.
"Ibu boleh minta sesuatu pada Kinar?"
"Ibu mau apa, bilang sama Kinar, Kinar bakal usahain nyari buat ibu."
"Ibu minta beliin bunga mawar ya nak, tapi yang udah di rontokin, jangan sama tangkainya."
Mendengar permintaan sang ibu yang terasa aneh membuatnya kini mendadak kaku, pasalnya permintaan sang ibu kali ini terasa sangat berbeda dan aneh tentunya.
Namun karena tak ingin membuat sang ibu kecewa, akhirnya ia pun mengiyakan permintaannya.
"Yaudah pulang kerja kinar bakal cariin pesenan ibu ya, sekarang ibu istirahat dulu, biar cepat sehat." menyelimuti tubuh sang ibu dengan selimut.
..
"Hai Kinar," Sapa Mia sahabat baik sekaligus partner di tempat kerjanya.
"Hai Mi, cantik banget kamu hari ini." puji Kinar, karena tidak biasanya gadis itu berdandan mencolok seperti itu.
"Hehe, aku lagi belajar dandan nih, kata ibuku anak perempuan itu harus pintar merawat diri, biar nggak jadi perawan tua." kekehnya.
Sedangkan Kinar ia hanya menggelengkan kepala mendengar ocehan sahabatnya tersebut.
"Percuma elo mah Mi, mau di make up in setebal apa juga, hasilnya nggak bikin seorang Mia jadi cantik, mirip badut iya!" Fahmi yang baru datang ikut menyambar sambil tergelak.
"Eh dasar ya, awas aja entar lo tergila-gila sama gue!" balas Mia tak terima.
"Mimpi!" sahut Fahmi bergegas melangkah pergi, sebelum Mia melayangkan sepatu ketsnya kearah kepalanya seperti biasa.
"Aku heran deh sama kalian, tiap ketemu bawaannya Berantem terus, Kalian berdua tuh kapan akurnya_"
"Nggak akan!" jawab mereka serempak, rupanya Fahmi pun sudah kembali dengan membawa lap di tangannya.
"Elaahhh si duo curut, kalau udah jatuh cinta aja lo, entar bucinnya kebangetan," timpal Arkan yang sedang merapikan meja dan kursi.
"Mana ada gue jatuh cinta sama dia, cih Najis!" Mia mengetuk kepalanya dua kali, seolah mengatakan amit-amit jangan sampai perkataan Arkan itu menjadi kenyataan.
"Eh lo pikir gue mau sama badut, model elo!" kini Fahmi melempar lap ditangannya kearah wajah Mia.
yang seketika membuat Mia meradang, dan melemparkan kata-kata pedas, yang membuat Arkan dan Kinar tertawa melihat aksi keduanya.
"Ihs, kamu dari tadi ketawa terus, kamu pasti lagi ngetawain aku sama si curut itu ya?" ucap Mia dengan bibir mengerucut.
"Lagian kamu tuh lucu banget kalau lagi berantem sama si Fahmi, kaya gimana gitu!" balas Dara sembari memegang perutnya yang terasa melilit akibat terus tertawa.
Tanpa ia sadari kesedihan besar sedang menantinya..
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Apakah itu suatu petanda??!!Aku mulai nyesek nih thor🥲🥲😭
Aku mampir utk karya mu yg ke 4 aku baca🙋🏻♀️🙋🏻♀️🙋🏻♀️
2023-01-11
0
n@naa__
merinding lho aku 😔
2022-08-30
0
Ney Maniez
🤔
2022-06-19
0