Malam semakin larut.
Tidak ada satu orang pun yang mau lewat di pondok tua itu. Siap sih orang yang bakal lewat pada malam yang larut seperti ini? Mungkin mustahil kalau ada orang yang lewat di malam yang semakin larut..
Renata sangat menggigil ketakutan. Suara hujan mulai hilang tapi matanya belum sama sekali terpejam. Hawa yang dingin masuk begitu saja lewat ventilasi udara yang terbuka tanpa ada penghalang sama sekali.
Hujan mulai reda. Hanya rintik rintik yang terdengar.
Renata menatap wajah nenek dengan ketakutan..Mungkin kalau disiang hari, wajah Renata pucat pasi kerena terkejutnya.
"Nggak, cu. Nenek hanya bercanda,"tawa nenek itu terkekeh kekeh.
"Nenek hanya makan dan minum hanya malam Selasa dan Jum'at," lanjut sang nenek dengan muka serius.
"Nenek!" Renata ternganga mendengar perkataan jujur nenek.
"Jadi nenek?"
"Ya, cu. Tapi, nenek kesini hanya ingin menemani kamu cu dari orang jahat."
"Maksud nenek," panik sekali mendengar apa yang dikatakan sang nenek itu.
"Jangan ikuti ayahmu.
Terus hidup.
Apapun yang terjadi, kerena banyak orang orang yang menyayangimu." kata nenek langsung pamit dan pergi kearah barat.
Renata hanya bengong melihat nenek yang pergi begitu saja tanpa permisi lagi.
Renata bergidik lalu menutup pintu dengan perasaan yang tidak karuan sama sekali.
Malam itu Renata benar benar tercekam di ruangan yang hanya dirinya.
Hujan yang tadinya gemericik kini deras kembali, sepertinya bumi masih rindu nyanyian hujan.
Sebenarnya, kalau malam ini ia kabur. Mungkin selamat tapi, niat itu diurungkan.
Ia, tidak tahu jalan yang bakal ia lalui. Apalagi disertai hujan. Daripada kabur ia mencari aman saja.
Ya, di bangunan itu ia merasa aman. Biarpun hatinya takut dan bergidik.
Lampu yang ada di ruangan itu, redup sekali. Tidak terang. Sepertinya, sang pemilik sengaja memasang lampu, dengan pencahayaan yang redup.
****
"Gio, apa kamu tahu sang nenek?
Kemarin malam, saat hujan deras. Ia datang kesini, aku takut Gio. Dia haus darah," ucap Renata, saat Gio datang pagi itu!
Gio hanya membisu. Mendengar ucapan Renata.
Hatinya, bergetar halus. Saat gadis remaja itu, menceritakan sosok nenek yang datang. Ketika malam tadi sewaktu hujan.
Gio, hanya mampu melihat wajah Renata.
Ah! Gadis yang manis, harus menerima cobaan seperti ini.
"Waktu itu akan tiba, Ren. Kamu sendiri yang harus melakukannya." kata Gio datar.
"Maksudmu?"
"Aku nggak bisa berbuat apa apa, Ren. Terhadap dirimu.
Tapi, aku harap kamu sabar. Ini jalan yang kau lalui." lanjut Gio, cowok itu tidak bisa menceritakan apa yang terjadi.
Renata, menatap wajah Gio dengan seksama. Ia ingin rasanya menyelam dan mengetahui sesuatu pada Gio. Tapi remaja itu, hanya diam saja tanpa berbuat sesuatu.
Gio, tidak mau disalahkan oleh siapapun juga.
Ia, ingin sekali menolong. Tapi, bagaimana menolong gadis itu?
Apa? ia, mengantarkan Renata? Ketempat yang hampir saja merenggut nyawanya. Atau menceritakan yang sebenarnya.
kalau Gio ,menceritakan yang sebenarnya. Mungkin gadis itu, tidak akan sepenuhnya percaya ceritanya.
Tapi kalau Gio, mengantarkan Renata ke tempat kejadian itu! Penuh resiko. Bukan, hanya Renata yang menjadi korban. Tapi dirinya juga yang akan jadi korban.
Bukan, korban dari siapa siapa. Kerena, ia nyakin. Kalau siluman panda, akan mengikuti diri mereka.
Dan, mungkin saja. Mereka, adalah korban selanjutnya. Itu yang tidak diinginkan oleh Mbah Mardi sendiri.
"Gio, apa yang terjadi?" Renata menatap, wajah cowok berkulit hitam manis itu. Dengan perasaan heran.
Ya, Renata heran. Kenapa cowok itu sangat berhati hati? Dan, seperti menjaga perasaannya. Itu yang dirasakan, oleh Renata sejak mereka bertemu ditempat itu.
"Maaf. Aku nggak akan bisa menceritakannya. Ren. Maaf, Ren. kalau aku ceritakan kamu, juga nggak akan bakal percaya padaku. Dan ini beresiko untuk kita berdua?" ujar Gio hati hati.
"Aku nggak ngerti," ujar Renata, menyentuh tangan Gio lembut.
"Ren, kamu nggak ingat kalau kamu pernah ketemu nenek itu?" kata Gio mencoba mengingatkan Renata, pada sosok yang pernah ditemuinya.
Malam, yang hampir saja nyawa gadis itu terenggut.
Tapi Tuhan menentukan lain untuk Renata.
"Gio, apa yang kamu sembunyikan dari aku? ujar Renata melepaskan tangannya di tangan Gio.
"Kamu menyembunyikan sesuatu dari aku?"lanjut Renata menatarp wajah Gio yang ada disampingnya.
"Kamu hanya ingat Rey saja?"tanya Gio menyentuh bahu gadis itu.
Gio sengaja menyebut nama Rey. Nama yang tidak akan hilang dalam pikiran Renata.
Renata, mengangguk. Membenarkan perkataan Gio.
"Kamu, nggak ingat yang lain lagi selain Rey?" lanjut Gio bertanya dengan hati hati.
Ia, berusaha untuk membuka ingatan Renata. Gadis, yang ada disampingnya.
"Aku ingat Rey. Pernah ngasih boneka panda, padaku saat ultahku. Tapi, ayah malah marah marah, dan merobek panda itu," kata Renata menceritakan kejadian di hotel.
Gio mendengarnya hanya tersenyum saja.
Ya, pasti ingat. Kerena Rey, memberikan panda kerena sesudah kecelakaan itu.
Gio, menanyakan hal lain pada Renata. Tapi gadis itu tidak bisa menjawabnya.
Renata tidaka tahu apa apa.
"Selain itu?" Gio masih menuntun ingatan Renata.
Gadis itu hanya menggelengkan saja.
Renata benar benar, tidak mengerti maksud Gio.
Tapi Gio, tidak berencana untuk menceritakan. Ia, masih ingat perkataan, Mbah Mardi pada dirinya. Sewaktu, sebelum Renata ke tempat yang didiami oleh dirinya.
"Mungkin siluman itu ada ditempat itu. Kalau kita bergerak, kita yang salah dan mungkin jadi korbannya." kata Mbah Mardi, menjelaskan alasannya.
Gio, hanya bisa mendengus saja. Dan, tidak bisa berbuat apa apa.
Atas saran Mbah Mardi. Gio harus menjaga Renata, sampai rencana siluman panda gagal dan hancur.
Pernikahan, yang terjadi diantara Rey dan Renata. Tidak harus terjadi, apalagi malam itu adalah penentuan antara Rey dan Renata. Satu darah tidak akan bisa disatukan apalagi dalam pernikahan yang haram.
Tapi, untuk manusia rakus. Seperti siluman panda, ia akan melakukan biarpun itu salah.
Apa yang dikatakan, Mbah Mardi tentang Renata benar adanya. gadis itu hanya bisa mengingat kejadian setelahnya, sedangkan ingatan utuhnya masih belum diingat.
Gio akhirnya memeluk tubuh Renata dengan erat.
Gadis itu terkejut melihat kelakuan Gio, NUtapi Renata membiarkan saja.
Detak jantung Gio terasa begitu lembut. Aliran darah Renata hangat saat dadanya menempel dengan dada Gio.
Cowok itu! Memeluk Renata, hanya memberikan kehangatan.
Dan ia sebenarnya, ingin cerita.
Tapi, ia tidak ingin mengambil resiko yang fatal.
Renata melepaskan pelukan Gio. Ia duduk di depan teras gedung itu.
Gio menghampirinya. Angin siang hari begitu sejuk sekali.
Beberapa burung berkicau dengan riangnya.
Mata Renata, menatap burung burung itu. Begitu riangnya.
Burung, tanpa beban sama sekali. Tanpa paksaan, tanpa sedih.
Gio merasakan tatapan Renata kosong. Ia merangkul bahu gadis itu dengan erat*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
auliasiamatir
bikin penasaran ceritanya
2023-09-17
0