Acara pernikahan berjalan lancar, walaupun ada banyak sekali kejanggalan karena sang mempelai wanita bukanlah calon istri Arfan, yaitu Elsa, melainkan adik nya. Namun para tamu masih sungkan untuk bergosip lebih lanjut tentang mereka, mereka hanya bisa menyalami sang mempelai dan mengucapkan selamat menempuh hidup baru.
Arfan hanya menyunggingkan senyum tipis yg bahkan hampir tak terlihat, sementara Elnaz terus menunduk dalam. Menahan rasa sesak di dada nya apalagi kini kepala nya terasa begitu pusing, pandangan nya mulai berbayang. Elnaz bahkan berharap seandainya ia tak pernah di lahirkan.
Sekarang bagaimana ia harus menghadapi dunia sebagai istri pengganti? Orang orang pasti akan membicarakan nya.
Setelah acara selesai, Elnaz bingung ia harus kemana. Ikut kedua orang tua nya pulang atau ikut suaminya?
Suami? Membayangkan kata itu saja sudah membuat hati Elnaz begitu sesak.
Elnaz masih diam mematung di tempat nya semula, hingga sebuah tangan menarik lengan nya. Elnaz mendongak dan itu adalah Arfan.
Arfan membawa Elnaz ke kamar pengantin Arfan dan Elsa.
Saat memasuki kamar itu, hati Elnaz semakin sakit menyadari status nya sekarang. Dan sekarang apa? Apakah kakak sepupunya itu akan meminta hak nya dan menuntut kewajiban Elnaz?
Sementara Arfan, pria itu tak membuka mulut nya sedikitpun. Ia masuk ke kamar mandi, membersihkan diri secepat kilat, kemudian memakai kaos oblong dan celana pendek nya.
Setelah itu ia keluar dan melihat Elnaz yg tetap berdiri mematung di dekat pintu. Arfan masih tidak berbicara, ia mengambil bantal dan melempar nya ke sofa. Di susul diri nya yg juga menjatuhkan diri di sana.
Elnaz faham, Arfan tidak akan meminta hak nya.
Dengan langkah gontai Elnaz memasuki kamar mandi. Ia membuka cadar nya, menyalakan shower dan meringkuk di bawah guyuran air shower masih dengan pakaian yg lengkap, Elnaz menangis sejadi jadi nya bahkan sampai tubuhnya gemetaran dan menggigil. Cukup lama ia di bawah shower dan karena sudah tidak tahan dengan rasa dingin yg menusuk tulang tulang nya, Elnaz segera beranjak. Dan ia baru teringat ia tak memiliki pakaian ganti, Elnaz memutuskan memakai bathrobe. Namun ia ragu, ia malu pada Arfan.
Elnaz teringat dengan gaun yg sebelumnya ia pakai dan ternyata gaun itu ada di keranjang baju kotor, Elnaz mengambil nya dan memakai nya.
Bibir Elnaz bergetar karena tangis dan kedinginan, bahkan bibir merah nya itu kini sedikit membiru.
Elnaz keluar dari kamar mandi dengan perasaan takut, was was, sedih dan berbagai macam perasaan yg membuat ia hampir tak bisa bernafas.
Elnaz melihat Arfan yg sudah memejamkan mata, entah ia sungguh tertidur atau tidak. Elnaz tidak tahu, Elnaz merangkak naik ke atas ranjang. Menarik selimut dan menutupi seluruh tubuhnya termasuk kepala nya, Elnaz kembali menangis di sana. Namun ia berusaha tak bersuara. Entah berapa lama ia menangis, namun ia merasa lelah, air mata nya seperti sudah kering. Dan pada akhirnya ia tertidur.
Sementara Arfan, pria itu membuka mata setelah Elnaz menutupi diri nya dengan selimut. Arfan tahu, adik kecilnya itu menangis, terlihat selimut yg seperti bergetar pasti karena tubuh Elnaz yg bergetar. Bahkan sesekali isakan kecil juga terdengar.
"Bodoh sekali kau, Arfan. Apa yg sudah kau lakukan? Kenapa harus mengorbankan Elnaz?" ia merutuki diri nya sendiri.
Tapi semua sudah terlanjur, sekarang Elnaz istrinya.
Arfan memegang dada nya yg masih terasa begitu sesak dan sakit setelah apa yg di lakukan Elsa dan sekarang ia malah menyakiti Elnaz yg tidak tahu apapun. Adik kecil nya, yg polos dan murni.
Arfan menjambak rambut nya frustasi, ia sendiri bingung bagaimana bisa ia mengambil keputusan yg begitu besar seperti itu?
.........
Setelah adzan subuh, Elnaz terbangun dan lampu kamar masih terang benderang. Ia melihat Arfan yg masih tidur di sofa.
Elnaz merangkak turun dari ranjang nya dan kemudian ia keluar dari kamar yg begitu menyesakan itu.
Dan di depan kamar nya, ia berpapasan dengan ibu nya Arfan "Kamu tidur di sini?" tanya ibu nya Arfan dan ia menunjukkan ketidak sukaan nya pada Elnaz yg kini berstatus sebagai menantu nya.
"Iya" jawab Elnaz dengan suara yg sangat serak, pasti karena ia menangis tadi malam.
"Kenapa...."
Elnaz langsung meninggalkan Yuni tanpa menunggu tante nya itu selesai berbicara.
Elnaz harus segera pulang, menyiapkan diri untuk ujian terkahir nya hari ini.
Di luar hotel, Elnaz kebingungan bagaimana caranya nya ia pulang. Tidak ada taksi dan ia juga tidak punya uang, ponsel nya ada dalam tas nya dan ia tidak tahu dimana tas nya sekarang.
Akhir nya Elnaz memutuskan jalan kaki dan bahkan ia setengah berlari menuju rumahnya.
Tiga puluh menit lebih Elnaz berlari dan akhir nya ia sampai kerumah nya, Elnaz sudah hendak mengetuk pintu namun tiba tiba pintu sudah terbuka.
"El.." seru sang nenek sembari mengusap keringat di kening Elnaz "Kamu jalan kaki?"
"Iya, Nek. El tidak punya uang dan tidak ada taksi, El mau sholat subuh dulu"
"Ya Allah, kamu belum sholat subuh? Kenapa tidak minta Arfan mengantarkan mu, Nak?"
"El ke kamar dulu, Nek" ucap Elnaz mengabaikan ucapan nenek nya.
Ia segera mengambil wudhu, kemudian di lanjutkan dengan sholat subuh yg sudah harus di qodho karena hari sudah siang.
Setelah itu, Elnaz segera mengganti pakaian nya dengan seragam putih abu abu nya.
"El, kamu mau ke sekolah, Nak?" tanya sang nenek dan ia membawa kotak makan.
"Iya, Nek. El sudah harus sampai ke sekolah sebelum jam 7" jawab Elnaz dan ia berusaha menghindari tatapan nenek nya.
"Ndok..." sang nenek memegang pundak Elnaz dan memaksa Elnaz menatap nya, hati sang nenek hancur melihat mata Elnaz yg bengkak "Lupakan masalah ini ya, Ndok. Fokus dulu sama ujian mu, Allah itu maha pengasih, Ndok. Dia pasti akan mengasihani mu" lirih nya dan seketika tangis Elnaz pecah, ia menabrakan tubuh kecil nya ke tubuh renta sang nenek. Elnaz menangis sejadi jadi nya di pelukan sang nenek.
Sementara tangan keriput nenek nya mengelus punggung Elnaz dengan lembut.
Setelah tangisan nya sedikit mereda, Elnaz segera melerai pelukan nya dan menghapus air matanya dengan kasar.
"El berangkat ke sekolah dulu ya, Nek"
"Iya, bawa ini, bekal dan uang jajan" sang nenek memasukkan kotak bekal Elnaz dan sejumlah uang ke dalam tas sekolah cucu nya.
Elnaz mencium punggung tangan keriput nenek nya dan mengucapkan salam sebelum berangkat.
Saat hendak keluar, ia berpapasan dengan ibunya.
"Elnaz, kamu sedang apa di sini? Seharusnya kamu ada dirumah suami mu" dan terdengar nada kesal dari sang ibu, hati Elnaz sakit mendengar nya.
"Ini masih rumah Elnaz" seru sang nenek.
"Tapi Elnaz sudah menikah, Bu. Seharusnya dia tinggal bersama suami nya dan semua kebutuhan hidupnya di tanggung suaminya, bukan di tanggung kita lagi"
"Jangan lupa siapa yg membuat Elnaz menikah" tukas sang nenek, sementara Elnaz sudah tidak bisa membendung air matanya.
"Ayo, Ndok. Nenek panggilkan ojek" seru sang nenek dan menarik Elnaz keluar dari rumah itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 152 Episodes
Comments
Benazier Jasmine
dasar org tua tk pnya akhlak, knp tak bunuh saha waktu elnaz ada kandungan u.
2024-01-28
0
Ramadhani Kania
nah ortu kyk g2...bisa d sbt ortu durhaka gk tu....jngn hnya ank durhaka aj dong yg d hakimi...
2023-12-15
0
Andri
ibu kandung rasa ibu tiri
2023-04-20
0