Wajah Anindya benar benar ditekuk. Di rumah pun ia hanya diam saja dan tidak bilang sama Bayu tentang keadaan Ranty. Ya sebelum pulang Ranty mewanti wanti Anindya buat tidak bilang sama Bayu, alasan masuk akal takut ada pertengkaran antara Bayu dan Wulan.
Sebenarnya ia ingin sekali bilang sama Bayu tapi diurungkan niatnya kerena di samping Bayu ada Wulan dan Riri kakaknya. Anindya berpikir ulang untung menceritakan kejadian Ranty pada mereka, ia sama sekali tidak ingin melihat Wulan dan Riri marah dan bertengkar sama Bayu.
Sepulang dari rumah Ranty, Anindya langsung pulang dan masuk kamar. Wulan yang melihat itu heran kerena Anindya jarang sekali pulang sekolah dengan wajah ditekuk seperti itu. Tiba tiba Wulan mempunyai firasat.
Wulan langsung mengikuti Anindya ke kamar. Anindya kaget melihat mamanya datang tanpa permisi lagi. Wulan melihat Anindya duduk di tepi ranjang dengan memeluk guling. Wulan langsung duduk di samping Anindya.
"Kenapa?" Ada masalah di sekolah?" tegur Wulan lembut.
Anindya tersenyum. Agak menghindar dari tatapan Wulan mamanya. Belum sempat Anindya menjawab pertanyaan Wulan, tiba tiba Riri masuk kedalam. Menatap tajam Anindya.
"Pasti dengan wanita itu lagi! Wanita perusak rumah tangga orang!"
"Kak, aku nggak ada masalah dengan dia, nilai aku anjlok!" Dusta Anindya.
Gadis itu menyodorkan nilai bahasa dan sastra Indonesia kehadapan Wulan dan Riri. Wulan langsung mengambil kertas yang disodorkan oleh Anindya.
""Nilai kamu anjlok kerena wanita itu kan, kemarin kemarin nilai kamu bagus. Setelah ayah menikahi wanita itu malah membuat kamu.." sinis Riri menatap wajah Anindya.
Riri sebenarnya ingin sekali Wulan memihak dirinya. Tapi Wulan hanya diam saja tidak mengubris pertengkaran kedua putrinya.
Kerena pertengkaran mereka hanya seputar Ranty untuk tidak jauh sama sekali. Wulan hapal sekali, ya di rumah ini tidak ada pertengkaran selain seputar Ranty.
Jadi Wulan seperti biasa lagi mendengar teriakan Anindya dan Riri. Belum sempat Wulan bicara Anindya sudah beranjak dari duduknya dan meninggalakan mereka berdua di kamar ya.
Anindya masih ingat kata kata mbok Inem pada dirinya sebelum ketahuan oleh Ranty tadi.
"Non, mbok takut kalau ibu keguguran. Sebenarnya sebelum non kesini ibu kesakitan terus pegang perutnya." suara mbok Inem jelas sekali terdengar oleh Anindya.
"Mbok cuma kasihan pada ibu." lanjut mbok Inem menerawang.
Anindya hanya menarik nafas dalam dalam mendengar mbok Inem berkata seperti itu. Anindya hanya termenung di teras belakang rumahnya. Banyangan Wulan berkelebat dalam ingatannya.
Waktu itu usia Anindya 12 tahun duduk di bangku SD, saat itu mau hujan. Wulan yang sedang hamil muda kira kira 7 Minggu, langsung mengambil baju yang dijemur kerena kurang hati hati Wulan tergelincir dan jatuh.
Wulan terpekik kesakitan saat perutnya terbentur ke batu yang besar. Anindya yang melihat Wulan jatuh langsung menyongsong dan menolong Wulan.
Anindya terbelalak saat ia melihat darah mengalir dari kaki mamanya. Anindya shock seketika darah mengalir banyak sekali, wajah Wulan juga meringis kesakitan sambil tanganya memegang perutnya.
Untung saat itu Bayu datang dan membawa Wulan ke puskesmas terdekat. Bagaikan halilintar di siang bolong Anindya mendengar pengakuan dari bidan, kalau Wulan harus di rujuk ke rumah sakit kerena pendarahan yang tidak berhenti.
Seminggu setelah kejadian itu Anindya benar benar terpuruk seketika. Berita itu! Membuat dirinya harus mengikhlaskan adik kecilnya mendahului dirinya.
Perasaan ingin punya adik ia pendam sedemikian rupa. Kadang ia itu melihat teman teman sebayanya mengajak main adik nya, jajan bareng, tertawa bareng, naik motor berdua.
Perasaan itu ia tepiskan biarpun sakit. Dan sekarang ia mendengar Ranty jatuh dari motor membuat hatinya tidak nyaman sekali. Memang dari awal Bayu dan Ranty menikah ia menentang keras pernikahan mereka berdua. Tapi saat Ranty ketahuan hamil, hatinya mulai bersemi untuk adiknya. Tapi perasan itu ia tidak tampakkan pada semua orang. Dan ia tidak bisa membohongi dirinya sendiri.
Waktu tadi pagi juga mendengar dari Zahra kalau Ranty tidak di perpustakaan, hatinya mulai tidak nyaman takut terjadi apa apa. Tapi untuk mengakuinya ia masih ragu.
"Nilai kamu kenapa?" tanya Bayu yang tiba tiba menghampiri Anindya.
Laki laki itu langsung duduk disamping Anindya. Bayu merangkul pundak Anindya dengan lembutnya.
Bukannya langsung menjawab Anindya malah melihat kearah pintu depan dan belakang. Ia seperti takut kalau pembicaraan dengan Bayu kedengaran. Bayu yang melihat itu heran sekali.
"Ada apa? Cerita sama ayah." kata Bayu.
Biarpun Bayu dan Anindya sering bersilat lidah kerena pernikahan dengan Ranty. Tapi Anindya masih bisa bicara baik baik kalau ada apa apa juga. Masalah Ranty juga Anindya bicara atas ketidaksukaan dirinya pada Ranty. Beda dengan Riri yang tidak begitu emosional mendengar pernikahan dirinya dan Ranty.
Bayu mengakui kalau watak sifat Riri sama persis dengan dirinya sedangkan Anindya tidak jauh dengan Wulan. Anindya lebih dewasa menyingkapi masalah dibandingkan dengan Riri, sedangkan usia mereka berpaut 6 tahun.
"Ayah udah tahu belum kalau ibu Ranty tadi nggak masuk ke perpustakaan,"bisik Anindya pelan.
Tapi biarpun pelan masih terdengar jelas oleh Bayu sendiri. Bayu hanya tersenyum melihat Anindya seperti itu.
"Ayah nggak sekolah, masalahnya tadi ada rapat di BKD. Emang ada apa dengan ibu Ranty?" tanya Bayu heran.
Anindya hanya menghembuskan nafas dalam dalam mendengar pengakuan Bayu.
"Ibu melarang mbok telpon bapak." suara mbok Inem terdengar jelas sekali di telinga Anindya.
"Ibu Ranty nggak telpon ayah sama sekali?" tanya Anindya menatap wajah ayahnya tajam.
"Hai! Ada apa dengan ibu Ranty. Bilang dong! Jangan terbelit Belit seperti itu," protes Bayu semakin terheran heran atas pertanyaan yang dilontarkan oleh putri nya.
"Non, non yang bilang bapak ya. Mbok nggak punya hp untuk menghubungi bapak, mbok hanya takut kandungan ibu," ujar mbok Inem agak panik.
"Nindy, apa yang kamu pikirkan? Apa ada sangkut pautnya dengan ibu Ranty?" tanya Bayu menebak apa yang dipikirkan putrinya.
Anindya mengangguk pelan.
"Tadi aku dan Zahra ke rumah ibu Ranty. Tadi sehabis jam istirahat. Ibu Ranty tidak sekolah, kerena waktu berangkat ke sekolah jatuh dan perutnya sakit," akhirnya Anindya dengan lancar menceritakan keadaan Ranty.
Ia bukan peduli sama Ranty tapi ia.lwbih peduli dengan janin yang dikandung Ranty. Sudah lama ia mendambakan seorang adik, ya biarpun adik beda ibu juga daripada tidak sama sekali.
"Apa? Kamu bilang apa? Serius?"
Bayu shock mendengar apa yang diceritakan Anindya padanya. pantas selama ia ke BKD perasaan tidak begitu tenang, ia beberapa kali telpon Ranty tapi hpnya mati. Ia menduga kalau batere hp Ranty tidak ada dayanya lupa untuk diisi.
"Ayah, aku ikut." kata Anindya saat melihat ayahnya langsung beranjak dari duduknya. Bayu mengangguk setuju..
Akhirnya jam 14.00 kedua ya langsung menuju arah Panimbang. Kepergian mereka tidak memberitahu pada Riri dan Wulan kalau mereka tahu mungkin ada perang dunia.ke tiga. Jadi mereka pergi secara diam diam tanpa sepengetahuan mereka.*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
auliasiamatir
demi pengen seorang adik, kamu rela mendukung ayah mu yang pastinya akan menyakiti hati ibumu nindi.. TERLALU
2023-01-26
1
auliasiamatir
sumpah thor, maaf kab daku yang harus membenci si manusia laknat yang bernama bayu ini...
2023-01-26
1
👑Ria_rr🍁
perhatian bgt ya si Mbok
2022-12-08
1