"Ibu Ranty nggak masuk ya?" tanya Zahra menghampiri Anindya yang duduk di kantin.
Anindya menatap wajah Zahra. Zahra mengangguk mengiyakan kata katanya. Anindya yang melihat anggukan Zahra mendesah, tiba tiba ada kekosongan dalam hatinya. Kemarin ia ke rumahnya tapi melihat wanita kepala tiga itu segar bugar tidak kenapa kenapa, tapi hari ini Ranty tidak masuk sekolah.
Anindya langsung meninggalakan kantin. Gadis itu langsung menuju ke perpustakaan, saat melihat perpustakaan tertutup hatinya berontak, ada sesuatu yang hilang dalam hatinya. Ada gejolak hatinya yang belum tuntas. Tapi ia tidak bisa berbuat apa apa, Anindya terduduk lemas di depan perpustakaan.
"Nin, kamu kenapa?" kata Zahra yang mengikuti Anindya.
"Nggak apa apa kok! Aku cuma mau mengembalikan buku ini," alasan Anindya sambil memperlihatkan buku yang dipengangnya.
"Udah seminggu belum di kembalikan," alasan Anindya beranjak dari duduknya.
Gadis itu langsung melangkahkan kaki ke kelasnya. Zahra menatap kepergian sahabatnya. Ia mempunya firasat dihatinya tentang Anindya tapi langsung di tepiskan begitu saja.
"Bagaimana kalau pulang sekolah kita ke rumah ibu Ranty?" tanya Zahra mensejajarkan berjalan dengan Anindya.
"Ra, jangan pulang sekolah. Gimana kalau sekarang saja," ujar Anindya menghentikan langkahnya sambil menatap Zahra.
Zahra tersenyum. Ia mengangguk setuju. Zahra melakukan itu hanya memancing reaksi Anindya sebenarnya. Ia ingin tahu seberapa jauh perhatian Anindya pada pustakawan itu.
"Kira kira ayah kasih tahu jangan ya?" gumam Anindya seperti bertanya pada diri sendiri.
"Ngapain bilang sama ayah kamu nggak ada hubungannya. Udah sekarang berangkat atau kita nggak jadi sama sekali," elak Zahra.
Hati Zahra berdesir kuat. Saat Anindya bergumam yang masih kedengaran oleh dirinya. Ia melakukan itu hanya ingin seberapa jauhnya Anindya punya perhatian pada Ranty. Ya Zahra secara diam diam tahu tingkah laku Anindya pada Ranty. Apalagi di sekolah. Kelakuan Anindya bikin membuat emosi tidak stabil.
"Iya iya,"
Sebelum bel pulang sekolah. Zahra dan Anindya bolos sekolah. Untung pintu gerbang tidak di kunci, jadi mereka berdua dengan leluasa meninggalkan sekolah.
Rumah Ranty yang dituju oleh keduanya, setelah istirahat mereka menuju sebuah desa yang asri dan nyaman sekali. Rumah Ranty berada di pinggir jalan dekat dengan sungai yang membelah.
"Assalamualaikum."
"Walaikumsalam,"
Mbok Inem yang menjawab salam kedua gadis itu. Setelah daun pintu terbuka, mata tua itu terkejut melihat kedatangan Anindya dan Zahra yang tiba tiba sekali diwaktu sekolah lagi.
"Kalian kenapa kesini?" tanya Ranty yang tiba tiba muncul sambil tersenyum ramah.
"Ayo masuk masuk!" ajak Ranty sambil mengajak kedua remaja itu masuk ke dalam. Mbok Inem langsung meninggalkan mereka menuju dapur.
"Ibu Kenapa nggak masuk sekolah? Aku mau mengembalikan buku," ujar Anindya.
Gadis itu langsung membuka tas yang dibawanya dan mengambil dua buku yang dipinjamnya kemarin.
"Ibu tadi berangkat sekolah tapi," kata mbok Inem sambil menyediakan teh manis dan makanan ringan di hadapan ketiganya.
"Mbok, bilang apa sih! Ini urusan sekolah jangan ikut campur, nggak bakal ngerti." sanggah Ranty menatap wajah mbok Inem.
Wanita tua itu langsung terdiam, kerena ucapannya dipotong oleh Ranty. Sebenarnya mbok Inem ingin bicara pada Anindya supaya gadis itu tahu tapi Ranty pasti bakal memarahinya. Jadi ia lebih baik diam saja.
Setelah menyodorkan minum dan makanan ringan mbok Inem langsung ke dapur lagi.
Anindya langsung menyimpan buku diatas meja. Buku Hamka dan buka ayat ayat cinta yang dipinjam oleh Anindya di perpustakaan.
"Aku tadi ke perpustakaan tapi ibu nggak masuk kenapa?" tanya Anindya bertanya pada Ranty.
Ranty tidak langsung menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Anindya. Ia beberapa menit terdiam.
"Ibu nggak masuk ada kerjaan di TBM kok," elak Ranty seperti menyembunyikan sesuatu.
"Tadi mbok Inem bilang ibu berangkat sekolah," kata Anindya.
"Iya ibu berangkat tapi tadi di telpon kalau ibu harus menyiapkan berkas TBM untuk dikirim hari ini juga." ujar Ranty.
Anindya akhirnya pamit ke kamar kecil. Ia bukan ke kamar kecil tapi menghampiri mbok Inem yang sedang membereskan dapur.
"Mbok, jawab jujur. Apa yang mbok katakan tadi waktu mbok menyiapkan minuman di depan. Please!" Anindya memohon pada mbok Inem.
Mbok Inem langsung menghentikan kerjaan di dapurnya saat wanita itu mendengar suara Anindya yang bertanya pada dirinya.
"Ibu Ranty kenapa tidak masuk sekolah? Ada kah sesuatu yang terjadi?" tanya Anindya menatap wajah mbok Inem.
Anindya nyakin kalau ada sesuatu yang terjadi pada Ranty. Tapi mbok Inem tidak mau bicara jujur pada dirinya maupun Zahra. Jadi ia mau tidak mau harus bicara sama mbok Inem.
Mbok Inem menatap wajah Anindya tajam. Ia langsung mengajak Anindya duduk di kursi yang tidak jauh dari dapur. Anindya duduk berhadapan dengan mbok Inem.
"Ibu, jam 08.00 jatuh dari motor," ujar mbok Inem.
"Apa mbok, kenapa bisa jatuh," tanya Anindya terkejut.
"Entahlah. Katanya ada motor yang menyerempet motor ibu membuat ibu jatuh. Ibu perutnya sakit. Jadi nggak sekolah." adu mbok Inem.
"Udah ke dokter?" tanya Anindya.
Mbok Inem mengelengkan kepalanya.
"Ayah tahu? ayah udah ditelpon?" tanya Anindya bertubi tubi.
"Mbok!" teriak Ranty pada mbok Inem.
Ranty merasa heran kerena Anindya tidak muncul muncul, ia langsung menuju ke dalam ingin tahu apa yang diperbuat oleh Anindya. Ranti tidak menyangka kalau Anindya bakal mencari tahu kalau dirinya hari ini tidak masuk sekolah.
Ranty mendengar pengakuan mbok Inem pada Anindya. Tadi sebenarnya ia sudah bilang panjang lebar pada wanita tua itu tapi mbok Inem tidak mendengarkan apa yang ia perintahkan.
Ya Ranty tadi sebenarnya mau sekolah. Sudah siap berangkat, tapi waktu baru beberapa meter meninggalkan rumah, tiba tiba dari arah belakang ada motor yang menabrak motor yang dikendarai olehnya otomatis motor yang dibawa olehnya langsung oleng, ia terjatuh begitu saja. Ranty kaget sekali waktu motor yang dikendarai langsung jatuh, ia yang tidak punya persiapan apa apa langsung terlempar dan jatuh diatas tanah yang penuh krikil dan batu batuan.
Bagian punggung dan perutnya terbentur. Sakit. Ia sempat dibawa ke puskesmas yang dekat dari rumahnya. Untung ia dan janinnya tidak kenapa kenapa, awalnya Ranty mau sekolah saja kerena ia tidak ingin bayi khawatir terhadap dirinya. Tapi mbok Inem melarang dirinya masuk sekolah dengan ancaman Bayu bakal dikasih tahu maupun Anindya.
Mendengar ancaman mbok Inem, Ranty akhirnya tidak sekolah. Ia mencoba untuk istirahat. Apa yang ditakutkan Ranty terbukti mbok Inem memberitahukan pada Anindya. Ranty juga sebenarnya tidak menduga sama sekali kalau Anindya bakal datang dalam kondisi dirinya seperti ini.
"Bu, kenapa nggak jujur. Apa Nindy bukan anak ibu jadi ibu nggak mau ngasih tahu ayah!" Anindya menatap wajah Ranty.
"Nin, bukan begitu."
"Sama saja. Jadi ayah belum tahu kalau ibu jatuh dan,"
"Belum, non." ucap mbok Inem cepat.
Ia bersyukur bisa memberitahukan Anindya tentang keadaan Ranty.
"Mbok!" jerit Ranty.
"Mbok, please jangan pedulikan ibu Ranty. mbok lebih baik bilang ayah tentang keadaan ibu Ranty." sahut Anindya tidak peduli.
Ranty hanya diam mendengar apa yang di omongkan oleh Anindya. Ia tidak menyangka sama sekali kata kata Anindya untuk dirinya, ada rasa haru dalam hatinya tapi ia berusaha untuk memendam perasaannya.*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
auliasiamatir
Anindya kadi baik gitu, gak setuju aku, gak masuk di akal, masa baru semalam dia maki maki rianti trua langsunga jadi baik.🙄🙄🙄🙄
suruh kasih tau ayah nya lagi, nggak mikir apa persaan mak mnya sendiri 🤔
2023-01-24
1
Erni Sari
❤️❤️❤️❤️❤️
2022-09-27
1