"Nindy!" teriak Ranty.
Nindy adalah panggilan dari Anindya. Semua orang yang mengenal Anindya selalu memanggil nama Nindy dimana pun juga begitu juga dengan Ranty saat ini. Bukan hanya di rumah tapi di sekolah juga ia memanggil nama Anindya dengan panggilan Nindy.
Ranty sangat terkejut melihat kedatangan anak sambungnya. Kerena Ranty belum pernah sama sekali menerima kedatangan Anindya, baru kali ini Anindya datang ke rumahnya. Apalagi kedatangan gadis itu hanya untuk dirinya dan Bayu berpisah. Ranty sangat terkejut mendengar apa yang diungkapkan gadis 14 tahun itu. Gadis berkerudung Dongker itu menatap tajam kearah Ranty. Dimatanya ada kilatan kemarahan jelas terlihat oleh Ranty sendiri.
"Kamu sudah sholat? Lebih baik kamu sholat dulu, ibu baru saja sholat." kata Ranty berusaha menenangkan peradabannya.
Ranty meraih tangan Anindya lembut. Tapi gadis itu hanya menepiskan tangan Ranty begitu saja. Melihat itu Ranty tersenyum, ia tersenyum juga hanya mengusir rasa resah dalam hatinya, melihat Anindya seperti itu. Memang tidak mudah masuk dalam hati Anindya kerena status keduanya yang belum bisa Anindya terima sebagai ibu dan anak.
Ranty sebenarnya dalam hatinya ingin sekali memeluk Anindya tapi hatinya menepiskan begitu saja, kerena ia nyakin gadis itu masih menerima dirinya menjadi bagian dari keluarganya.
"Jangan sok perhatian. Kamu bukan mama aku. Hanya perebut suami orang. Pelakor!" sinis Anindya tajam.
"Non Nindy jangan bilang gitu sama ibu. Mbok tahu ayah non yang ngejar ngejar ibu, bukan ibu yang ngejar ngejar ayah non," bela mbok Inem sambil membawa minuman dan menyimpan di meja ruang tamu.
"Kamu ngomong begitu kan kerena dibayar sama dia! Kalian komplotan!"
"Emang komplotan mafia ya?"
"Mbok!" suara Ranty terdengar lembut ditelinga mbok Inem. wanita tua itu langsung terdiam seketika. Mungkin kalau Ranty tidak memanggil nama mbok inem wanita itu bakal bicara trus. Dan tidak akan berhenti sama sekali. Ranty menyuruh mbok Inem untuk masuk, tapi wanita tua itu terlihat tahu sekali.
Ranty mendekati Anindya yang duduk di kursi dekat pintu. Ia hanya ingin bicara hati kehati dengan Anindya kerena kalau di sekolah tidak mungkin kerena jam yang singkat dan Anindya juga harus belajar. Apalagi kalau ada gurunya, biarpun tidak ada gurunya Anindya selalu menghabiskan waktunya bukan di perpustakaan tapi di kantin.
Ranty tidak bisa berbuat apa apa untuk mendekati Anindya, hanya menatap dari kejauhan saja. Dan hari ini Ranty ingin sekali bicara sebagai seorang sahabat, atau apalah asal Anindya nyaman bersamanya.
Anindya langsung pindah duduk ke kursi yang lain, saat Ranty mendekati dirinya. Melihat itu Ranty hanya tersenyum kecut.
"Kalian jadi ke puncak?" akhirnya Ranty menemukan alasan untuk bertanya.
"Bu, jangan ngomong kemana mana deh! Seharusnya ibu minta cerai, tinggalkan ayah dan hidup bahagia sendirian dari pada ngurusin rumah tangga orang," hantam Anindya menatap Ranty.
"Nin, nggak segampang itu. Memangnya gampang meninggalakan ayahmu?" tanah Ranty berusaha menahan gejolak hatinya yang tiba tiba muncul begitu saja.
"Emang dasar ibu itu hanya bisa merusak tanpa ingin memperbaiki semuanya. ibu tahu kenapa aku kesini?" tanya Anindya.
Ranty langsung menatap wajah Anindya. Ya dari tadi hatinya bertanya tanya kedatangan Anindya ke rumah ini.
"Ayah bertengkar sama ka Riri. Semuanya gara gara ibu. ibu yang membuat rumah tangga ayah dan mama bagaikan neraka," suara Anindya pelan.
Dengan terbata bata Anindya akhirnya mencurahkan kesal hatinya dihadapan Ranty. Ranty terpekur. ia sama sekali membeku ditempat itu, hatinya terasa sakit sekali.
"Ibu puas! Ibu jahat. Semuanya gara gara ibu, ibu nggak punya hati. Iblis!" teriak Anindya marah.
PLAK!
Sebuah tangan tanpa Anindya duga melayang dengan keras menghantam pipi gadis SMP itu. Anindya langsung terpekik dan memegang pipinya yang terasa panas sekali. Anindya menyangka kalau Ranty melakukannya. Tapi yang di disangkanya juga heran melihat Anindya terpekik kesakitan.
Mbok Inem tanpa disuruh telah berdiri di hadapan Anindya. wanita itu tidak segan segan membuat cap lima jarinya ke pipi gadis remaja itu. Ranty sama sekali tidak menduga kalau mbok Inem melakukan itu pada Anindya. Anindya langsung berdiri hendak membalas kelakuan mbok Inem. Tapi dengan cepat Ranty langsung memegang tangan Anindya.
Ranty tidak ingin kalau Anindya melakukan hal hal yang tidak terduga SMA sekali di rumah itu.
"Bu, kenapa sih ibu bela dia?" geram Anindya saat tangannya ditarik oleh Ranty.
Anindya langsung menepiskan nganggaman tangan Ranty dengan kasar.
"Bu, biarkan dia pukul aku. Biarkan kerena dia nggak tahu sopan santunnya pada orang tua." tantang mbok Inem dengan suara keras.
Ia tidak getar sama sekali melihat Anindya marah seperti itu. Malah wanita itu menantang gadis remaja. Hampir saja Anindya menyerang tubuh wanita tua itu kalau saja Ranty dengan cepat menarik tangan Anindya keluar, ia berusaha menghalangi Anindya untuk memukul mbok Inem.
Ranty juga berusaha sekuat tenanga supaya mbok inem juga tidak melakukan hal hal yang tidak diinginkan.
"Mbok nggak malu bertengkar sama anak kecil." lerai Ranty tegas.
"Aku bukan anak kecil, aku sudah gede!" bela Anindya tidak suka dibilang anak kecil.
Ia berontak. Tapi Ranty dengan kuat menahan ngenggaman tangannya supaya Anindya bisa dipengang.
BUG!
Anindya menjerit. Ranty menatap mbok Inem. Wanita tua itu langsung mengambil sapu dan memukulkan ke pinggang Anindya otomatis gadis remaja itu menjerit kesakitan. Ranty yang melihat mbok Inem membawa sapu langsung merampas dari wanita itu.
"Mbok, aku nggak suka ya. Jangan pakai cara mukul!" teriak Ranty tidak suka.
"Habis dia ngeyel." sembur mbok Inem melirik Anindya.
"Jangan ikut campur. udah tua, bau bangkai, bentar lagi kamu mati!" suara Anindya pedas melengking.
"Jaga mulutmu!"
"Sudah mbok!"
Mbok Inem langsung diam seketika juga. Anindya mencipir bibirnya kearah mbok Inem. Ranty menyuruh mbok inem masuk kedalam, mau tidak mau akhirnya wanita itu mau kerena ini perintah dari Ranty.
Ranty langsung melepaskan tangan Anindya dari ngenggaman tangannya. Anindya tanpa permisi lagi langsung pulang ke rumahnya. Ranty ingin mencegah tapi keburu Gadi itu meninggalakan dirinya.
Setelah Anindya pergi mbok Inem menghampiri Ranty.
"Bu, ibu nggak apa apa kan?" tanya mbok Inem khawatir.
Ranty tersenyum lembut.
"Apaan sih mbok. Aku nggak kenapa kenapa kok!" senyum Ranty langsung masuk ke ruang tv.
Tadi ia nonton tv.
Mbok Inem mengikuti dari belakang. Ia pun duduk di lantai dekat Ranty.
"Aku nggak suka sama dia. Arogan." celetuk mbok Inem.
"Sudah. Sebentar lagi magrib kita siapa siap sholat." ujar Ranty beranjak dari duduknya.
Ia tadi tidak menyadari kalau waktu telah bergulir dengan cepat sekali, tadi waktu kedatangan Anindya baru jam 16.00 sekarang sudah mulai magrib, satu jam Anindya di rumahnya ya biarpun ada konflik juga.*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
auliasiamatir
sebaik baiknya wanita kalau ia pelakor tetap aja salah bik.
walau bapak mo mgejar pakai Lamborghini sekalian kalau rianty mggak ngeladeni nggak bakal terjadi , dasar pelakor
2023-01-24
1
👑Ria_rr🍁
astaga² aku 😕
2022-12-07
0
Erni Sari
nyicil bacanya
2022-09-26
1