..."Hal yang nggak pernah gue bayangkan akan terjadi dalam hidup gue adalah ... ketika seseorang yang begitu gue sayangi pergi untuk selamanya dalam hidup gue."...
...~Ragel Shaquille Adhitama~...
Ragel memakai jaket denim nya. Melipat kedua lengan jaket itu diatas pergelangan tangan. Cowok itu mengambil kunci motornya. Melangkahkan kaki menuju pintu rumah, tak lupa cowok itu menguncinya. Lalu pergi, bersama dengan motor gede kesayangannya.
***
"Eh, Den Ragel. Gimana kabar nya Den?" tanya mang Ujang.
Ragel tersenyum tipis, mengangguk kecil pada pria paruh baya yang pernah bekerja di rumahnya itu. "Kabar baik Mang. Mamang sendiri apa kabar? Baik kan? Keluarga kabar baik juga kan?" tanya Ragel balik.
"Baik Den. Duh, mamang udah lama nggak ketemu sama Aden teh. Mening kasep pisan eu!" puji Mang Ujang. Membuat Ragel terkekeh kecil.
"Mamang juga nggak kalah ganteng," puji Ragel balik.
"Duh, si kasep kalau di puji. Malah muji balik. Mamang udah berumur Den," ucap mang Ujang malu-malu.
"Iya, walaupun udah berumur. Mamang tetap ganteng kayak Ragel," ucap Ragel masih terkekeh kecil. Mang Ujang ikut terkekeh kecil.
Anak dari mantan majikannya itu. Benar-benar bisa mencairkan suasana. Sudah lama sekali mang Ujang tidak bertemu dengan Ragel. Anak laki-laki yang selalu ceria dan cerewet itu, sekarang sudah tumbuh besar.
Rasanya dulu Ragel masih setinggi bahunya. Sekarang, malah dirinya yang setinggi bahu Ragel.
"Aden mau ke makam nyonya yah?" tanya mang Ujang.
Ragel mengangguk. "Iya mang. Kalau gitu, Ragel pamit dulu," ucap Ragel. Cowok itu berjalan memasuki gerbang TPU.
Mang Ujang memandang punggung lebar dan tegap Ragel hingga menjauh. Sudah lama dia tidak bekerja di rumah anak laki-laki itu.
Sekarang, mang Ujang harus kembali ke pekerjaan lama nya sebelum bekerja di rumah anak laki-laki.
Menjadi penjaga TPU pondok indah.
***
Ada satu permintaan yang Ragel harap itu bisa terkabul. Hanya satu,walau dia tau itu sangat mustahil.
Dia ingin Mama nya tetap hidup. Berada disisi Papa dan dirinya. Melengkapi keluarga mereka yang telah hilang karena tanpa kehadiran sang Mama.
Mungkin kalian memandang keluarga Ragel akan baik-baik saja. Setelah Mama nya pergi meninggalkan dirinya dan papa nya.
Kalian salah besar. Ragel justru semakin merasa kehilangan. Berasa ada yang kurang di dalam dirinya.
"Hai Ma! Semoga Mama baik-baik aja disana yah," sapa Ragel mengusap nisan keramik tersebut sendu.
"Ragel kangen," lanjut Ragel lirih. Pipi putih cowok itu basah karena setetes air mata.
"Udah 5 tahun yah Ma. Ragel masih nggak percaya, Mama secepat itu ninggalin Ragel sama Papa." Ragel mengusap wajahnya yang basah karena air mata. Ragel menipiskan bibir. Berusaha untuk tetap tegar. "Mama kangen nggak sama Ragel dan Papa? Pasti kangen kan?"
Cowok dengan jaket denim itu mencabut rumput yang mulai tumbuh di sekitar makam Mama nya. Lalu menaburkan bunga.
"Mama tau nggak? Udah 5 tahun Mama ninggalin Ragel sama Papa. Dan 5 tahun itu juga, Ragel tumbuh tanpa kasih sayang Mama. Ragel kangen. Kangen sama masakan Mama. Kangen sama senyum Mama. Kangen ngeliat Mama jahilin Papa. Sampai Papa ngambek. Kangen dengar tawa Mama. Kangen sama cerita-cerita absurd Mama. Kangen ..." Air mata itu, terus jatuh membasahi pipi cowok dengan garis wajah tegas itu.
Ragel menunduk. Menggenggam erat tanah makam sang Mama. Tanpa peduli tangannya kotor. "Kenapa Mama harus ninggalin Ragel? Kenapa Mama ngingkarin janji? Mama bilang, Mama bakalan selalu ada untuk Ragel. Mama akan selalu ada di hidup Ragel. Mama sama Papa nggak bakalan ninggalin Ragel sendiri."
Tangan Ragel menggali tanah makam Mama nya. Air mata cowok itu semakin deras jatuh, hingga makam Mama nya basah.
"Kenapa ... kenapa mimpi itu harus muncul terus Ma? Kenapa Ragel nggak bisa tidur dengan tenang? Ragel takut. Ragel takut Mah. Ragel harus apa? Supaya mimpi itu nggak datang lagi saat Ragel tidur?"
Ragel semakin menggali tanah makam tersebut. Napas cowok itu memburu. Mata nya memerah, suara isak tangis terus keluar dari bibirnya.
"Mama kenapa harus pergi. Mama harus kembali Mah. Balik Mah! Balik! Temenin Ragel! Ragel nggak bisa tidur Mah. Ragel takut, benar-benar takut. Rasanya Ragel pengen mati aja. Ragel boleh mati kan? Kalau Ragel mati, Mama bakalan ada disamping Ragel kan? Jawab Ma! Jawab semua pertanyaan Ragel!" racau Ragel. Bibir cowok itu bergetar, tangannya tremor ketika mengingat mimpi buruk yang dia harap hanya sekedar mimpi.
Tapi sekali lagi, itu bukan mimpi buruk. Mimpi itu benar-benar nyata. Hadir dalam kehidupan Ragel berumur 12 tahun.
"Ragel harus apa? Rasanya dunia menghukum Ragel. Ragel nggak bersalah, Ragel bahkan nggak tau apa yang terjadi. Kenapa harus Ragel? Kenapa harus Ragel yang dihukum? Kenapa!" lirih Ragel, cowok itu kembali menggali tanah makam sang Mama.
"Ragel mau Mama kembali. Ragel mau Mama selalu ada disamping Ragel. Ragel nggak mau sendiri. Ragel nggak mau! Hiks, hiks, hiks,Mama harus kembali! Mama harus kembali Mah! Temenin Ragel disini! Temenin Ragel!"
Ragel berusaha untuk menggali makam sang Mama dengan tangannya.
"Ya ampun, Ragel!" pekik Pak Tama.
Pria paruh baya itu menghampiri Ragel. Mengambil tangan anak semata wayangnya yang kotor, lalu membersihkannya.
"Ragel jangan begini Gel! Istighfar Gel! Istighfar!" Pak Tama menarik Ragel ke dalam pelukannya. Menenangkan anak semata wayangnya itu.
Tadi, saat Pak Tama akan kembali pulang untuk mengambil sesuatu yang tinggal. Tiba-tiba Mang Ujang menelpon, dan memberitahukan dirinya kalau Ragel sedang di makam istrinya.
"Udah Papa bilang. Kalau kamu mau ke makam Mama. Kasih tau Papa. Jangan pergi sendiri tanpa Papa. Papa khawatir Gel. Papa nggak mau kamu berbuat seperti tadi."
"Ragel harus gimana Pah? Ragel takut, Ragel takut Pah," racau Ragel dalam pelukan sang Papa.
"Ragel! Ada Papa disamping kamu selalu. Jangan berpikir kalau kamu sendirian di dunia ini. Ada Papa!"
Ragel menggeleng kuat. "Ragel mau Mama! Ragel mau Mama kembali Pah!" Cowok itu mengangkat wajahnya, menatap sang Papa dengan mata memerah dan bibir bergetar.
"Gel! Sadar Gel! Sadar!" Pak Tama menangkup wajah anak laki-lakinya itu. "Mama udah tenang disana Gel. Mama udah tenang. Kalau kamu sedih, maka Mama akan sedih disana. Kamu udah janji sama Papa untuk nggak nangis lagi. Kamu lupa sama janji kamu, hm?"
Ragel itu ... terlihat selalu memberi senyuman cerahnya pada semua orang. Terlihat baik-baik saja. Padahal dalam dirinya, Ragel adalah orang yang benar-benar ... sangat rapuh.
***
Olivia menatap sendu dari jauh ke arah anak laki-laki yang meracau di dalam pelukan Papa nya. Gadis itu tidak begitu mendengar jelas racauan anak laki-laki tersebut.
Tapi Olivia tau, gimana hancurnya cowok itu ketika ditinggal orang yang paling dia sayangi untuk selamanya.
Olivia menoleh, menatap batu nisan putih tersebut. Gadis itu mengusap pelan batu nisan tersebut. Menipiskan bibirnya. Ingin rasanya menangis.
Tapi sepertinya percuma.
Sekuat apapun Olivia menangis. Sekuat apapun Olivia meyakinkan diri kalau Abang nya masih ada. Itu hanya akan percuma. Karena pada kenyataannya, Gilang-- Abang laki-laki Olivia.
Tidak akan kembali ke sisinya.
"Abang tau? Setiap kali Oliv datang ke makam. Anak laki-laki itu selalu saja menangis sekuat-kuatnya di depan makam ibunya." Olivia memulai cerita. Gadis itu menghapus jejak air mata di pipinya. "Oliv pengen menghampiri anak laki-laki itu. Dan bilang, kalau menangis bisa mengembalikan orang yang kita sayang berada selalu disisi kita. Maka gue juga akan melakukan hal yang sama, seperti yang lo lakukan setiap kali datang ke makam ibu lo," ujar Olivia mencurahkan isi hati nya.
Olivia terkekeh kecil. "Tapi Oliv nggak punya cukup keberanian untuk menghampiri anak laki-laki itu. Karena Oliv tau, gimana hancur nya ketika orang yang kita sayang pergi selama-lamanya meninggalkan kita disini."
Olivia mengusap wajahnya yang berlinang air mata. Berusaha untuk tetap tegar, benar-benar sakit rasanya. "Rasanya masih mimpi bang. Benar-benar seperti mimpi. Abang pergi ninggalin Oliv, ayah, dan juga ibu. Rasanya Oliv mau bangun dari mimpi yang tak pernah Oliv bayangkan. Sekalipun Oliv nggak mau membayangkan, kalau Abang pergi secepat itu."
Oliv duduk diatas tanah disamping makam Abangnya. Mengusap batu nisan putih itu lembut. Merapihkan bunga-bunga yang mulai berserakan diatas makam sang Abang.
"Tapi ini buka mimpi. Ini nyata, benar-benar nyata. Dan Oliv tidak tau, harus seperti apa menyikapinya. Kalau kenyataan pahit itu adalah ... saat Oliv sadar, kalau Abang ... nggak ada disamping Oliv lagi."
Olivia, sama rapuh nya dengan anak laki-laki tadi.
***
Heh! Yang naruh bawang di part ini siapa? Tolong, Acha sampe meneteskan air mata😭😭😭
plis, Acha mo nangis rasanya 😭😭 padahal Acha sendiri yang buat😭😭 tisu mana tisu🧻😭
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
bbystay
Semangat Thor
2021-10-20
2
bbystay
oliv best girl<3
2021-10-20
2