..."Airmata yang sudah lama tak ingin lagi ku keluarkan, kini mengalir begitu saja tanpa diminta."...
..._______...
Mata Aleta terbelalak lebar, ketika dua pria tak dikenal itu mendekat dan memaksanya untuk mengikuti mereka. Jelas perlakuan mereka pada Aleta membuatnya melawan keras.
Aleta dengan sekuat tenaga mendorong kedua pria tersebut. Namun tenaga tubuhnya tak sebanding dengan tubuh dua pria yang begitu tegap dan berisi.
Salah satu pria mengeluarkan sapu tangan dari saku celananya dan dengan cepat ia menutup mulut Aleta, sebelum wanita yang menjadi incaran mereka berteriak dan lari.
Sapu tangan yang telah diberikan obat bius itu, seketika membuat Aleta tak lagi sadarkan diri, akibat menghirup aromanya. Dua pria itu dengan sigap membopong tubuh Aleta untuk masuk kedalam mobil van.
"Wanita ini sudah berada ditangan kami, Bos!"
Salah satu pria menghubungi seseorang yang di sebutnya sebagai Tuan mereka, untuk melaporkan jika perintahnya sudah dikerjakan dengan baik.
"Bagus."
Sahut seseorang dari sebrang sana sambil menyeringai puas tanpa kalimat yang panjang, sudah dapat dipastikan jika ia begitu senang mendengar kabar dari anak buahnya.
Mobil terus melaju menyusuri jalan Ibu Kota. Tiga pria di dalam mobil tampak sangat senang, bahkan suara tawa mereka begitu keras hingga dapat membangunkan Aleta yang sejak beberapa menit lalu tak sadarkan diri.
Perlahan Aleta membuka mata, ia juga sempat melirik ke kiri dan kanannya, melihat lampu jalan dari dalam jendela mobil. Sekilas ia kembali teringat akan kejadian yang dialaminya sebelum ia pingsan.
Lampu lalu lintas yang berwarnakan merah, menghentikan laju kendaraan. Dengan cepat Aleta mengambil kesempatan untuk dapat kabur dari pria-pria yang saat ini sedang menyekapnya.
Untung saja tangan dan kakinya tidak terikat, sehingga mudahkannya keluar dari pintu belakang mobil dan tak satupun dari mereka yang menyadari, jika Aleta sudah tidak lagi berada di dalam sana.
...•••...
Aleta berlari sejauh yang ia bisa, sebab tidak ingin mendapati mereka mengejarnya dan membawanya lagi. Suasana jalan di tengah malam terlihat begitu lenggang dan hening. Tidak terlihat satupun kendaraan yang terlintas disana.
Langkah Aleta terhenti sejenak, merasakan nafasnya begitu menderu akibat berlari dari beberapa kilometer jauhnya. Ia merogoh saku celananya untuk menemukan benda pipih di dalam sana. Namun sayang tak ditemukannya, sebab benda tersebut telah berada di tangan salah satu pria yang sempat menyekapnya.
Aleta mengedarkan pandangannya sembari mencoba mengatur nafas kembali, tampak ia tengah mencari keberadaan telepon koin. Namun sayang tak jua terlihat, lantas ia pun memilih untuk kembali berjalan.
Hampir satu jam setengah Aleta menyusuri jalan panjang itu hingga membuat kakinya terasa sengal. Akhirnya dewi fortuna berpihak padanya, ia melihat taksi yang tengah berhenti di pinggir trotoar.
.
.
.
.
Kini Aleta berada di dalam taksi. Tubuhnya bersandar malas pada kursi, ia terus berpikir perihal semua yang dialaminya akhir-akhir ini.
"Apa yang mereka inginkan dariku? Kenapa akhir-akhir ini, aku merasa seperti diteror. Lantas apa tujuan mereka mengincarku?" batinnya resah.
Netra mata indahnya memandang jalan sudut Ibu kota, ia meneteskan airmata yang tanpa disadari telah membasahi kedua pipinya. Rasanya baru saat ini ia kembali menangis, setelah 17 tahun lamanya tak pernah lagi menitihkan airmata.
Terakhir seingatnya ia menangis saat usianya 7 tahun. Ketika pengurus panti memukulnya dengan balok kayu pada punggungnya, hingga membuatnya tidak dapat tidur seharian sebab punggungnya memar.
Bahkan pemilik panti dan anak-anak panti disana tak ada yang peduli dengan keadaannya kala itu. Mereka justru memaki dan mengejeknya, kendati Aleta terus menangis.
Semenjak kejadian itu membuat Aleta berjanji untuk tidak lagi mengeluarkan airmatanya, jika bukan karena airmata kebahagiaan.
"Maaf, kita sudah sampai, Nona," ucap sang supir taksi menghentikan tangis dan lamunannya.
Ia pun segera turun dari sana setelah membayar ongkos taksinya dan melangkah masuk kedalam rumah dengan lunglai.
Hari-harinya kini dipenuhi rasa kewaspadaan pada semua orang, ia semakin takut untuk bertemu seseorang yang diyakni dapat melukainya, entah dengan alasan apa, ia sendiripun tak tahu.
...•••...
Kini ketiga pria yang sempat membawa Aleta sedang tertunduk takut di depan seseorang yang tengah menatap tajam sambil memainkan pisau yang baru saja diasah tepat dihadapan pasang mata ketiganya.
Mereka takut untuk membuka suara, sebab jika sedikit saja mulut mereka bergerak maka Bos nya itu tak akan segan-segan memotong lidah ketiganya. Ia memaki bengis akan kinerja anak buahnya yang selalu teledor dan tak becus.
"Membawa satu wanita saja kalian tidak mampu, apa gunanya aku membuang uang untuk membayar kalian!"
Gertaknya kepada anak buahnya, kali ini senyum menyeringainya telah berganti dengan amarah dan emosi yang meluap.
"Aku tidak ingin tahu, bagaimana pun caranya kalian harus bisa membawa wanita itu kehadapanku! Jika tidak, kalian yang akan terima resikonya."
Ancamnya penuh penekanan. Sementara mereka meneguk salivanya kasar, setelah mendengar perkataan Bosnya. Mereka bergidik ngeri dengan ancaman yang dapat dibayangkan.
Pasalnya Bos mereka tak kenal kata ampun. Semua dapat ia lakukan walau hanya sekedar mematahkan leher anak buahnya satu-persatu, baginya itu adalah hal yang mudah.
Mereka pun keluar dari ruang pribadi Bosnya, meninggalkannya yang kini tengah menatap foto Aleta. Sebelum akhirnya foto itu di bakar olehnya hingga menjadi debu di dalam tembikar.
"Kita mulai permainannya sekarang, kau akan membayar semua kesalahan yang dibuat banjingan tua bangka itu!!"
...♡♡♡...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Senajudifa
aku mampir
2022-06-08
0
Senja Merona🍂
duuuhhh kasian Aleta
2021-12-06
0
solin
semangat kak, jangan lupa mampir dikarya ku ya kk
2021-12-03
0